Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Cara Menteri PKP Sediakan Rumah Murah untuk Rakyat Berpenghasilan Rendah

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 15 November 2024 | Penulis: Ayyubi Kholid | Editor: Redaksi
Cara Menteri PKP Sediakan Rumah Murah untuk Rakyat Berpenghasilan Rendah

KABARBURSA.COM - Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait optimis harga rumah bagi masyarakat bisa segera mengalami penurunan. Hal ini dimungkinkan melalui potongan pajak dan penghapusan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Menurut Maruarar, penurunan harga rumah memerlukan implementasi langkah konkret dalam waktu dekat, seperti penyederhanaan perizinan dan pemberian insentif pajak. Salah satu langkah prioritas adalah pembahasan penghapusan BPHTB bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

“Perlu dilakukan pertemuan dengan Biro Hukum Kemendagri untuk menyusun draft Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri," kata Maruarar Sirait, Jumat, 15 November 2204

Selain penghapusan BPHTB, telah disepakati pula berbagai kemudahan perizinan untuk pembangunan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Di antaranya percepatan penerbitan Persetujuan Bangunan Gedung menjadi hanya 10 hari dan penyederhanaan proses perizinan lainnya.

"Mendagri bahkan telah menyampaikan kepada saya bahwa jika ada hal lain yang diperlukan untuk memperlancar Program 3 Juta Rumah, itu bisa segera diusulkan," ujar Ara, panggilan akrabnya.

Lebih lanjut, Maruarar menjelaskan, bahwa Kementerian PKP juga menjalin koordinasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk mengupayakan insentif pajak, termasuk penghapusan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) khusus untuk rumah MBR.

"Selain itu, efisiensi juga menjadi fokus utama, salah satunya melalui sistem pembelian terpusat untuk bahan material. Kami akan melibatkan instansi terkait, seperti Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), untuk mendukung langkah ini," pungkasnya.

Menteri PKP Bertemu Dirut BTN

Sebelumnya, Menteri PKP Maruarar Sirait melakukan pertemuan dengan Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN), Nixon Napitupulu. Keduanya membahas Program 3 Juta Rumah yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto. Pertemuan ini berlangsung pada Jumat, 8 November 2024, di Menara BTN, Jakarta.

Nixon Napitupulu mengatakan bahwa pertemuan ini merupakan yang keenam kalinya antara dirinya dan Maruarar sejak koleganya tersebut dilantik menjadi Menteri PKP.

Dalam kesempatan tersebut, Nixon mengungkapkan bahwa pembicaraan kali ini lebih fokus pada upaya mengoptimalkan akses masyarakat terhadap Kredit Perumahan Rakyat (KPR).

“Ini pertemuan yang keenam antara saya dengan Pak Ara (Maruarar Sirait),” ujar Nixon usai pertemuan tersebut.

Maruarar Sirait meminta agar BTN dapat memberikan solusi agar masyarakat lebih mudah mengakses KPR, salah satunya dengan mengusulkan keringanan pajak untuk sektor perumahan rakyat. Nixon menjelaskan beberapa usulan yang diajukan, termasuk pengecualian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11 persen untuk rumah rakyat, penghapusan Pajak Penghasilan (PPH) 2,5 persen, serta retribusi 2,5 persen yang seringkali menjadi beban pengembang.

“Dengan adanya keringanan pajak ini, kami berharap biaya produksi para pengembang dapat turun hingga 21 persen, sehingga harga KPR bisa lebih terjangkau bagi masyarakat,” ujar Nixon.

Semakin Banyak Kaum Milenial Manfaatkan KPR

Di kesempatan berbeda, Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (BTN) Nixon LP Napitupulu menyebutkan bahwa kenaikan jumlah pemilik rumah dari kalangan milenial dan pekerja sektor informal menjadi bukti keberhasilan sektor perumahan dalam memberikan akses kepemilikan rumah bagi kelompok yang selama ini dianggap sulit mengakses pembiayaan.

“Terutama untuk pekerja sektor informal, dapat kita bayangkan jika tidak ada program rumah subsidi, mereka tidak akan bisa membeli rumah,” kata Nixon saat ditemui di Menara BTN 1, Jakarta, Jumat, 8 November 2024 malam.

Namun, meskipun ada kabar baik mengenai peningkatan akses kepemilikan rumah, Nixon tidak menampik bahwa sektor perumahan masih dihadapkan pada sejumlah persoalan mendasar yang perlu segera diatasi. Salah satu yang paling krusial adalah masalah backlog perumahan, yang menurut data pemerintah, masih mencapai sekitar 9,9 juta unit.

Kata Nixon, hal ini menjadi perhatian besar, mengingat bahwa lebih dari 50 persen dari masyarakat miskin di Indonesia masih tinggal di rumah yang tidak layak huni.

Di kesempatan tersebut, Nixon juga mengungkapkan keprihatinannya terkait tingginya jumlah rumah yang masih tidak layak huni. Berdasarkan data dari Perusahaan Listrik Negara (PLN), sekitar 24 juta rumah di Indonesia teridentifikasi masih dalam kondisi tidak layak huni, yang menambah panjang daftar tantangan yang harus segera diselesaikan oleh sektor perumahan.

“Masalah backlog yang mencapai 9,9 juta unit ini perlu perhatian serius. Sektor perumahan Indonesia belum mampu menciptakan stok rumah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sebagian besar masalah ini terkait dengan kemampuan daya beli masyarakat, dan kurangnya program rumah subsidi yang tepat sasaran,” ujar Nixon.

BTN, sebagai salah satu lembaga keuangan yang berperan penting dalam pembiayaan sektor perumahan, mencatat sejumlah masalah yang masih menghambat tercapainya penyelesaian masalah tersebut. Salah satunya adalah pendataan kebutuhan rumah yang masih belum efisien.

Menurutnya, sistem yang ada saat ini, yaitu dengan menggunakan metode “by name, by address”, dinilai belum sepenuhnya efektif dalam memastikan siapa saja yang benar-benar membutuhkan rumah subsidi.

Selain itu, tumpang tindih peraturan yang ada di tingkat pusat dan daerah juga menjadi penghalang besar dalam upaya menyediakan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Menurut Nixon, perencanaan tata ruang yang tidak sinkron antara pemerintah pusat dan daerah juga memperburuk situasi. Banyak daerah yang menghadapi kendala dalam penyediaan lahan yang sesuai dengan regulasi dan rencana pembangunan perumahan yang ada. Hal ini menjadi hambatan bagi pengembang untuk bisa segera mengatasi masalah kekurangan rumah, terutama bagi masyarakat yang membutuhkan hunian layak dengan harga terjangkau.

BTN menyarankan sejumlah langkah yang bisa diambil untuk mempercepat penyelesaian masalah perumahan di Indonesia. Salah satunya adalah dengan menyusun data yang lebih akurat dan tepat sasaran mengenai siapa saja yang benar-benar membutuhkan rumah subsidi. Pendataan yang lebih efisien akan mempermudah distribusi bantuan dan memastikan bahwa rumah subsidi dapat disalurkan tepat kepada yang membutuhkan.

Selain itu, Nixon juga menekankan pentingnya keselarasan antara perencanaan pembangunan perumahan dengan kebijakan tata ruang di daerah dan pusat. Sinkronisasi ini akan mempermudah proses pengadaan lahan yang dibutuhkan untuk pembangunan rumah, serta menghindari tumpang tindih regulasi yang dapat menghambat progres sektor perumahan. (*)