KABARBURSA.COM - Penjualan mobil baru di Indonesia sepanjang periode Februari 2025 mengalami peningkatan sebesar 16,7 persen dibanding bulan sebelumnya.
Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), penjualan mobil baru secara wholesales (dari pabrik ke dealer) mencatatkan angka 72.295 unit. Sedangkan periode Januari 2025, terdapat 61.932 unit atau naik sebanyak 10.363 unit.
Kenaikan penjualan mobil baru terjadi di tengah penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen serta opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang ditunda di sebagian daerah.
Pengamat Otomotif, Yannes Martinus Pasaribu menilai, pertumbuhan penjualan kendaraan roda empat di Tanah Air dipicu oleh pameran otomotif yang diikuti berbagai promo pembelian.
"Tampaknya pertumbuhan bulanan dari Januari ke Februari menunjukkan pemulihan, mungkin didukung oleh acara seperti Indonesia International Motor Show (IIMS) 2025, yang diadakan pada 13 sampai 23 Februari 2025 didukung seluruh APM yang melakukan promosi secara gencar se- Indonesia pada momen yang sama," ujarnya saat dihubungi KabarBursa.com di Jakarta, belum lama ini. Kamis 3 April 2025.
Menurutnya, kenaikan penjualan mobil baru di industri otomotif nasional juga didukung pertumbuhan pengguna mobil elektrifikasi yang mendapat insentif dari pemerintah.
"Hal ini semoga menunjukkan optimisme pemulihan, terutama dengan kontribusi dari kendaraan listrik dan hybrid (HEV dan PHEV), yang melaporkan pertumbuhan signifikan meskipun ada tantangan seperti kenaikan PPN dan opsen pajak sesudah Februari tersebut," jelas Yannes.
Adapun pertumbuhan jumlah pertumbuhan mobil hybrid di Tanah Air tercatat sebesar 7,511 persen atau populasinya mencapai 59.904 unit pada 2024.
Sementara untuk mobil listrik di Indonesia, jumlahnya pada tahun 2024 telah sebanyak 43.188 unit atau memiliki pangsa pasar sebesar 4,98 persen dari total penjualan wholeseales mobil baru tahun 2024 yang berjumlah 865.723 unit.
Efektivitas Strategi Pemasaran Kendaraan
Lebih lanjut, Yannes memandang bahwa para produsen otomotif dan APM (Agen Pemegang Merek) kendaraan roda empat tampaknya mengadopsi strategi pemasaran agresif berbasis insentif finansial, paket khusus, dan penekanan utilitas kendaraan.
"Strategi tersebut seperti mengantisipasi sejak awal sebelum berlakunya opsen dan pembelian kendaraan baru untuk persiapan mudik di akhir Maret sejak Februari, guna mempertahankan daya saingnya," ungkapnya.
"Strategi cost-based pricing ini untuk menutup biaya produksi dengan margin optimal, menyesuaikan persepsi nilai pelanggan dan respons terhadap daya beli melalui penurunan harga awal untuk BEV atau HEV, didukung insentif pajak pemerintah tampaknya tepat secara konseptual," tambahnya.
Namun untuk efektivitas strategi tersebut, ia menyebut, hasilnya bergantung pada faktor eksternal seperti kebijakan fiskal, inflasi, dan persaingan pasar yang semakin ekstrem.
"Hal ini terlihat dengan masuknya banyak brand China yang berdesain dan fitur canggih dengan harga kompetitif di Indonesia," jelas Yannes.
Lalu jika melihat penjualan mobil baru di momen Lebaran, Yannes menyatakan bahwa pada tahun-tahun sebelumnya juga menunjukkan pertumbuhan. Namun kenaikan penjualan tidak terkait dengan kebutuhan konsumen akan kendaraan terkait aktvitas mudik.
"Analisis saya terhadap kasus tahun 2023 menunjukkan adanya kenaikan penjualan LCGC (Low Cost Green Car) sebesar 20 persen selama Ramadan. Namun, hanya 35 persen dari penjualan tersebut yang langsung terkait dengan aktivitas mudik. Ini menunjukkan bahwa momen Lebaran memang berperan sebagai katalis, tetapi bukan satu-satunya pendorong," jelasnya.
Selain itu hadirnya berbagai model baru di awal tahun ini juga mendorong kenaikan penjualan kendaraan roda empat.
