KABARBURSA.COM - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) berkeyakinan pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia akan berkembang pesat, bahkan diprediksikan melampaui Arab Saudi.
Keyakinan itu karena Indonesia memiliki potensi market dan jumlah populasi penduduk Muslim terbesar di dunia.
"Jika kekuatan ekonomi syariah di dalam negeri tumbuh, maka bisa menggeser peringkat Arab Saudi," kata Direktur Utama BSI Hery Gunardi dalam acara Communication Summit 2024, Jumat, 18 Oktober pekan kemarin.
Dia menyebutkan, populasi penduduk Muslim di dunia saat ini mencapai 1,92 miliar orang. Di peringkat pertama adalah Pakistan dengan populasi sebesar 241 juta penduduk, dan Indonesia di posisi kedua dengan jumlah 236 juta penduduk.
Berdasarkan Global Islamic Economy Indicator 2023/2024, Indonesia menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi syariah yang pesat. Indonesia naik peringkat ketiga mengalahkan Uni Emirates Arab (UAE).
“Bahkan bisa saja menggeser peringkat dua Arab Saudi,” kata Hery mengulangi.
BSI sendiri, lanjut Hery, selama 3,5 tahun berdiri berhasil tumbuh double digit. "Kenapa bisa double digit? Ya, karena memang demand-nya ada. Bahkan analis banyak melihat potensi pertumbuhannya akan semakin besar," ujar Hery.
Hery pun menyebut, jika saham BSI yang berlabel BRIS berada di posisi lima besar maka harganya bisa mencapai Rp6.000 hingga Rp7.000 per lembar.
"Harga tersebut meningkat dua kali lipat dari harga saham BRIS saat ini Rp3.110 per lembar saham," tuturnya.
Artinya, lanjut Hery, pertumbuhan bank syariah sangat menjanjikan. Pertumbuhan tersebut dikarenakan market yang sangat besar, namun pemain di sektor ini masih minim.
Mantan Wakil Direktur Utama Bank Mandiri ini menyebut, market share (pangsa pasar) perbankan syariah di Indonesia belum signifikan, yakni masih bercokol di level 7 persen. Sementara negara tetangga, Malaysia, sudah mencapai di angka 30 persen.
Namun, Hery menganggap hal itu wajar karena dominasi bank syariah di Indonesia belum terlihat sampai dengan sekarang.
Menurutnya, untuk bisa seperti Malaysia, di Indonesia perlu tiga bank syariah selevel BSI. Dengan masing-masing aset Rp300 triliun sampai Rp400 triliun.
“Sehingga bisa sampai Rp900-an triliun untuk mampu menjadi game changer. Dan meningkatkan market share dari 7 persen ke 9 persen,” terang Hery.
Tercatat, pangsa pasar pembiayaan mencapai level 7,96 persen, dan Dana Pihak Ketiga (DPK) bank syariah terhadap bank nasional menyentuh 7,91 persen pada 2023.
Sementara laba bersih sebesar Rp3,39 triliun di sepanjang semester I-2024. Alias naik 20,28 persen dibandingkan tahun sebelumnya, yang sebesar Rp2,82 triliun.
Total pendapatan bersih BSI setelah distribusi bagi hasil juga tercatat mengalami kenaikan, menjadi Rp8,25 triliun. Dari sisi pembiayaan, BSI tumbuh 15,99 persen year on year (yoy) atau mencapai Rp257,39 triliun.
Kinerja pembiayaan tersebut ditopang pembiayaan segmen ritel dan konsumer, termasuk UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah), yang mencapai Rp 184,61 triliun. Kemudian segmen wholesale mengomposisi 28,27 persen dengan outstanding Rp72,77 triliun.
DPK BSI juga naik 17,50 persen menjadi Rp296,70 triliun, dengan total aset mencapai Rp360,9 triliun. Atau naik dibandingkan pada akhir Desember 2023 sebesar Rp353,6 triliun.
Menurut Hery, untuk meng-absorb potensi dan demand ekonomi syariah, BSI perlu fokus dalam menyiapkan strategi maupun produk.
“Kami ingin meluncurkan super app beyond. Jika ini berjalan baik, maka menjadi game changer di segmen syariah, maupun Islamic Banking di Indonesia,” ucapnya.
Hery menegaskan, kehadiran bank syariah bukan saja untuk nasabah Muslim, melainkan juga non-Muslim.
“Bank Syariah adalah model bisnis bank yang (layanan perbankannya) bersifat universal,” tegasnya.
Sejalan dengan hal tersebut, Deputi Head of Equity Research Mandiri Sekuritas Kresna Hutabarat menilai, ekspektasi pasar modal terhadap pertumbuhan laba bersih BSI termasuk yang tertinggi. Yakni mencapai 19,3 persen pada 2024, dan sebesar 20,8 persen pada 2025.
“Nilai ekuitas BSI juga diekspektasikan tumbuh tinggi di antara tujuh bank terbesar. Yaitu sebesar 15,7 persen pada 2024 dan 16,3 persen pada 2025,” sebutnya.
Dari sisi Return On Equity (ROE), BSI juga diperkirakan meningkat ke kisaran 17 persen pada 2025 dari kisaran 16 persen di tahun 2024.
Kresna menyebut, ekspektasi terhadap ROE BSI tersebut, termasuk keempat tertinggi dibandingkan bank-bank di Asia Pasifik lainnya. Dan ketiga tertinggi dibandingkan bank-bank di Timur Tengah.
Selanjutnya Mandiri Sekuritas memproyeksi, akan terjadi pertumbuhan pada aset syariah. Kredit dan deposito BSI diharapkan mencapai di atas rata-rata industri.
“Kalau industri ekspektasi (kreditnya tumbuh) 12 persen, maka di BSI, proyeksi kami (kreditnya) bisa mencapai 15 hingga 16 persen tahun depan,” ujarnya.
Di kesempatan yang sama, Direktur Sales & Distribution BSI Anton Sukarna mengatakan, BSI berupaya terus mendorong mesin pertumbuhan sebagai penopang kinerja perusahaan. Salah satunya, adalah optimalisasi produk seperti tabungan dan cicil emas.
Hingga Agustus 2024, omzet gadai emas di BSI melonjak 22,1 persen yoy menjadi Rp13,3 triliun. Produk cicil emas juga tumbuh signifikan sebesar 169,4 persen, mencapai Rp3,8 triliun.
“Produk emas ini menjadi salah satu produk untuk mendukung pertumbuhan BSI untuk 2024,” katanya.
Bisnis emas, sambung Anton, mengalami pertumbuhan yang luar biasa, menjadi alat orang untuk berinvestasi dibanding dengan alat instrumen lainnya.
Selain produk emas, BSI juga mendorong pertumbuhan dana wadiah dan tabungan haji. yang akan menumbuhkan DPK dengan memperoleh sumber-sumber dana murah. (*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.