KABARBURSA.COM - Harga minyak turun lebih dari 2 persen pada Senin, 11 November 2024 setelah rencana stimulus terbaru China mengecewakan investor yang mengharapkan pertumbuhan permintaan dari negara konsumen minyak terbesar kedua di dunia, sementara pasokan diperkirakan akan meningkat pada 2025.
Dilansir Reuters, kontrak berjangka minyak Brent ditutup di USD71,83 per barel, turun USD2,04 atau 2,76 persen. Sementara itu, kontrak berjangka minyak Amerika Serikat (AS) West Texas Intermediate (WTI) ditutup di USD68,04 per barel, turun USD2,34 atau 3,32 persen. Kedua harga acuan ini juga turun lebih dari 2 persen pada hari Jumat, 8 November 2024.
Kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS mungkin masih memengaruhi pasar, kata Phil Flynn, analis senior dari Price Futures Group. "Pemilu dengan janji Trump untuk 'bor, baby, bor' telah mengurangi beberapa dorongan untuk melakukan investasi jangka panjang," kata Flynn.
Indeks dolar AS, yang mengukur nilai dolar terhadap sekelompok mata uang asing, sedikit melampaui puncaknya yang tercatat setelah pemilihan presiden AS minggu lalu, dengan pasar masih menunggu kejelasan tentang kebijakan AS di masa depan. Dolar yang lebih kuat membuat komoditas yang dihargakan dalam dolar AS, seperti minyak, menjadi lebih mahal bagi pemegang mata uang lain dan cenderung menekan harga.
Menurut Giovanni Staunovo, analis UBS, langkah pemerintah China yang menyiapkan bantuan utang untuk pemerintah daerah dinilai tidak efektif dalam mendorong peningkatan permintaan minyak.
“Sebagian pasar mungkin berharap stimulus yang lebih besar dari China. Kekecewaan ini menekan harga minyak sejak pagi tadi,” kata Staunovo.
Tekanan deflasi dalam perekonomian China menjadi salah satu faktor utama yang menekan harga minyak tahun ini. Data menunjukkan impor minyak mentah China terus menurun selama enam bulan berturut-turut hingga Oktober.
Di China, harga konsumen naik pada laju terendah dalam empat bulan pada Oktober, sementara deflasi harga produsen semakin dalam, menurut data yang dirilis pada Sabtu, meskipun Beijing terus meningkatkan stimulus untuk mendukung ekonomi yang lesu.
"Angka inflasi China lagi-lagi lemah, dengan pasar khawatir akan deflasi, terutama karena perubahan tahunan dalam indeks harga produsen semakin dalam ke wilayah negatif. Momentum ekonomi China tetap negatif," kata Achilleas Georgolopoulos, analis pasar di broker XM.
Bank of America Securities mengatakan dalam catatan pada Senin, 10 November 2024 bahwa pasokan minyak non-OPEC diperkirakan akan tumbuh 1,4 juta barel per hari (bpd) pada 2025 dan 900.000 bpd pada 2026.
"Pertumbuhan non-OPEC yang signifikan tahun depan dan paket stimulus China yang kurang meyakinkan kemungkinan besar akan menyebabkan inventaris membengkak meskipun tanpa peningkatan dari OPEC+," tulis Bank of America.
Pada akhir September, OPEC+ mengatakan akan meningkatkan pasokan pada Desember sebesar 180.000 bpd, tetapi awal bulan ini, kesepakatan dicapai di antara negara-negara anggota dan sekutunya untuk menunda ekspansi pasokan hingga Januari.
Regulator produksi lepas pantai AS mengatakan 25,7 persen dari produksi minyak mentah dan 13 persen dari produksi gas alam masih terhenti akibat Badai Rafael, yang pada Senin sudah hancur dan hanya tersisa badai sisa di tengah Teluk Meksiko.
Harga minyak dunia turun lebih dari dua persen pada Jumat, 8 November 2024. Mengutip Reuters, penurunan ini terjadi seiring meredanya kekhawatiran pasar perihal gangguan produksi akibat Badai Rafael di Teluk Meksiko, serta tanggapan negatif terhadap paket stimulus ekonomi terbaru dari China.
Harga minyak Brent turun USD1,76 menjadi USD73,87 per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) di AS memimpin penurunan dengan merosot USD 1,98 atau 2,7 persen ke USD70,35 per barel.
Produsen energi di Teluk Meksiko sempat menutup lebih dari 23 persen produksi minyak mereka untuk mengantisipasi Badai Rafael. Namun, perkiraan terbaru menunjukkan risiko gangguan produksi mulai menurun. “Ancaman gangguan pasokan akibat Badai Rafael berkurang, badai diprediksi hanya akan bergerak di tengah Teluk Meksiko selama sekitar lima hari ke depan,” ujar Alex Hodes, analis di firma pialang StoneX.
Badai Rafael, yang sebelumnya menyebabkan kerusakan di Kuba, melemah menjadi Kategori 2 pada Jumat menurut laporan Pusat Badai Nasional AS.
Harga minyak dunia mengalami lonjakan hampir 1 persen pada Kamis, 7 November 2024. Kenaikan ini seiring dengan pasar yang memantau potensi dampak kebijakan energi dari presiden terpilih Amerika Serikat (AS), Donald Trump, terhadap pasokan minyak global.
Peningkatan harga ini didorong oleh penurunan produksi minyak di Teluk AS akibat Badai Rafael yang memaksa sejumlah fasilitas produksi untuk menghentikan operasional sementara. Meskipun demikian, kenaikan harga masih tertahan oleh penguatan nilai dolar AS serta penurunan impor minyak mentah dari China.
Mengacu pada laporan Reuters, setelah kemenangan Trump pada Rabu, 6 November 2024, pasar komoditas sempat bergejolak dengan adanya aksi jual yang menekan harga minyak hingga turun lebih dari USD 2 per barel.
Penyebab utama penurunan ini adalah penguatan dolar AS yang membuat minyak lebih mahal bagi pembeli internasional yang menggunakan mata uang selain dolar. Meski begitu, harga minyak berhasil memangkas sebagian besar kerugian tersebut dan hanya berakhir dengan penurunan kurang dari 1 persen. (*)