KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 13 poin atau turun 0,18 persen pada perdagangan Rabu, 13 November 2024, di level 7.308.
Data perdagangan RTI Business menunjukkan pergerakan IHSG hari ini cukup bervariasi, dengan level tertinggi mencapai 7.370 dan terendah di angka 7.304. Di akhir perdagangan, sebanyak 293 saham menguat, 298 saham mengalami penurunan, dan 200 saham stagnan.
Melansir data dari Stockbit, sejumlah saham mencatatkan kenaikan signifikan di antaranya:
Namun, sejumlah saham juga mengalami penurunan tajam, termasuk VISI (-25,00 persen), DSNG (-17,88 persen), BDKR (-13,67 persen), KEJU (-13,11 persen), dan DAYA (-10,79 persen).
Dari sisi sektoral, mayoritas sektor terlihat melemah. Sektor-sektor yang mengalami koreksi paling dalam adalah non-cyclical (-1,79 persen), properti (-1,56 persen), dan infrastruktur (-0,52 persen).
Sebaliknya, ada empat sektor yang mencatatkan penguatan, yakni teknologi (+1,35 persen), cyclical (+0,52 persen), finance (+0,51 persen), dan industri (+0,26 persen).
Pergerakan IHSG juga tercermin dari dinamika pasar global, yang terlihat tertekan setelah pemilu AS.
Indeks utama di Wall Street, seperti Dow Jones Industrial Average, S&P 500, dan Nasdaq Composite, mencatatkan penurunan pada Selasa, 12 November 2024.
Dow Jones, yang turun 382,15 poin atau 0,86 persen, mengakhiri reli lima hari berturut-turut. S&P 500 dan Nasdaq Composite juga ikut melemah masing-masing 0,29 persen dan 0,09 persen.
Saham-saham yang tergolong dalam Trump Trade, yang sebelumnya diuntungkan oleh kebijakan ekonomi pro-pertumbuhan, menjadi yang paling terdampak.
Saham berkapitalisasi kecil, seperti Russell 2000, yang diharapkan mendapat keuntungan dari kemenangan Trump, justru anjlok hingga 1,8 persen. Saham-saham perusahaan besar juga tidak luput dari tekanan, seperti Tesla yang jatuh 6,1 persen setelah sempat naik 31 persen pasca pemilu.
Kepala Investasi di Siebert Mark Malek, mengungkapkan bahwa pasar mungkin terlalu cepat mengantisipasi kemenangan Trump. Setelah euforia pasca-pemilu mereda, pasar mulai kembali fokus pada tantangan ekonomi, seperti masalah utang dan defisit yang menjadi perhatian utama.
“Pasar merasa sedikit kelebihan beban, dan ini memberi alasan bagi investor untuk berhenti sejenak,” ujarnya.
Kurs rupiah juga ditutup melemah tipis terhadap dolar AS, seiring dengan antisipasi pasar terhadap rilis data inflasi Amerika Serikat (AS) untuk bulan Oktober 2024 yang dijadwalkan akan diumumkan malam ini (WIB).
Mengutip data Bloomberg International, pada pukul 15:00 WIB, rupiah tercatat berada di level Rp15.784 per dolar AS, melemah sebesar 3 poin atau 0,02 persen dibandingkan dengan penutupan pada hari Selasa, 12 November 2024, yang berada di level Rp15.781 per dolar AS.
Meskipun pelemahan ini terbilang sangat tipis, namun sentimen pasar yang hati-hati menjelang rilis data inflasi AS cukup terlihat.
Menurut Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi, penguatan indeks dolar AS hari ini mencerminkan kehati-hatian pelaku pasar menjelang pengumuman data inflasi konsumen (CPI) di AS untuk bulan Oktober 2024.
Para investor dan pelaku pasar global saat ini sangat menantikan angka inflasi tersebut, karena hasilnya dapat memberikan petunjuk lebih lanjut terkait kebijakan moneter yang akan diambil oleh Federal Reserve (The Fed).
Inflasi yang diperkirakan akan tetap stabil untuk bulan Oktober 2024 dapat menjadi pertanda buruk bagi harapan pelaku pasar yang menginginkan adanya pelonggaran moneter berkelanjutan dari The Fed.
Pelonggaran moneter tersebut, yang meliputi pemangkasan suku bunga, sudah sangat dinantikan oleh pasar untuk meredakan ketegangan ekonomi global pasca-pandemi dan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
Menguatnya indeks dolar AS hari ini mengindikasikan bahwa pelaku pasar masih lebih memilih aset yang dianggap lebih aman (safe haven), seperti dolar AS, sementara menunggu kepastian dari data inflasi tersebut. Indeks dolar AS tercatat menguat tajam, yang juga turut memberikan tekanan terhadap mata uang lainnya, termasuk rupiah.
Selain itu, ketegangan geopolitik yang terus berkembang, ditambah dengan kebijakan ekonomi pro-pertumbuhan yang diharapkan dari pemerintahan Trump, semakin memperburuk ketidakpastian pasar.
Investor cenderung berhati-hati dan menjaga posisi mereka untuk melihat perkembangan lebih lanjut terkait kebijakan moneter dan fiskal yang akan diambil oleh The Fed dan pemerintahan AS ke depan.
Data inflasi AS yang akan diumumkan malam ini diperkirakan tetap stabil di level yang relatif tinggi, yang akan memberikan indikasi lebih lanjut tentang arah kebijakan The Fed.
Jika inflasi AS tidak menunjukkan penurunan yang signifikan, pasar dapat diperkirakan bahwa The Fed akan mempertahankan kebijakan suku bunga yang ketat, yang bisa memberikan tekanan lebih lanjut pada nilai tukar rupiah.
Dengan proyeksi tersebut, penguatan dolar AS kemungkinan akan berlanjut, sementara rupiah dan mata uang negara berkembang lainnya bisa kembali tertekan, terutama jika The Fed memutuskan untuk tetap agresif dalam kebijakan moneternya.
Hari ini, rupiah ditutup melemah tipis, dengan sentimen pasar yang diliputi ketidakpastian menjelang rilis data inflasi AS untuk bulan Oktober 2024. Penguatan dolar AS dan antisipasi terhadap keputusan Federal Reserve terkait suku bunga menjadi faktor utama yang mempengaruhi pergerakan mata uang global, termasuk rupiah.
Kemenangan Donald Trump dalam pemilu AS juga menambah dimensi ketidakpastian, dengan potensi kebijakan fiskal yang lebih ekspansif yang dapat memicu inflasi lebih tinggi dan mempengaruhi kebijakan moneter AS. Pasar kini menunggu bagaimana data inflasi akan mempengaruhi keputusan The Fed dan menentukan arah kebijakan moneternya di masa depan.
Dengan volatilitas yang tinggi dan ketidakpastian yang masih ada, pelaku pasar di Indonesia dan global harus terus memantau perkembangan ini untuk mengantisipasi dampaknya terhadap nilai tukar rupiah dan aset-aset lainnya.(*)