KABARBURSA.COM – Ketua Umum Asosiasi IUMKM Indonesia (AKUMANDIRI), Hermawati Setyorinny, mengungkap kekhawatiran mendalam mengenai kondisi UMKM lokal yang kini kesulitan bersaing dengan produk impor murah, khususnya dari negara-negara seperti Cina dan Korea.
Menurutnya, tantangan harga ini membuat banyak UMKM terpaksa menurunkan keuntungan demi tetap bertahan.
Hermawati menjelaskan bahwa untuk tetap kompetitif, UMKM saat ini terpaksa menekan ongkos produksi dan memangkas margin keuntungan.
"Otomatis, UMKM harus ambil untung lebih kecil, tapi tetap saja sulit bersaing. Kalau dulu produk mereka laku 100 unit, sekarang mungkin hanya laku 40," ujar Hermawaty kepada Kabarbursa.com, Jakarta dikutip Senin, 10 November 2024.
Ia menyoroti maraknya produk impor di platform e-commerce, yang bahkan kini tidak hanya terbatas pada sektor fashion, tetapi juga mencakup produk lain seperti sayuran, buah-buahan, kosmetik, dan barang-barang plastik. Hermawati menyebut bahwa konsumen lokal kini cenderung beralih ke produk impor karena harga yang jauh lebih murah dibandingkan produk lokal.
"Produk-produk kosmetik, misalnya, banyak yang sudah berpindah ke merk luar seperti dari Cina dan Korea. Sementara, produk lokal yang sudah teruji puluhan tahun semakin tersisih," jelasnya.
Hermawati juga mengkritisi kebijakan pemerintah yang dinilai masih memberikan banyak kemudahan bagi impor barang, sementara ekspor produk UMKM seringkali terbebani oleh biaya tinggi.
"Ironisnya, produk luar masuk ke Indonesia seperti diberi kemudahan, tapi untuk ekspor dari Indonesia, biaya kita masih tinggi," keluhnya.
Di tengah kondisi ini, Hermawati melihat bahwa pasar domestik Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar menjadi sasaran rebutan bagi produk impor.
“Pasar kita ini besar sekali, dan sayangnya justru lebih dimanfaatkan oleh produk luar. Kalau pemerintah tidak serius, UMKM kita sulit untuk bertahan,” tutupnya.
Hermawati berharap agar pemerintah segera membuat langkah konkret dan serius dalam mendukung UMKM agar tetap bisa bersaing di pasar domestik, termasuk dengan kebijakan yang melindungi produk lokal dari gempuran produk impor murah.
Penguatan Pasar Domestik
Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso memaparkan tiga fokus kunci Kementerian Perdagangan (Kemendag) dalam lima tahun ke depan.
Yang pertama, kata Budi, adalah penguatan pasar domestik. Kedua dan ketiga adalah perluasan jangkauan ekspor serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). “Pasar domestik kita sangat besar, dan kita harus memastikan bahwa pasar ini tidak didominasi oleh produk asing. Kita harus memperkuat daya saing produk lokal agar lebih kompetitif,” ujarnya usai membuka acara High Level Policy Dialogue Action on Climate and Trade di Hotel Park Hyatt, Jakarta Pusat, Senin, 4 November 2024.
Kemendag berkomitmen untuk mengikuti semua regulasi yang ada sambil mendorong produk Indonesia menguasai pasar domestik. Pada Program Kerja Pengamanan Pasar Dalam Negeri, Mendag Budi menargetkan pemanfaatan 22 pasar yang dibangun pada 2024. Target ini ditujukan untuk mempercepat pemanfaatan 22 pasar yang dibangun menggunakan Dana Tugas Pembantuan sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 9 Tahun 2024 yang diundangkan pada 28 Mei 2024.
Target selanjutnya adalah penyelesaian Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) produk nilon dari Tiongkok, Thailand, dan Taiwan serta Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) pakaian jadi. Tujuannya adalah mengurangi potensi kerugian dan melindungi industri dalam negeri dari membanjirnya impor dan impor yang tidak adil.