"Peningkatan penjualan musiman ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lain, seperti penyelenggaraan IIMS 2025 pada pertengahan Februari yang mendorong minat beli lewat peluncuran model baru dan berbagai promosi," lanjut Yannes.
Ia menambahkan, kebijakan subsidi pajak untuk kendaraan ramah lingkungan, baik EV maupun HEV yang mendapat insentif PPnBM DTP (Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah) juga mendukung positifnya penjualan mobil baru pada periode Februari 2025.
"Selain insentif tersebut, peluncuran mobil-mobil baru dengan fitur teknologi terkini, suku bunga yang kompetitif, program DP (Down Payment) rendah dari leasing dan bank, serta kehadiran lebih banyak model mobil asal China, Vietnam dan Korea Selatan di segmen LCGC dengan fitur yang lebih lengkap turut mendorong tren ini," tutup Yannes.
Kenaikan Penjualan Mobil Baru Tidak Mencerminkan Perbaikan Daya Beli
Penjualan mobil baru di Indonesia periode Februari 2025 mengalami pertumbuhan 16,7 persen dibanding Januari lalu.
Selain itu, jumlah penjualan pada Februari 2025 juga terhitung naik 2,15 persen dari periode yang sama di tahun 2024 yang sebanyak 70.772 unit.
Ibrahim Assuaibi, Pengamat Pasar Uang mengatakan, naiknya penjualan mobil baru dipicu momen yang berdekatan dengan bulan Ramadan hingga persiapan Lebaran.
Sehingga berbagai lembaga pembiayaan melancarkan strategi pasar tertentu demi menarik minat konsumen akan kendaraan, salah satunya lewat uang muka rendah.
"Kenaikan penjualan mobil baru di bulan Februari ini karena memasuki bulan Ramadan. Yang kedua memang leasing-leasing ini sedang melakukan strategi agar bagaimana produk otomotif ini, terutama roda 4 serta roda 2 kembali bergairah dengan cara memberikan DP yang begitu murah," ujarnya saat dihubungi KabarBursa.com, beberapa waktu lalu.
Ibrahim menyebut, kenaikan penjualan mobil baru ini perlu dicermati kembali karena terjadi di tengah banyaknya PHK (Pemutusan Hubungan Kerja), penurunan kelas menengah, serta daya beli masyarakat.
"Sekarang dengan DP Rp1 juta, konsumen bisa mengambil kendaraan dengan cicilan bisa 5 tahun atau lebih. Ini yang dimanfaatkan oleh masyarakat. Lalu pada saat masyarakat kelas menengah ada yang kena PHK, pasti mereka mempunyai alternatif lewat pesangon atau pencairan BPJS tenaga kerja dari Depnaker. Dana ini lah yang dipikir masyarakat bisa digunakan untuk membeli kendaraan," terangnya.
"Lalu karena ada yang tidak bekerja lagi. Pembelian kendaraan ini dimanfaatkan konsumen untuk menjadi driver atau ojek online. Banyak yang terjadi seperti itu dan di tengah jalan, usaha ini ada yang berhasil dan banyak juga yang gagal. Karena sebaiknya driver online ini idealnya untuk kerja sampingan saja," tambah Ibrahim.
Lebih lanjut, perilaku gengsi dari sebagian orang menjelang Lebaran juga turut mengerek penjualan mobil baru.
"Jelang mudik Lebaran biasanya orang ingin terlihat bergengsi. Mereka mau pulang kampung bawa mobil baru tapi tidak memikirkan bagaimana risiko ke depannya. Nah, ini sangat biasa terjadi dari dulu. Jadi, fenomena mereka beli unit, kemudian dalam jangka waktu 3 bulan hingga 6 bulan, ditarik oleh leasing," ucap Ibrahim.
Menurutnya, tindakan konsumtif tanpa mempedulikan dampak keuangan tersebut, akan semakin membahayakan situasi ekonomi masyarakat kelas menengah atau di bawahnya yang kini sedang goyah.
"Debt collector mobil atau motor di jalan ini makin banyak. Dari hasil penelusuran saya, untuk wilayah Jakarta Barat saja di satu kelurahan, bisa ada ratusan motor yang mereka nunggak atau gagal bayar. Tapi bisa dilihat kredit ini jadi satu-satunya cara bagi kelas menengah untuk punya kendaraan baru," jelas Ibrahim.