Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

OJK: Outstanding Pembiayaan Fintech Syariah Menyusut

Rubrik: Syariah | Diterbitkan: 18 August 2024 | Penulis: KabarBursa.com | Editor: Redaksi
OJK: Outstanding Pembiayaan Fintech Syariah Menyusut

KABARBURSA.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan adanya penurunan signifikan dalam outstanding pembiayaan fintech peer to peer (P2P) lending syariah sepanjang 2023. Nilai pembiayaan yang tersisa tercatat sebesar Rp 1,67 triliun, mengalami penyusutan sebesar 15,92 persen dari posisi tahun 2022 yang mencapai Rp 1,98 triliun. Data ini dipublikasikan dalam laporan perkembangan keuangan syariah oleh OJK pada Agustus 2024.

Dari total pembiayaan tersebut, sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mengambil porsi terbesar, yakni mencapai 85,61 persen atau setara dengan Rp 1,43 triliun dari outstanding pembiayaan fintech P2P lending syariah pada 2023.

Penurunan ini terjadi setelah sebelumnya pada 2022, fintech P2P lending syariah sempat mencatatkan lonjakan pembiayaan yang cukup signifikan. OJK mengungkapkan bahwa outstanding pembiayaan fintech syariah mencapai Rp 1,98 triliun pada 2022, meningkat sebesar 55,9 persen dibandingkan 2021 yang hanya mencapai Rp 1,27 triliun.

Di sisi lain, aset fintech P2P lending syariah justru mengalami sedikit peningkatan pada 2023, tumbuh 3,78 persen menjadi Rp 138,69 miliar dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp 133,64 miliar.

Sebagai informasi, fintech syariah adalah perpaduan antara teknologi finansial dan prinsip-prinsip keuangan Islam.

Tujuan utama dari fintech syariah adalah menyediakan solusi keuangan yang sesuai dengan ajaran syariah. Dalam prinsip keuangan Islam, bunga (riba), perjudian (maisir), dan ketidakpastian (gharar) dilarang.

Oleh karena itu, setiap produk dan layanan dari fintech syariah harus mematuhi prinsip-prinsip ini. Mari kita eksplorasi lebih jauh mengenai fintech syariah.

Dalam beberapa tahun terakhir, fintech syariah di Indonesia telah mengalami pertumbuhan yang signifikan. Dengan jumlah populasi Muslim yang besar, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan layanan keuangan berbasis syariah.

Di tanah air, fintech syariah berpedoman pada Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor 117/2018 yang mengatur Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi dengan Prinsip Syariah.

Fatwa ini mengartikan fintech syariah sebagai layanan keuangan yang menghubungkan pemberi dan penerima pembiayaan sesuai dengan prinsip syariah melalui sistem elektronik.

Beberapa prinsip dasar yang membedakan fintech syariah dan menjadikannya pilihan menarik bagi mereka yang mematuhi keuangan Islam adalah:

Fintech syariah menyediakan pembiayaan tanpa bunga, menerapkan model seperti mudharabah (bagi hasil), musyarakah (kerjasama), atau murabahah (jual beli dengan markup). Ini memungkinkan akses ke pembiayaan yang halal tanpa melibatkan bunga.

Fintech syariah menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam setiap transaksi keuangan. Platform-platform ini memberikan informasi yang jelas tentang pembiayaan, investasi, dan produk keuangan lainnya, memudahkan pengambilan keputusan yang sesuai dengan prinsip syariah.

Fintech syariah turut memperluas akses keuangan bagi masyarakat yang sebelumnya kesulitan mengakses layanan keuangan konvensional. Dengan teknologi digital, fintech syariah menyediakan layanan keuangan yang mudah diakses di berbagai wilayah, memperkuat inklusivitas keuangan dan pemberdayaan ekonomi dalam komunitas Muslim.

Platform fintech syariah memanfaatkan teknologi terbaru seperti aplikasi mobile, kecerdasan buatan, dan blockchain. Ini menjadikan proses transaksi lebih efisien, meningkatkan keamanan, dan memberikan pengalaman pengguna yang lebih baik.

Fintech syariah beroperasi dengan mematuhi prinsip-prinsip syariah yang melarang riba, sedangkan fintech konvensional beroperasi berdasarkan prinsip ekonomi umum yang tidak terikat oleh ajaran syariah.

Fintech syariah menawarkan produk yang sesuai dengan prinsip syariah, seperti pembiayaan dengan akad mudharabah atau musyarakah. Sebaliknya, fintech konvensional menyediakan produk seperti pinjaman berbunga, kartu kredit, dan asuransi konvensional.

Fintech syariah diatur oleh regulasi khusus dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, sementara fintech konvensional mengikuti regulasi lembaga keuangan konvensional.

Sumber dana fintech syariah mengikuti prinsip syariah, menggunakan dana dari investor syariah, dana pihak ketiga, atau tabungan nasabah yang diinvestasikan secara halal. Fintech konvensional memanfaatkan dana dari berbagai sumber, termasuk bank, investor, dan modal ventura konvensional.

Fintech syariah menawarkan keuntungan berbasis bagi hasil yang adil dan transparan, sementara fintech konvensional memberikan keuntungan dalam bentuk bunga yang telah ditetapkan sebelumnya.

Crowdfunding syariah memfasilitasi penggalangan dana untuk proyek atau bisnis yang sesuai dengan prinsip syariah, memberikan alternatif pendanaan yang halal.

Pembayaran digital syariah mencakup aplikasi yang mendukung transaksi non-tunai sesuai dengan prinsip syariah, menghindari riba dan transaksi yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.

Model lending peer-to-peer (P2P) syariah menghubungkan peminjam dengan pemberi pinjaman secara online, menawarkan akses pembiayaan yang adil dan sesuai dengan prinsip syariah.

Fintech syariah menawarkan alternatif bagi individu dan perusahaan yang membutuhkan dana dengan teknologi, sambil tetap mematuhi prinsip syariah. Meskipun demikian, cakupan fintech syariah di Indonesia masih terbatas di beberapa daerah. (*)