KABARBURSA.COM - Merek mobil listrik asal Amerika Serikat, Tesla menghadapi ancaman serius di negara bagian New York. Sebab sebuah Rancangan Undang-Undang (RUU) baru yang diusulkan Senator Negara Bagian New York, Patricia Fahy, berpotensi mencabut hak Tesla untuk menjual kendaraan listrik secara langsung kepada konsumen.
Regulasi baru ini memaksa bisnis penjualan Tesla untuk beralih ke model penjualan melalui dealer waralaba.
Selain itu jika RUU tersebut disahkan, Tesla bukan hanya kehilangan lima lisensi yang selama ini mengizinkannya melakukan penjualan langsung, tetapi juga harus menghentikan operasi showroom yang telah dimiliki.
Parahnya lagi, Tesla bakal kehilangan wilayah strategis untuk penjualan lini mobil listriknya. Alasannya New York merupakan salah satu pasar kendaraan listrik terbesar dan paling progresif di Amerika Serikat (AS).
Langkah hukum ini tidak semata-mata ditujukan kepada Tesla sebagai perusahaan, melainkan lebih kepada figur CEO-nya, Elon Musk.
Senator Fahy secara terbuka mengkritik Elon Musk sekaligus menuduhnya menghambat pembangunan energi bersih dan mendukung kebijakan Presiden Donald Trump yang dianggap merugikan upaya perubahan iklim.
“Dia (Musk) bagian dari pemerintahan yang menghentikan semua pendanaan untuk infrastruktur kendaraan listrik dan energi terbarukan,” ujar Fahy dikutip daribNew York Times, Selasa 29 April 2025.
Langkah-langkah kontroversial Musk, seperti pemutusan hubungan kerja massal dan campur tangan dalam urusan pajak IRS, juga dinilai semakin memperkeruh hubungan Tesla dengan legislator New York.
Risiko Besar bagi Tesla di New York
Sejak 2014, Tesla sebenarnya beroperasi di bawah pengecualian hukum. Brand otomotif berlogo T ini diperbolehkan membuka lima showroom untuk menjual mobil listrik secara langsung tanpa perantara dealer.
Namun, RUU baru ini berambisi mencabut hak keistimewaan tersebut dan menawarkan lisensinya kepada merek kendaraan listrik lain seperti Lucid Motors, Rivian, dan Scout.
Tak hanya itu, legislator Demokrat di New York juga mendorong langkah audit terhadap kesepakatan antara Tesla dan pemerintah negara bagian terkait operasional pabrik di Buffalo yang disewakan dengan tarif simbolis USD1 atau sekitar Rp16.801 per tahun, serta subsidi hampir USD1 miliar (Rp16,801 triliun).
Jika tekanan ini berhasil, pembeli Tesla di New York harus rela menempuh perjalanan ke luar negara bagian untuk pembelian mobil baru mereka. Tesla saat ini mungkin masih mempertahankan showroom untuk sekadar menampilak mobil yang dijual. Namun transaksi pembelian tidak lagi bisa dilakukan di New York.
Badai Bisnis Tesla di China
Tesla tengah menghadapi tekanan berat dalam persaingan pasar mobil listrik di China.
Tesla yang semula dikenal sebagai inovator mobil listrik dunia, kini harus bertahan di tengah gempuran brand mobil listrik China yang masif di Tiongkok sebagai negara dengan pasar EV (Electric Vehicle) terbesar di pasar global.
Apalagi merek-merek mobil China seperti BYD, Geely, Chery, atau bahkan Xiaomi yang menjadi pemain baru di industri EV mampu menawarkan teknologi canggih, desain kendaraan yang tak kalah modern, sampai harga yang kompetitif di kelasnya.
Berdasarkan data Asosiasi Mobil Penumpang Tiongkok, penjualan wholesales (dari pabrik ke dealer) Tesla turun sebesar 21,8 persen secara tahunan pada kuartal satu 2025.
Sementara penjualan Tesla secara ritel (dari dealer ke konsumen) pun mengalami stagnansi dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya.
