KABARBURSA.COM - Pada awal perdagangan Jumat, nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS mengalami pelemahan setelah rilis data inflasi Amerika Serikat (AS) yang melebihi perkiraan.
Inflasi umum AS secara tahunan tercatat sebesar 3,4 persen year on year (yoy), mengalami peningkatan dari level terendah dalam lima bulan sebesar 3,1 persen (yoy) pada periode sebelumnya, demikian ungkap Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, kepada ANTARA di Jakarta, Jumat.
Angka inflasi tahunan yang melampaui perkiraan sebesar 3,2 persen (yoy) disebabkan oleh penurunan harga energi yang lebih lambat.
Sementara inflasi utama bulanan AS naik menjadi 0,3 persen month on month (mom) pada Desember 2023 dari 0,1 persen mom di bulan sebelumnya, mencapai level tertinggi dalam tiga bulan dan melampaui ekspektasi sebesar 0,2 persen mom.
Meskipun inflasi inti AS melambat menjadi 3,9 persen (yoy) dari 4,0 persen (yoy), namun angka tersebut turun lebih sedikit dari perkiraan sebesar 3,8 persen (yoy).
Investor tetap mempertahankan ekspektasi terhadap penurunan suku bunga pada paruh pertama 2024, karena kenaikan inflasi pada Desember 2023 terutama dipicu oleh komponen non-inti. Ekspektasi penurunan suku bunga The Fed pada Maret 2023 hanya sedikit berkurang, menjadi sekitar 65 persen dari sebelumnya 70 persen, ungkap Josua.
Dampak apresiasi dolar AS setelah rilis data inflasi menjadi terbatas, bahkan berbalik arah pada akhir sesi AS. Dolar AS menguat terhadap Euro, Dolar Australia, dan Franc Swiss, tetapi terdepresiasi terhadap Sterling dan Yen Jepang. Indeks dolar AS ditutup melemah tipis sebesar 0,07 persen menjadi 102,29.
Josua memproyeksikan bahwa rupiah akan bergerak dalam rentang Rp15.500 per dolar AS hingga Rp15.600 per dolar AS. Pada pagi Jumat, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tergelincir 14 poin atau 0,09 persen, menjadi Rp15.563 per dolar AS dari sebelumnya Rp15.549 per dolar AS.