KABARBURSA.COM - Pengamat Otomotif Yannes Martinus Pasaribu menilai kebijakan pemerintah Indonesia dalam elektrifikasi kendaraan roda empat masih berada di tahap dasar.
Sebab menurutnya, mobil listrik di masa depan belum tentu akan menggantikan mobil bermesin konvensional secara keseluruhan.
"Efektivitas kebijakan pemerintah dalam mendorong adopsi kendaraan listrik di Indonesia masih dalam tahap peletakan pondasi (baseline) pertumbuhan segmentasi pasar BEV (Battery Electric Vehicle) sebagai sebuah paradigma yang baru, apakah kelak akan berjalan bersama dengan ICE (Internal Combustion Engine) berikut varian teknologi mobil hybrid atau bahkan menggantikannya di masa depan?," ujarnya saat dihubungi KabarBursa.com, Selasa 25 Februari 2025.
Namun Yannes memandang, kebijakan pemerintah untuk mempercepat penerapan mobil listrik kini mulai berdampak positif.
"Insentif fiskal seperti pembebasan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) dan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) rendah terbukti meningkatkan penjualan BEV secara signifikan. Namun, ini masih terpusat untuk konsumen di segmen menengah atas untuk saat ini," ucapnya.
Perkembangan populasi mobil listirk di Tanah Air cukup terlihat dalam dua tahun terakhir.
Berdasarkan data penjualan dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), penjualan mobil listrik secara wholesales atau dari pabrik ke dealer di tahun 2024 mencapai 43.188 unit.
Sementara penjualan mobil listrik secara wholesales tahun 2033, tercatat sebanyak 17.051 unit.
Jika ditarik lagi ke belakang, tepatnya sepanjang tahun 2020, penjualan mobil listrik masih berada di angka 125 unit.
Meski pertumbuhannya terlihat signifikan, kontribusi penjualan mobil listrik di tahun 2024 masih terbilang kecil yakni dengan pangsa pasar sebesar 4,98 persen dari total penjualan mobil baru di tahun tersebut yang sebanyak 865.723 unit.
Tantangan Perkembangan SPKLU di Indonesia
Selanjutnya, perkembangan adopsi mobil listrik tentu tidak terlepas dari ekosistem pendukungnya, salah satunya Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) yang dibutuhkan dalam pengisian baterai sebagai sumber daya penggeraknya.
Keberadaan SPKLU juga perlu merata agar penggunaan mobil listrik berbasis baterai tidak terpusat di kota-kota besar saja.
Oleh sebab itu, Yannes menyebut bahwa pengembangan fasilitas pengecasan mobil listrik ini masih memiliki sejumlah tantangan.
"Tantangan utama pengembangan infrastruktur SPKLU ada pada biaya investasi yang tinggi khususnya untuk jenis fast charging. Belum lagi keterbatasan lahan yang ada di kawasan perkotaan, perizinan yang tampaknya masih cukup rumit, kesiapan jaringan listrik, standar charger dan soket yang begitu banyak pada merek BEV, perlu diseragamkan dengan charge pada SPKLU," sebutnya.
Pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung ini mengatakan, ada sejumlah langkah yang bisa dilakukan untuk mengatasi tantangan tersebut.
"Untuk mengatasi biaya investasi, bisa dengan skema public-private partnership, insentif fiskal dari pemerintah yang lebih diperkuat lagi, dan berbagi infrastruktur dapat diterapkan. Tapi ini perlu kolaborasi lintas pemangku kepentingan yang lebih cair," papar Yannes
"Sementara keterbatasan lahan untuk SPKLU di perkotaan bisa diatasi dengan terus memanfaatkan fasilitas yang sudah ada seperti di SPBU, pusat perbelanjaan, gedung parkir, serta memanfaatkan lahan tidak terpakai milik pemerintah. Hal tersebut juga perlu kerja sama dengan berbagai pihak terkait. Sementara unruk perizinan yang rumit perlu disederhanakan melalui program one-stop service dan regulasi yang jelas, namun ini juga tidak mudah," tambahnya.
Selanjutnya, SPKLU dan soket charger mobil listrik dari berbagai merek di Indonesia juga perlu diterapkan standar untuk memudahkan penggunaan mobil listrik sehari-hari.
"Standar dan kompatibilitas soket BEV dan SPKLU harus diseragamkan. Di samping mengacu pada standar internasional, juga harus memastikan sebanyak mungkin soket yang seragam antara yang terpasang dengan SPKLU dan yang ada pada sebanyak mungkin BEV," jelas Yannes.
Sementara untuk kesiapan jaringan listrik, juga perlu ditingkatkan melalui investasi PT PLN (Persero) sebagai penyedia listrik di Indonesia.
"Investasi tersebut bisa dengan teknologi Smart Grid dan Distributed Generation dari PLN. Selain itu, edukasi publik dan kolaborasi antar pemangku kepentingan juga penting untuk mempercepat adopsi kendaraan listrik dan mendukung pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan. Misalnya penerapan model kawasan khusus untuk pengguna BEV seperti yang terjadi di Jakarta dan kota besar lainnya di Indonesia," pungkas Yannes.
Jumlah SPKLU Mobil Listrik PLN
Berdasarkan data yang dihimpun PT PLN (Persero) hingga Desember 2024, PLN Sudah menyediakan 3.233 unit SPKLU yang diperuntukan untuk mobil listrik. Jumlahnya meningkat 11,6 persen dibanding periode yang sama pada tahun 2021.
Sementara jumlah sisanya adalah milik PLN.
Sementara untuk wilayah persebarannya, SPKLU terbanyak masih berada di di Pulau Jawa dengan 2.211 unit, Sumatera dengan 410 SPKLU, Bali dan Nusa Tenggara sebanyak 217 unit, Kalimantan sebanyak 209 unit, Sulawesi dengan 139 unit, lalu di Papua terdapat 25 SPKLU, dan Maluku dengan 22 unit.
Selain itu, keberadaan SPKLU PLN bisa diketahui lewat fitur Road Trip Planner di aplikasi PLN Mobile. (*)