Carnewschina melaporkan, hal sebaliknya dialami BYD sebagai rival utama Tesla. BYD mampu mencetak pertumbuhan penjualan sebesar 18,8 persen pada periode yang sama. Capaian tersebut memperlebar jarak BYD dengan Tesla di pasar mobil listrik China.
Sales Tesla di China Pikul Beban Berat dan Dihantui PHK
Di balik angka penjualan yang anjlok, tekanan berat juga dialami para tenaga penjual Tesla. Sumber di lapangan menyatakan, banyak staf penjualan Tesla kini bekerja tujuh hari dalam seminggu dengan jam kerja yang panjang dari pukul sembilan pagi hingga jam 10 malam, atau selama 13 jam sehari.
"Hari-hari saat pelanggan datang dengan sendirinya sudah berlalu. Sekarang kami harus berjuang keras setiap hari," kata salah satu mantan tenaga penjual Tesla yang memilih hengkang dari perusahaan yang dipimpin oleh Elon Musk tersebut, dikutip dari Carnewschina belum lama ini.
Lebih lanjut, tenaga penjual Tesla di Beijing, China juga dibebani target minimal satu mobil terjual setiap hari atau sekitar 30 unit per bulan. Namun pada realitanya, banyak dari mereka yang mengalami kesulitan menjual tiga hingga empat unit per minggu, meskipun sudah melakukan pendekatan intensif ke calon pembeli.
Tekanan kerja yang tinggi ini memicu tingkat pergantian karyawan yang masif. Salah satu dealer Tesla di Beijing bisa mengganti seluruh tim penjualan setiap satu setengah bulan sekali. Hal ini jauh lebih cepat dibandingkan masa sebelumnya yang rata-rata bisa selama tiga bulan sekali.
Selain itu tenaga penjual baru Tesla juga menghadapi masa orientasi super ketat, di mana mereka harus menguasai seluruh pengetahuan produk hanya dalam tiga hari dan menjalani evaluasi harian.
Pada hari keempat, mereka dituntut mampu menjual kendaraan kepada konsumen. Jika tidak, sales Tesla harus siap menghadapi pemecatan.
“Hanya yang mampu mencetak penjualan cepat yang bisa bertahan," kata salah satu sumber.
Inovasi Tesla Dikalahkan BYD
Analis pasar mengaitkan penurunan penjualan Tesla dengan portofolio produk yang mulai menemukan kejenuhan pasar. Produsen mobil China seperti BYD terus meluncurkan inovasi baru, membuat Tesla tampak ketinggalan zaman di mata konsumen Negeri Tirai Bambu tersebut.
Meski Tesla sempat memperkenalkan Model Y terbaru pada awal 2025, peningkatan tersebut belum cukup untuk mengembalikan kejayaan Tesla. Bahkan, program penjualan seperti pembiayaan tanpa bunga dengan periode cicilan tiga tahun untuk Tesla Model Y, belum mampu memikat konsumen dan mendongkrak penjualan secara signifikan.
Kekhawatiran konsumen terhadap keselamatan kendaraan listrik Tesla juga meningkat, terutama setelah insiden kecelakaan fatal yang terjadi pada awal April 2025. Isu soal keamanan baterai dan akses pembuka pintu darurat kini menjadi pertanyaan yang kerap dilontarkan calon pembeli.
Untuk menanggapi tekanan pasar, Tesla dikabarkan tengah menyiapkan strategi baru. Berdasarkan laporan industri, Tesla kini mengembangkan varian baru Model Y dengan harga lebih ekonomis yang rencananya akan diluncurkan pada semester kedua tahun ini.
Pentingnya pasar China bagi Tesla semakin besar. Pada kuartal pertama 2025, Tesla mencatatkan penjualan ritel sebanyak 134.600 unit di Tiongkok, berkontribusi hampir 40 persen dari total penjualannya di pasar global.
Di tengah penurunan penjualan Tesla di pasar lain seperti Jerman yang anjlok 62,2 persen, mempertahankan konsumen di China bakal menjadi kunci dalam strategi pertumbuhan pasar Tesla pada masa mendatang. (*)