Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Sistem Otonom Bermasalah, Saham Mobil di China Remuk

Rubrik: Otomotif | Diterbitkan: 17 April 2025 | Penulis: Citra Dara Vresti Trisna | Editor: Citra Dara Vresti Trisna
Sistem Otonom Bermasalah, Saham Mobil di China Remuk Sedan listrik Xiaomi SU7 yang menabrak pembatas pada Maret 2025. Kecelakaan yang terjadi di jalan tol Anhui ini membuat mobil terbakar hebat dan menewaskan tiga orang mahasiswi. (Foto: Carnews China)

KABARBURSA.COM – Peningkatan jumlah kecelakaan di sejumlah negara akibat sistem mengemudi otonom yang eror membuat produsen mobil dipaksa mengkaji ulang sistem keamanan kendaraan. 

Dalam rentang waktu tiga tahun, terjadi beberapa kecelakaan tragis di China akibat eror pada sistem mengemudi otonom atau sistem bantuan mengemudi canggih (ADAS).

Salah satu kecelakaan maut yang masih segar di ingatan adalah ketika sedan listrik Xiaomi SU7 yang menabrak pembatas pada Maret 2025. Kecelakaan yang terjadi di jalan tol Anhui ini membuat mobil terbakar hebat dan menewaskan tiga orang mahasiswi.

Saat kejadian, sistem bantuan mengemudi mobil tersebut sedang aktif dan kecepatan tercatat mencapai 116 km per jam.

Sebelumnya, pada April 2024, kecelakaan tragis juga terjadi di Yuncheng, Shanxi, ketika kendaraan AITO M7 Plus—hasil kolaborasi Huawei dan Seres menabrak truk air di jalur cepat dengan kecepatan 115 km per jam.

Insiden itu merenggut nyawa tiga orang, termasuk seorang balita, dan memicu kritik terhadap efektivitas sistem pengereman darurat otomatis (AEB). Kecelakaan lain melibatkan XPeng P7 di Ningbo pada Agustus 2022 juga sulit dilupakan. Ironisnya, mobil ini menabrak sebuah kendaraan yang terparkir di pinggir jalan justru ketika fitur bantuan mengemudi sedang aktif dan mengakibatkan satu orang tewas.

Pada Juli 2024, sebuah robotaxi tanpa pengemudi milik Baidu Apollo menabrak pejalan kaki yang menyeberang saat lampu merah di Wuhan, memperlihatkan kelemahan sistem otonom dalam menghadapi perilaku tak terduga pengguna jalan.

Terakhir, pada April hingga Mei 2025, seorang pemilik Xiaomi SU7 di Foshan melaporkan dua kegagalan sistem autopilot di jalan tol, termasuk tidak berfungsinya pengereman darurat. Usai kecelakaan ini, Xiaomi mengonfirmasi bahwa masalah tersebut berkaitan dengan perangkat lunak dan tengah dilakukan perbaikan. 

Rentetan insiden ini seoalah menegaskan bahwa meskipun teknologi kendaraan otonom semakin canggih, aspek keselamatan masih menjadi tantangan utama yang perlu ditangani serius.

Dikutip dari Carscoops, rentetan kasus kecelakaan yang terjadi ketika sistem bantuan mengemudi otonom sedang aktif ini mendorong pemerintah China menginstruksikan produsen mobil untuk mengkaji kembali sistem berkendara otonom yang sebelumnya diklaim mampu memberikan keamanan ganda.

Agar tidak berlarut-larut dan memperburuk image mobil China, pemerintah melarang pabrikan menggunakan istilah “mengemudi otonom” dan bantuan mengemudi dalam iklan mobil.

Pemerintah China juga memperketat teknologi mengemudi otonom dengan mewajibkan produsen melakukan pengujian secara menyeluruh dan mendapat persetujan resmi sebelum membawa teknologi perangkat lunak ini ke pasaran.

“Pengujian publik, baik dengan ribuan atau puluhan ribu pengguna, harus melalui saluran persetujuan resmi,” kata pihak Kementerian Perindustrian dan Teknologi Informasi Tiongkok usai mengadakan pertemuan tanggal 16 April 2025 terkait “Manajemen Kendaraan Cerdas yang Terhubung”.

