Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Peneliti Ungkap Dampak Muhammadiyah Tarik Dana dari BSI

Rubrik: Syariah | Diterbitkan: 11 June 2024 | Penulis: Syahrianto | Editor: Redaksi
Peneliti Ungkap Dampak Muhammadiyah Tarik Dana dari BSI

KABARBURSA.COM - Ekonom belum melihat dampak signifikan dari langkah Muhammadiyah menarik dana simpanan dan pembiayaan terhadap kinerja Bank Syariah Indonesia (BSI).

Amin Nurdin, Senior Faculty di Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), menyampaikan pandangannya bahwa BSI merupakan salah satu bank dengan aset terbesar saat ini. "Sehingga (pengalihan dana Muhammadiyah) tidak begitu berpengaruh, meskipun ada kekhawatiran dampak dari sisi likuiditas atau ekspansi kredit," ujar Amin.

Menurutnya, kasus tersebut dinilai menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi BSI dalam melakukan pengelolaan nasabah institusi. "Karena mereka (nasabah institusi) sensitif," ujarnya.

Menurut Arianto Muditomo, seorang Pengamat Perbankan dan Praktisi Sistem Pembayaran, dalam waktu singkat, pemindahan dana dari BSI oleh Muhammadiyah akan memiliki dampak pada kinerja bank. Namun, dampak tersebut dianggap tidak terlalu besar.

Selain itu, dia menjelaskan bahwa krisis likuiditas yang disebabkan oleh penarikan dana dari satu institusi saja sebelumnya belum pernah terjadi. Biasanya, krisis likuiditas terjadi karena penarikan dana oleh banyak nasabah.

Tetapi, BSI masih harus melakukan manajemen risiko likuiditasnya dengan cermat. "Jika penarikan dana besar oleh nasabah dapat menimbulkan risiko likuiditas, pembayaran segera dari debitur besar juga akan mempengaruhi profitabilitas bank," kata Arianto.

Sementara itu, menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penarikan atau pengalihan dana simpanan nasabah dari suatu bank merupakan hal lumrah. Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, menyebut, bank perlu memiliki kesiapan kapan pun ketika nasabah menarik dananya, meski dengan jumlah sebesar Rp1 triliun.

Dia menjelaskan mesti diperhatikan oleh perbankan adalah manajemen likuiditas. "Kami hanya ingin pastikan bank untuk memenuhi kecukupan (likuiditasnya). Jadi manajemen likuiditas, manajemen risiko harus dipertahankan," ujar Dian dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK pada Senin, 10 Juni 2024.

Adapun, Dian menilai kondisi BSI saat ini masih sangat likuid. Menurutnya, yang terjadi saat ini menurutnya hanya kesalahpahaman antara bank dan nasabahnya. "Kalau kami lihat alasan khusus (pengalihan dana Muhammadiyah dari BSI) hanya para pihak terkait yang tahu. Ini hanya proses komunikasi yang perlu ditingkatkan antara bank dan nasabahnya," ujar Dian.

Sebagai pelengkap, berdasarkan laporan bulanan, BSI telah meraup simpanan nasabah atau dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp291,86 triliun hingga Mei 2024, tumbuh 11,33 persen secara tahunan (year on year/yoy). BSI telah menyalurkan pembiayaan senilai Rp253,36 triliun pada Mei 2024, tumbuh 17,11 persen yoy.

Mengacu pada kinerja simpanan dan penyaluran pembiayaan pada Mei 2024, likuiditas bank dilihat dari rasio pembiayaan terhadap simpanan (financing to deposit ratio/FDR) di BSI berada pada level 86,8 persen. Sementara itu, dalam lima bulan pertama 2024, BSI telah membukukan laba bersih Rp2,76 triliun, naik 18,54 persen yoy.

 

Market Share Perbankan Syariah

Ketua Umum Perkumpulan Bank Syariah Indonesia yang juga Direktur Utama BSI, Hery Gunardi, pernah mengklaim industri perbankan syariah nasional kini menunjukkan pertumbuhan yang positif. Hingga Februari 2024, aset dan pembiayaan perbankan Islam ini mencatat pertumbuhan dua digit secara tahunan dan melampaui pertumbuhan perbankan nasional.

“Pertumbuhan ini berdampak pada peningkatan market share aset perbankan syariah menjadi 7,33 persen; DPK meningkat ke level 7,87 persen; untuk pembiayaan, sangat menggembirakan, menjadi 8,11 persen pada periode yang sama. Sementara itu, potensi industri halal di Indonesia juga masih sangat besar, mencapai Rp4.253 Triliun,” katanya dalam acara Silaturahmi Perkumpulan Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) yang digelar di Gedung Kantor Pusat BSI, Jakarta Selatan, Senin, 13 Mei 2024, lalu.

Namun, menurut pengamat ekonomi syariah dari Universitas Indonesia Yusuf Wibisono, angka 7 persen itu terlalu kecil jika dibandingkan dengan bank syariah yang ada di negara-negara Timur Tengah. Negara-negara dengan bank syariah terbesar, seperti Arab Saudi, Qatar, Uni Emirat Arab, Malaysia, Kuwait, dan Bahrain, memiliki penetrasi perbankan syariah domestik yang tinggi. Di negara-negara ini, market share perbankan syariah domestik berkisar antara 15 persen hingga 70 persen.

Dengan market share yang baru di bawah 10 persen, ambisi Indonesia untuk menjadi pemain utama di kancah global dalam industri perbankan syariah terasa muskil.

“Jajaran 10 bank syariah terbesar dunia, seluruhnya dikuasai bank syariah dari Arab Saudi, Qatar, Uni Emirat Arab, Malaysia, Kuwait dan Bahrain. Ciri yang sama dari negara-negara tersebut adalah penetrasi perbankan syariah domestik yang sudah tinggi,” kata Yusuf.

“Berbeda jauh dengan kita di mana market share perbankan syariah domestik hingga kini baru di kisaran 7 persen, serupa dengan Turki,” imbuhnya.

Yusuf mengusulkan alternatif kebijakan yang lebih efektif untuk meningkatkan market share perbankan syariah nasional. Salah satu langkah yang disarankannya adalah konversi bank BUMN konvensional menjadi bank syariah. Misalnya, konversi BTN menjadi bank syariah dapat memberikan dampak yang lebih besar.

Industri perbankan syariah nasional akan lebih berkembang jika bank-bank syariah dapat mendalami ceruk pasar yang spesifik dengan strategi spesialisasi bisnis. Konsolidasi prematur, menurut Yusuf, telah mencegah hal ini terjadi.

“Industri perbankan syariah nasional kita akan melesat jika kebijakan yang ditempuh adalah konversi bank BUMN Konvensional, katakan konversi BTN menjadi bank syariah,” kata dia.

Selain itu, konsolidasi prematur juga membatasi pilihan konsumen bank syariah. Ketika sebuah bank syariah memiliki positioning dan core business yang unik, konsolidasi dapat menghilangkan keunikan tersebut. Sebagai contoh, BRI Syariah yang memiliki spesialisasi dalam pembiayaan mikro untuk usaha kecil kehilangan identitasnya setelah merger dengan dua bank lainnya menjadi BSI.

Yusuf juga menyoroti rencana spin-off BTN Syariah. Ia menyarankan agar pemerintah tidak membiarkan hilangnya bank syariah yang memiliki spesialisasi dalam pembiayaan kepemilikan rumah, terutama KPR subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Langkah yang disarankan adalah konversi BTN menjadi bank syariah agar BTN Syariah dapat melebur ke dalamnya.