Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Kolaborasi OJK dan Pondok Pesantren Perkuat Ekosistem Keuangan Syariah

Rubrik: Syariah | Diterbitkan: 16 October 2024 | Penulis: Pramirvan Datu | Editor: Redaksi
Kolaborasi OJK dan Pondok Pesantren Perkuat Ekosistem Keuangan Syariah

KABARBURSA.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus memperkuat literasi dan inklusi keuangan syariah di kalangan pondok pesantren (ponpes) melalui Program Ekosistem Pondok Pesantren Inklusif Keuangan Syariah (EPIKS). Program ini bertujuan memberdayakan ekonomi masyarakat sekitar ponpes.

"Melalui Program EPIKS, OJK berupaya meningkatkan literasi dan inklusi keuangan syariah serta mendorong pemberdayaan ekonomi di lingkungan ponpes," ujar Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, di Jakarta, Rabu 16 Oktober 2024.

Peluncuran proyek percontohan (pilot project) EPIKS dilakukan di Pondok Karya Pembangunan Ciracas, Jakarta Timur, pada Selasa. Program ini adalah hasil kolaborasi OJK bersama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan PT Bank DKI, serta pelaku usaha jasa keuangan syariah.

Friderica menjelaskan bahwa pondok pesantren memiliki peran penting dalam pengembangan ekonomi syariah. Ponpes menjadi salah satu sasaran prioritas dalam literasi dan inklusi keuangan, sesuai dengan Peta Jalan Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen 2023-2027.

Program EPIKS diharapkan mampu menciptakan ekosistem ponpes yang cakap dalam keuangan syariah, meningkatkan akses pembiayaan bagi pelaku usaha mikro di sekitar ponpes, serta memperluas penetrasi produk dan layanan keuangan syariah di lingkungan ponpes.

Ketua Yayasan Pondok Karya Pembangunan, Sukesti Martono, mengapresiasi pemilihan ponpes tersebut sebagai pilot project EPIKS. "Kami berkomitmen mendukung pengembangan ekonomi syariah yang inklusif, tidak hanya berorientasi pada keuntungan, tetapi juga bermanfaat bagi masyarakat sekitar, khususnya santri, guru, dan pegawai ponpes," ungkap Sukesti.

Dalam rangkaian peluncuran EPIKS di Pondok Karya Pembangunan, dilakukan sejumlah kegiatan seperti penyerahan tabungan secara seremonial kepada pelajar, santri, dan pelaku usaha mikro, serta kunjungan ke proyek Eduwisata Hijau Syariah di lingkungan pondok pesantren. Selain itu, diadakan edukasi keuangan kepada 500 pelajar dan santri.

Beberapa pencapaian dari program EPIKS di Pondok Karya Pembangunan meliputi pembukaan 252 rekening siswa dengan total tabungan Rp282,04 juta, pembukaan 310 rekening bagi guru dan staf yayasan, serta 56 rekening bagi pelaku usaha mikro dengan total tabungan Rp1,36 miliar. Selain itu, terdapat 920 rekening pembiayaan untuk masyarakat Ciracas melalui Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS), dengan total plafon pembiayaan Rp1,50 miliar.

Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) Jakarta juga mendukung pengembangan UMKM hijau melalui proyek Eduwisata Hijau Syariah di Pondok Karya Pembangunan. Proyek ini berfokus pada pengolahan sampah organik dengan lalat Black Soldier Fly untuk mendukung usaha hijau.

Sepanjang 2024, Program EPIKS telah dilaksanakan di 10 pondok pesantren, dengan pra-kegiatan di 20 pondok pesantren di berbagai daerah. OJK bersama pemangku kepentingan yang tergabung dalam TPAKD berkomitmen untuk terus memperluas program ini guna mendukung pengembangan ekonomi daerah.

Hadapi Tantangan Besar

Indonesia sedang menghadapi tantangan besar dalam upaya mengembangkan ekonomi syariah di dalam negeri. Salah satu faktor utama yang menjadi penghalang adalah rendahnya tingkat literasi dan inklusi keuangan syariah di kalangan masyarakat.

Hal ini diungkapkan oleh Sutan Emir Hidayat, Direktur Infrastruktur Ekonomi Syariah dari Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), dalam acara 9th Gadjah Mada International Conference on Islamic Economics and Business (GamaICIEB) yang diadakan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, pada akhir pekan lalu.

Dalam kesempatan itu, Sutan Emir Hidayat menyebutkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2023 yang menunjukkan bahwa tingkat literasi keuangan syariah di Indonesia baru mencapai 39,11 persen, sementara tingkat inklusi keuangan syariah berada pada angka yang lebih rendah, yakni sebesar 12,88 persen.

“Data ini mencerminkan bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang belum memahami atau bahkan menggunakan layanan keuangan berbasis syariah,” kata Sultan Emir.

Menurut Sutan, walaupun ada peningkatan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir, angka-angka tersebut menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.

Namun, di sisi lain, Sutan Emir Hidayat juga menyampaikan bahwa perkembangan ekonomi syariah di Indonesia sebenarnya cukup positif.

Berdasarkan data dari Global Islamic Economy Indicator (GIEI), Indonesia berhasil naik ke peringkat ketiga pada tahun 2023, sebuah lonjakan yang signifikan dibandingkan dengan posisi ke-11 pada tahun 2018.

Hal ini mencerminkan bahwa meskipun masih ada tantangan dalam hal literasi dan inklusi, Indonesia telah membuat kemajuan penting dalam sektor ekonomi syariah di tingkat global.

Acara GamaICIEB ini sendiri merupakan konferensi tahunan yang diselenggarakan oleh FEB UGM, dengan fokus pada perkembangan ekonomi dan bisnis Islam. Tema yang diusung pada tahun ini adalah Islamic Financial Literacy and Inclusion: Dynamics and Advancement in Accounting, Business, and Economics, yang menggali lebih dalam tentang tantangan dan kemajuan dalam literasi serta inklusi keuangan syariah.

Dalam konferensi tersebut, hadir juga pembicara lainnya seperti Prof. M. Kabir Hassan dari University of New Orleans, Amerika Serikat (AS), dan Guru Besar FEB UGM, Prof. Nurul Indarti.

Kabir Hassan dalam pemaparannya menyoroti pentingnya literasi keuangan sebagai kunci untuk mendukung stabilitas dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Ia menyampaikan bahwa dengan literasi keuangan yang baik, masyarakat dapat membuat keputusan finansial yang lebih tepat, yang pada akhirnya akan mengurangi kerentanan mereka terhadap penipuan dan kesalahan dalam manajemen keuangan pribadi.

Hassan juga menyebutkan bahwa Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan besar dalam meningkatkan literasi keuangannya. Salah satu faktor yang menghambat adalah perbedaan demografi serta variasi tingkat pendidikan di seluruh Indonesia, yang menyebabkan adanya ketimpangan pemahaman mengenai literasi keuangan.(*)