KABARBURSA.COM - Presiden Prabowo Subianto baru saja menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 yang mengatur penghapusan piutang macet bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Ketua Akumandiri, Hermawati Setyorinny, mengungkapkan bahwa kebijakan ini memiliki potensi besar untuk membantu UMKM di sektor pangan, perkebunan, peternakan, dan kelautan.
“Kami tentu sangat menyambut baik langkah ini. Jika benar-benar dijalankan, kebijakan ini bisa memberikan dorongan yang signifikan bagi para pelaku UMKM di sektor pangan, yang sejalan dengan visi pemerintah dalam mencapai ketahanan pangan dan swasembada pangan,” ujar Hermawati saat dihubungi Kabarbursa.com, Rabu, 6 November 2024.
Namun, Hermawati juga menyoroti pentingnya transparansi dalam pelaksanaan kebijakan ini, khususnya mengenai syarat dan kriteria yang mungkin diberlakukan.
“Kami berharap agar kebijakan ini bisa diterapkan untuk seluruh sektor, termasuk pertanian, perkebunan, peternakan, dan kelautan. Namun, jika terdapat syarat atau kriteria khusus, ada kemungkinan tidak semua pihak dapat merasakan manfaatnya,” jelasnya.
Hermawati menambahkan bahwa kemudahan dalam akses bibit, pupuk, dan bantuan teknologi akan sangat bermanfaat bagi UMKM, khususnya di sektor pangan. Ia berharap pemerintah dapat berperan aktif dalam mendukung ketersediaan bibit dan pupuk serta membantu membeli hasil panen para petani.
“Jika pemerintah dapat menyediakan pembiayaan bibit dan pupuk serta membeli hasil panen langsung dari petani, hal ini akan melindungi mereka dari praktik tengkulak yang cenderung menekan harga,” tutupnya.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan bahwa ketentuan khusus mengenai penghapusan buku dan penghapusan tagih kredit macet di bank milik negara (BUMN) hanya berlaku untuk segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menjelaskan bahwa isu penghapusan kredit ini menjadi perhatian khusus di bank BUMN. Ia mengungkapkan bahwa praktik penghapusan buku atau tagih kredit sudah menjadi hal umum di bank swasta. Namun, bank BUMN sering menghadapi kesulitan dalam menerapkan kebijakan tersebut karena kekhawatiran terhadap konsekuensi hukum yang mungkin muncul.
Dalam konteks ini, Undang-Undang Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan (UU PPSK) menyatakan bahwa penghapusan buku di bank BUMN dan lembaga keuangan non-bank milik negara tidak dianggap sebagai kerugian negara, asalkan dapat dibuktikan adanya tata kelola yang baik.
Dian juga menambahkan bahwa pemerintah sedang menyusun peraturan turunan dari UU PPSK untuk memberikan pedoman lebih jelas terkait mekanisme penghapusan utang.
“Ketentuan khusus ini memang hanya terkait dengan UMKM,” ujarnya dalam hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan OJK pada Oktober 2024.
Ia menyoroti bahwa industri perbankan Indonesia, terutama dari segi pencadangan atau Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN), sudah dalam kondisi yang cukup baik untuk mendukung proses penghapusan utang.
“Dari sisi CKPN, perbankan kita sebenarnya sudah memadai, sehingga dari industri tidak ada masalah yang signifikan,” katanya.
Namun, Dian mengingatkan pentingnya menjaga teknis pelaksanaan penghapusan kredit untuk menghindari risiko moral hazard.
“Aspek yang perlu diperhatikan adalah teknis operasionalnya. Kita harus menghindari risiko moral hazard, dan pemerintah akan terus mendiskusikan hal ini,” tegasnya.
Di sisi lain, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menjelaskan bahwa masyarakat yang menghadapi masalah pembayaran utang tercatat dalam database Kementerian Keuangan, yang mengakibatkan mereka tidak bisa mengajukan pinjaman baru atau mendapatkan layanan perbankan lainnya.
“Oleh karena itu, ini merupakan semacam ‘moratorium’ bagi mereka yang pernah bermasalah, sehingga dengan penghapusan buku dan tagihan ini diharapkan kredit untuk masyarakat dapat berputar kembali,” ujar Airlangga dalam konferensi pers di Hotel Four Seasons pada Minggu, 3 November 2024.
Kebijakan ini hanya akan diterapkan oleh bank-bank BUMN atau Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), mengingat jumlah piutang yang tercatat dari kedua kelompok ini sudah sangat besar. Berbeda dengan bank swasta, bank BUMN hanya dapat melakukan penghapusan buku tetapi tidak bisa menghapus tagihan.
“Jadi, kebijakan ini murni untuk mendukung Himbara, karena jumlah utang kredit yang terkait dengan petani dan nelayan sudah cukup besar. Mereka bisa hapus buku tetapi tidak bisa hapus tagih,” jelas Airlangga.
Saat ini, pemerintah sedang menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait kebijakan penghapusan buku dan tagihan utang tersebut. Proses penggodokan regulasi diharapkan bisa selesai dalam waktu dekat. “Mudah-mudahan, dalam waktu yang tidak terlalu lama, ini bisa diselesaikan,” tutup Airlangga.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.