Target berikutnya adalah pengawasan perdagangan berkelanjutan untuk 40 jenis produk dan pengawasan pada momen Natal dan Tahun baru (Nataru).
Mendag melihat perlunya mendukung kelancaran distribusi barang kebutuhan pokok dan barang penting, meningkatkan barang beredar yang memenuhi ketentuan, serta memastikan konsumen mendapatkan barang dan jasa sesuai ukuran yang tertera.
Target terakhir pada program kerja ini adalah peningkatan nilai transaksi produk dalam negeri pada Hari Belanja Online Nasional (HarBolNas) sebesar 50 persen. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan transaksi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di lokapasar.
Selain memperkuat pasar dalam negeri, mantan Sekretaris Jenderal Kemendag ini menekankan pentingnya memperluas pasar ekspor ke negara-negara baru yang belum banyak tersentuh oleh produk Indonesia. “Kita ingin memastikan perjanjian perdagangan yang kita buat tidak hanya menghasilkan dokumen, tetapi juga memberikan hasil yang nyata dan menguntungkan bagi Indonesia,” kata Budi.
Mendag menargetkan penyelesaian tiga perundingan perdagangan bilateral Indonesia dengan tiga negara mitra, yaitu Kanada, Eurasia, dan Peru. Saat ini, masih berlangsung perundingan Indonesia dengan Kanada dalam skema kemitraan ekonomi komprehensif (Indonesia—Canada Comprehensive Economic Partnership Agreement/ICA—CEPA), dengan Eurasia dalam skema perdagangan bebas (Indonesia—Eurasian Economic Union Free Trade Agreement/IEAEU—FTA), serta dengan Perudalam skema Indonesia—Peru CEPA.
Selain itu, Mendag Budi menargetkan percepatan penyelesaian perundingan CEPA antara Indonesia dan Uni Eropa (IEU—CEPA). “Target ini untuk mempercepat pemanfaatan hasil perundingan, sehingga meningkatkan daya saing produk ekspor nasional dan memperluas pasar ekspor Indonesia,” ungkap Budi.
Peningkatan peran UMKM dalam ekspor juga menjadi salah satu fokus utama. “Kami ingin UMKM tidak hanya mengisi pasar domestik, tetapi juga mampu menembus pasar global,” jelasnya.
Untuk itu, Kemendag akan memaksimalkan peran perwakilan perdagangan di luar negeri dan memberikan berbagai pelatihan serta pendampingan kepada UMKM. “Persiapan UMKM untuk ekspor tidak hanya sebatas membuka pasar, tetapi juga mempersiapkan sumber daya bisnis mereka. Kita akan memberikan pelatihan desain, manajemen, dan banyak lagi agar produk UMKM memenuhi standar ekspor,” tutur Mendag.
Lebih rinci, ia menjelaskan, pertama, pengembangan ekosistem UKM ekspor. Kedua, pembentukan dua pusat ekspor baru di luar Pulau Jawa. “Penguatan ekosistem UKM ekspor diperlukan untuk mendorong kontribusi ekspor UKM menjadi lebih besar dan terukur. Pusat ekspor juga akan sangat berperan penting bagi para pelaku ekspor agar dapat menemukan pasar yang lebih luas,”ujar Mendag.
Ketiga, tercetaknya 100 UKM ekspor hasil program UKM BISA Ekspor. Keempat, tercapainya 600 UKM yang mendapatkan pelatihan ekspor sepanjang periode 21 Oktober—31 Desember 2024. Kelima, optimalisasi peran perwakilan perdagangan dalam promosi ekspor UKM dengan target transaksi mencapai USD 55 juta yang didukung antara lain melalui pameran dan penjajakan kesepakatan dagang (business matching).
Untuk itu, Mendag Budi menyampaikan pentingnya kontribusi para pemangku kepentingan dan jajaran Kementerian Perdagangan agar target ini dapat tercapai. “Kolaborasi dan sinergi para pemangku kepentingan dan jajaran Kemendag penting dilakukan untuk mencapai target tersebut,” pungkas Budi.(*)