Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Harga Minyak Dunia Jeblok, China dan Kebijakan Trump Jadi Biang Kerok

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 16 November 2024 | Penulis: Moh. Alpin Pulungan | Editor: Redaksi
Harga Minyak Dunia Jeblok, China dan Kebijakan Trump Jadi Biang Kerok

KABARBURSA.COM - Harga minyak dunia anjlok lebih dari 2 persen pada Jumat, 15 November 2024, tertekan oleh kekhawatiran lemahnya permintaan minyak dari China dan potensi melambatnya pemangkasan suku bunga Federal Reserve (The Fed).

Mengutip Reuters, harga minyak mentah Brent merosot USD1,52 atau 2,09 persen menjadi USD71,04 per barel. Sementara itu, minyak West Texas Intermediate (WTI) terperosok USD1,68 atau 2,45 persen menjadi USD67,02 per barel. Dalam sepekan terakhir, harga Brent terkoreksi sekitar 4 persen, sedangkan WTI anjlok sekitar 5 persen.

Dampak Lemahnya Ekonomi China

Data Biro Statistik Nasional China menunjukkan kilang minyak di negara itu pada Oktober mengolah 4,6 persen lebih sedikit minyak dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penutupan sejumlah kilang dan penurunan operasional di kilang kecil independen menjadi penyebab utamanya.

Selain itu, pertumbuhan output pabrik China melambat, sementara masalah di sektor properti masih belum menemukan solusi. Situasi ini memicu kekhawatiran investor terhadap ekonomi China sebagai pengimpor minyak mentah terbesar dunia.

“Tekanan dari China terus berlanjut, dan setiap stimulus dari pemerintah mereka bisa terhambat oleh kebijakan tarif baru dari administrasi Trump,” ujar John Kilduff, mitra di Again Capital, New York.

Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, berencana mencabut status negara paling disukai China dan memberlakukan tarif lebih dari 60 persen untuk barang impor China, jauh lebih tinggi dibandingkan kebijakan di periode pertama kepemimpinannya.

Goldman Sachs Research bahkan menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi China untuk 2025, mengantisipasi dampak signifikan dari kenaikan tarif tersebut.

Permintaan Minyak Global Tertekan

Harga minyak semakin terbebani pekan ini setelah beberapa lembaga utama menurunkan proyeksi permintaan minyak global. Direktur Eksekutif Badan Energi Internasional (IEA), Fatih Birol, dalam KTT COP29 menyatakan permintaan minyak melemah, dipicu perlambatan ekonomi China dan meningkatnya penetrasi mobil listrik.

IEA memperkirakan pasokan minyak global akan melampaui permintaan lebih dari 1 juta barel per hari pada 2025, bahkan jika OPEC+ tetap menjalankan kebijakan pemangkasan produksi. OPEC sendiri telah memangkas proyeksi pertumbuhan permintaan minyak untuk tahun ini dan 2025, mencerminkan lemahnya konsumsi di China, India, dan kawasan lain.

Pengaruh Data Ekonomi AS

Data ekonomi Amerika Serikat menunjukkan penjualan ritel pada Oktober sedikit lebih tinggi dari perkiraan, memberikan sinyal awal yang kuat untuk kuartal keempat. “Data ini cukup solid, memberikan stabilitas pada pandangan permintaan minyak di AS,” kata Kilduff.

Namun, data tersebut juga memicu perdebatan di antara pembuat kebijakan The Fed mengenai kecepatan pemangkasan suku bunga di pertemuan Desember mendatang. Meskipun suku bunga yang lebih rendah biasanya mendorong pertumbuhan ekonomi dan permintaan bahan bakar, Ketua The Fed Boston, Susan Collins, menyatakan belum sepenuhnya menutup kemungkinan pemangkasan suku bunga pada Desember.

“Melihat data ini, tidak ada alasan bagi The Fed untuk terburu-buru. Peluang pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin pada Desember kini turun ke kisaran 50 hingga 60 persen,” ujar Tim Snyder, kepala ekonom Matador Economics.

Bergerak Variatif

Harga minyak dunia sebelumnya menunjukkan dinamika pergerakan yang variatif pada perdagangan Kamis, 14 November waktu AS atau Jumat waktu Indonesia. Berdasarkan data Investing, minyak mentah Brent, yang menjadi acuan utama harga minyak global, mencatat kenaikan sebesar 0,15 persen atau naik 0,11 dolar AS menjadi 72,39 dolar AS per barel.

Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) justru melemah tipis 0,01 persen atau turun 0,01 dolar AS ke level 68,61 dolar AS per barel.

Minyak Brent Menguat Terbatas di Tengah Volatilitas

Minyak Brent dibuka di harga USD72,43, sama dengan harga penutupan sebelumnya. Sepanjang sesi perdagangan, Brent bergerak dalam rentang harian 71,79 hingga 73,22 dolar AS. Namun, dalam jangka waktu setahun terakhir, harga Brent telah terkoreksi 12,16 persen.

Dalam konteks jangka panjang, Brent masih jauh dari level tertingginya selama 52 minggu terakhir di angka 91,18 dolar AS. Saat ini, harga Brent berada lebih dekat dengan level terendah 52 minggu di angka 68,29 dolar AS.

Pergerakan Terbatas dan Tekanan Tahunan

Minyak mentah WTI juga mencatat pergerakan terbatas pada sesi perdagangan terakhir. Dibuka di 68,56 dolar AS, WTI bergerak dalam rentang harga yang sangat sempit, yaitu USD68,56 hingga USD68,64. Koreksi tahunan pada WTI bahkan lebih tajam dibandingkan Brent, yakni mencapai 12,71 persen.

Dalam jangka waktu 52 minggu terakhir, WTI mencatatkan rentang harga antara 65,27 dolar AS sebagai level terendah dan 87,67 dolar AS sebagai level tertinggi. Penurunan ini menunjukkan bagaimana pasar energi masih menghadapi berbagai tantangan struktural, termasuk tekanan dari pasokan dan permintaan global.(*)