KABARBURSA.COM - Belum lama ini terdapat sejumlah kejadian pecah ban kendaraan pribadi dan niaga di Jalan Tol Cipali. Kejadian pecah ban karena lubang jalan di Tol Cipali sempat viral di media sosial. Akibatnya sejumlah kendaraan berjejer menepi di bahu ruas tol.
“Hati-hati pemudik dan pelancong libur panjang kali ini, Cipali banyak jalan berlubang parah, ini salahsatunya di KM 136. Daritadi banyak yang berhenti karena pecah ban,” tulis keterangan video yang diunggah akun X @ranggaarahman pada 24 Januari 2025.
Beragam komentar dilontarkan oleh para Netizen atas kejadian viral tersebut yang terekam dalam video singkat, salah satunya tentang cara mengajukan ganti rugi terhadap pengelola tol.
Hal tersebut juga disoroti Bambang Widjanarko, Tire & Rim Consultant dari Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (APTRINDO) Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta.
Menurut Bambang, ban kendaraan tidak didesain pabrikan untuk kebal dari benturan dari lubang, melainkan hanya menawarkan umur pemakaian yang relatif panjang.
“Perlu saya klarifikasi di sini, bahwa tidak ada satu pun produk ban yang sengaja di desain oleh pabriknya agar tahan perhadap benturan (impact resistance). Yang ada hanya ban yang tahan untuk pemakaian jangka panjang (wear resistance) dan ban yang tahan terhadap tusukan dan goresan (cut and tear resistance),” ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima kabarbursa.com, Minggu 2 Februari 2025.
Ketahanan Ban dari Benturan
Perlu digaris bawahi, ban kendaraan yang berbahan dasar karet juga dianggap tetap akan kalah kuat dengan material perkerasan jalan seperti batu, beton, atau besi atau paku yang kerap menancap pada kasus ban bocor.
“Pada ban yang tahan terhadap tusukan dan goresan, itupun tidak seluruhnya berlaku, mengingat bahwa karet compound sebagai bahan baku ban secara dalil fisika pasti akan kalah kuat dibanding besi atau batu. Jadi ban apapun yang menghantam bibir lubang dan benda padat lainnya di sepanjang jalan seperti batu, besi atau trotoar pasti akan mengalami kerusakan,” jelasnya.
Kemudian untuk jenis ban yang dirancang lebih kuat lagi seperti untuk keperluan kendaraan taktis atau armada perang, juga memiliki keterbatasan saat menghantam lubang.
“Bahkan ban dengan tingkat kekerasan seperti ban untuk keperluan militer (militairy purpose) pun, tidak di desain secara khusus untuk menghantam lubang,” kata Bambang.
Ia menilai, kejadian pecah ban atau pelek kendaraan juga kerap terjadi, terutama pada musim penghujan seperti sekarang ini.
Bambang menyebut, sebelum adanya jalan Tol Trans Jawa, kasus pecah ban dan pelek mobil dan motor pada musim penghujan lebih sering dialami dibanding musim panas. Namun, sejak tersambungnya Tol Trans Jawa, kasus tersebut dianggap sudah jauh berkurang.
“Dahulu setiap musim penghujan tiba, pasti penjualan ban dan velg selalu meningkat, karena para pengendara menghindari insiden aquaplaning atau hilang kendali saat melaju di atas genangan air dan akhirnya banyak yang rodanya membentur bibir pada lubang di jalan,” jelasnya.
Bambang juga menyebut, kasus-kasus yang kerap terjadi saat ban membentur bibir lubang jalan dikenal dengan istilah impact burst (benturan), cut burst (terpotong) dan run flat (kehabisan udara) di kalangan teknisi ban.
“Tapi, bukan berarti semua kendaraan tidak boleh melintasi jalanan rusak dan bebatuan. Hal ini boleh saja, karena yang tidak boleh adalah menghantam lubang di jalan, kalau melindas (lubang) boleh saja,” katanya.
Lebih jelasnya, kedua hal tersebut dianggap berbeda dalam segi dampak yang ditimbulkan pada ban atau pelek kendaraan.
“Jelas ada perbedaan jelas antara menghantam lubang dengan melindas lubang. Menghantam lubang terjadi karena pengemudi dikejutkan oleh kemunculan lubang secara tiba-tiba pada kecepatan tinggi, sedangkan melindas adalah melintasi lubang secara perlahan-lahan,” paparnya.
Sehingga setiap pengendara mobil maupun motor sebaiknya perlu ekstra hati-hati saat menemui jalanan rusak saat menempuh perjalanan. Selain itu pengendara juga perlu menurunkan kecepatan kendaraan untuk mengantisipasi ban pecah karena menghantam lubang.
"Jika pengemudi sudah mengetahui adanya jalanan rusak, maka secara otomatis dia akan menurunkan kecepatannya ketika melintasinya," pungkas Bambang.
Di samping mencegah pecah ban atau menghantam lubang, menjaga kecepatan kendaraan juga penting untuk keselamatan berkendara, baik itu untuk keselamatan diri sendiri maupun pengendara lain di jalan tol maupun jalan raya.
Karena itu, batas kecepatan kendaraan juga diatur pemerintah melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 111 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penetapan Batas Kendaraan.
Pada Pasal 3 regulasi tersebut, menetapkan batas kecepatan di jalan tol paling rendah 60 kilometer per jam, sedangkan tertinggi 100 kilometer per jam. Sementara untuk jalan antarkota maksimal 80 kilometer per jam dan di kawasan perkotaan paling tinggi 50 kilometer per jam. (*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.