Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Piutang bakal Dihapus, Sahabat UMKM Waspadai Moral Hazard

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 06 November 2024 | Penulis: Dian Finka | Editor: Redaksi
Piutang bakal Dihapus, Sahabat UMKM Waspadai Moral Hazard

KABARBURSA.COM - Sekretaris Jendral Pengusrus Pusat Sahabat UMKM Faisal Hasan Basri, mengungkap keputusan Presiden Prabowo Subianto yang menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 terkait penghapusan piutang macet membawa angin segar pertumbuhan usaha mikro, kecil dan menengah UMKM di Indonesia.

"Yang jelas hal ini membawa angin segar pertumbuhan UMKM di indonesia," ujar Faisal saat dihubungi Kabarbursa.com, Rabu, 6 November 2024.

Namun, kebijakan ini tidak lepas dari tantangan. Beberapa pihak mengkhawatirkan potensi moral hazard yang mungkin timbul. Ketika ditanya tentang risiko tersebut, Faisal menjawab dengan bijak.

“Kita harus melihat dulu mekanismenya. Yang jelas, organisasi seperti kami akan terus mendampingi para anggota agar kebutuhan usaha mereka terpenuhi,” tambahnya.

Sahabat UMKM berkomitmen untuk memastikan kebijakan ini diimplementasikan dengan baik dan memberikan manfaat nyata bagi pelaku UMKM.

“Dengan mekanisme yang tepat, kita bisa mengantisipasi risiko yang ada dan memaksimalkan manfaat kebijakan ini untuk UMKM,” tutup Faisal.

Penghapusan Tagih Kredit Macet

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan bahwa ketentuan khusus mengenai penghapusan buku dan penghapusan tagih kredit macet di bank milik negara (BUMN) hanya berlaku untuk segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menjelaskan bahwa isu penghapusan kredit ini menjadi perhatian khusus di bank BUMN. Ia mengungkapkan bahwa praktik penghapusan buku atau tagih kredit sudah menjadi hal umum di bank swasta. Namun, bank BUMN sering menghadapi kesulitan dalam menerapkan kebijakan tersebut karena kekhawatiran terhadap konsekuensi hukum yang mungkin muncul.

Dalam konteks ini, Undang-Undang Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan (UU PPSK) menyatakan bahwa penghapusan buku di bank BUMN dan lembaga keuangan non-bank milik negara tidak dianggap sebagai kerugian negara, asalkan dapat dibuktikan adanya tata kelola yang baik.

Dian juga menambahkan bahwa pemerintah sedang menyusun peraturan turunan dari UU PPSK untuk memberikan pedoman lebih jelas terkait mekanisme penghapusan utang. “Ketentuan khusus ini memang hanya terkait dengan UMKM,” ujarnya dalam hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan OJK pada Oktober 2024.

Ia menyoroti bahwa industri perbankan Indonesia, terutama dari segi pencadangan atau Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN), sudah dalam kondisi yang cukup baik untuk mendukung proses penghapusan utang. “Dari sisi CKPN, perbankan kita sebenarnya sudah memadai, sehingga dari industri tidak ada masalah yang signifikan,” katanya.

Namun, Dian mengingatkan pentingnya menjaga teknis pelaksanaan penghapusan kredit untuk menghindari risiko moral hazard. “Aspek yang perlu diperhatikan adalah teknis operasionalnya. Kita harus menghindari risiko moral hazard, dan pemerintah akan terus mendiskusikan hal ini,” tegasnya.

Di sisi lain, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menjelaskan bahwa masyarakat yang menghadapi masalah pembayaran utang tercatat dalam database Kementerian Keuangan, yang mengakibatkan mereka tidak bisa mengajukan pinjaman baru atau mendapatkan layanan perbankan lainnya.

“Oleh karena itu, ini merupakan semacam ‘moratorium’ bagi mereka yang pernah bermasalah, sehingga dengan penghapusan buku dan tagihan ini diharapkan kredit untuk masyarakat dapat berputar kembali,” ujar Airlangga dalam konferensi pers di Hotel Four Seasons pada Minggu, 3 November 2024.

Kebijakan ini hanya akan diterapkan oleh bank-bank BUMN atau Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), mengingat jumlah piutang yang tercatat dari kedua kelompok ini sudah sangat besar. Berbeda dengan bank swasta, bank BUMN hanya dapat melakukan penghapusan buku tetapi tidak bisa menghapus tagihan.

“Jadi, kebijakan ini murni untuk mendukung Himbara, karena jumlah utang kredit yang terkait dengan petani dan nelayan sudah cukup besar. Mereka bisa hapus buku tetapi tidak bisa hapus tagih,” jelas Airlangga.

Saat ini, pemerintah sedang menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait kebijakan penghapusan buku dan tagihan utang tersebut. Proses penggodokan regulasi diharapkan bisa selesai dalam waktu dekat. “Mudah-mudahan, dalam waktu yang tidak terlalu lama, ini bisa diselesaikan,” tutup Airlangga.

Penerapannya Lewat Perpres

Presiden Prabowo Subianto berencana menghapus atau memutihkan utang 6 juta pelaku usaha menengah, kecil, dan mikro (UMKM). Rencana ini akan segera diaplikasikan dalam sebuah Peraturan Presiden (Perpres) yang akan segera diterbitkan.

Ketua Dewan Penasihat Kamad Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Hashim Djojohadikusumo, melempar isu tersebut dalam sebuah diskusi ekonomi Kadin Indonesia, belum lama ini.

Rencana ini bertujuan untuk membuka kembali akses kredit bagi petani, nelayan, dan pelaku UMKM yang saat ini masuk daftar hitam pada Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK). Dengan menghapus utang mereka, diharapkan UMKM dapat memulai kembali aktivitas ekonomi tanpa beban finansial sebelumnya, sehingga meningkatkan daya beli dan produktivitas mereka.

Rencana Presiden Prabowo Subianto untuk menghapus utang sekitar 6 juta petani, nelayan, dan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) diperkirakan akan berdampak signifikan terhadap emiten, khususnya bank-bank yang memiliki eksposur tinggi terhadap kredit UMKM.

Tidak hanya kepada pelaku UMKM, penghapusan utang ini juga akan mempengaruhi kinerja keuangan bank-bank milik negara, seperti PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), dam PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI).

Dengan penghapusan kredit macet, maka rasio kredit bermsasalah (Non-Performing Loan/NPL) bank dapat menurun, yang berpotensi meningkatkan kualitas aset dan citra keuangan bank. Selain itu, dapat mengurangi biaya penagihan dan administrasi yang selama ini dikeluarkan untuk mengelola kredit macet, sehingga meningkatkan efisiensi operasional bank.

“Rencana ini memang sudah ditunggu, selama ini tidak berani melakukan itu karena masih ada berbagai aturan yang bisa mengkategorikan itu sebagai kerugian negara,” kata Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) Sunarso, dalam komferensi Pers Kinerja Keuangan BRI Triwulan III-2024, Rabu, 30 Oktober 2024.

Namun, menurut Sunarso, ada satu hal yang perlu diwaspadai, yaitu munculnya moral hazard, di mana debitur mungkin kurang termotivasi untuk memenuhi kewajiban pembayaran di masa depan, dengan harapan akan ada penghapusan utang lagi.(*)