Sikap tegas pemerintah China ini sekaligus mengakihri istilah “automatic driving”, “autonomous driving”, atau “advanced autonomous driving” dalam materi pemasaran mobil. Produsen diminta menjelaskan dalam promosi, jika teknologi mengemudi yang digunakan adalah “L(number) assisted driving”.

Kementerian Perindustrian China juga melarang fitur parkir jarak jauh dan pemanggilan kendaraan. Otoritas di China menilai fitur-fitur menjalankan kendaraan tanpa pengemudi tidak disetujui karena faktor keselamatan operasional.

Produsen mobil di China juga diminta mampu mendeteksi saat pengemudi melepaskan tangan dari kemudi. Jika sistem mendeteksi pengemudi melepas tangan lebih dari 60 detik, sistem harus memitigasi risiko dengan cara melambatkan laju mobil, mengaktifkan lampu hazard dan kemudian menepi.

Saham Otomotif di China Jeblok

Regulasi yang kurang populis ini berdampak terhadap industri mobil yang menjadi pemimpin pasar dalam teknologi otonom, seperti Xpeng, Li Auto, Huawei dan Nio. Regulasi ini dianggap menguntungkan mobil konvensional yang tidak menggunakan teknologi otonom.

Lebih jauh, saham sejumlah perusahaan teknologi seperti Xiaomi langsung jeblok usai kecelakaan maut dan terkoreksi sebesar 5,5 persen hanya dalam beberapa hari usai berita kecelakaan tersebar luas.

Secara kumulatif, nilai saham Xiaomi terkoreksi hampir 18 persen sejak perusahaan menggalang dana sebesar USD5,5 miliar melalui penjualan saham untuk menopang divisi kendaraan listriknya.

Pakar otomotif di China menyebut, reaksi negatif pasar mencerminkan kekhawatiran investor terhadap potensi gugatan hukum, biaya perbaikan perangkat lunak, hingga risiko reputasi jangka panjang.

Para analis juga mencatat bahwa perusahaan teknologi yang beralih ke industri otomotif harus menanggung ekspektasi tinggi akan keselamatan, terutama saat menyangkut sistem kendali otomatis yang rentan terhadap kegagalan teknis.

Dampak kecelakaan tidak berhenti di Xiaomi. Saham beberapa perusahaan otomotif yang terlibat dalam pengembangan kendaraan otonom turut merosot. BAIC mengalami penurunan hingga 7 persen, sementara Seres, rekan kerja Huawei dalam proyek AITO M7 Plus, terkoreksi lebih dari 5 persen. 

Perusahaan seperti XPeng, Li Auto, dan NIO juga turut terdampak, lantaran investor mulai meragukan kesiapan teknologi mereka dalam menghadapi kondisi jalan raya yang kompleks dan dinamis.

Kekhawatiran pasar dipicu bukan hanya oleh insiden Xiaomi, tetapi juga rangkaian kecelakaan lain yang melibatkan sistem bantuan mengemudi di China, termasuk tabrakan robotaxi Baidu di Wuhan dan insiden maut AITO M7 Plus di Shanxi.

Kombinasi kejadian tersebut memicu gelombang skeptisisme terhadap keandalan sistem berkendara otonom dan membuka ruang bagi regulasi yang lebih ketat.

Pemerintah China juga mewajibkan semua pembaruan perangkat lunak over-the-air (OTA) terkait sistem kemudi untuk mendapatkan persetujuan resmi, serta menetapkan pembaruan tersebut sebagai bentuk penarikan produk (recall) yang harus dilaporkan dan ditangani secara transparan.

Regulasi ini, meski bertujuan meningkatkan keselamatan dan akuntabilitas, justru memicu kekhawatiran pasar terhadap beban tambahan yang akan ditanggung produsen mobil.

Proses persetujuan yang lebih rumit dapat memperlambat inovasi, memperbesar biaya operasional, dan pada akhirnya mempengaruhi valuasi saham perusahaan-perusahaan yang terlibat.(*)