Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

AS Gelar Pilpres, Harga Bitcoin Capai Rekor Tertinggi

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 06 November 2024 | Penulis: KabarBursa.com | Editor: Redaksi
AS Gelar Pilpres, Harga Bitcoin Capai Rekor Tertinggi

KABARBURSA.COM - Bitcoin mencatat lonjakan harga luar biasa pada Selasa, 5 November 2024 waktu Amerika Serikat (AS), atau Rabu pagi, 6 November di Indonesia, mencapai rekor tertinggi sepanjang masa.

Berdasarkan data yang dilaporkan CNBC, harga bitcoin mengalami kenaikan seiring kepercayaan investor bahwa Donald Trump memiliki peluang besar dalam pemilihan presiden AS, menyusul hasil awal dari beberapa negara bagian yang menunjukkan keunggulannya.

Menurut Coin Metrics, harga bitcoin melonjak hingga menyentuh angka USD75.000, atau sekitar Rp1,188 miliar dengan asumsi kurs Rp15.851 per dolar AS. Angka ini mengungguli rekor sebelumnya yang tercatat pada 14 Maret 2024 di level USD73.797.

Informasi dari NBC News juga mengungkapkan bahwa penguatan harga ini dipicu oleh Trump yang memimpin perolehan suara awal di Electoral College, meskipun belum ada negara bagian yang secara resmi memutuskan hasil pemilu.

Para investor meyakini bahwa volatilitas perdagangan bitcoin akan terus meningkat sampai pemenang pemilu diumumkan secara resmi. Diperkirakan, kemenangan Kamala Harris dapat menekan harga bitcoin, sementara kemenangan Trump justru akan memicu kenaikan lebih lanjut.

“Pemilu berdampak besar pada pasar kripto,” ujar Kepala Riset di Bitwise Asset Management, Ryan Rasmussen.

Ia memperkirakan harga bitcoin, serta aset kripto lainnya, akan mengalami fluktuasi signifikan dalam beberapa hari ke depan seiring hasil pemilu yang masih belum jelas.

“Jika Trump keluar sebagai pemenang, saya yakin kita akan melihat rekor harga tertinggi baru untuk bitcoin,” ujar Rasmussen.

“Sebaliknya, jika Harris menang, mungkin akan terjadi aksi jual jangka pendek yang signifikan. Harga kemungkinan membutuhkan satu hingga dua bulan untuk kembali pulih, tetapi pada akhirnya saya pikir kita akan tetap melihat kenaikan dalam jangka panjang,” tambahnya.

Bitcoin memang kerap mencatat keuntungan besar pada tahun-tahun pemilu AS. Di pemilu sebelumnya, seperti 2012, 2016, dan 2020, bitcoin mengalami peningkatan harga masing-masing sekitar 87 persen, 44 persen, dan 145 persen dalam kurun waktu 90 hari setelah pemilu. Salah satu faktornya adalah karena tahun pemilu sering kali bertepatan dengan siklus halving bitcoin, di mana pasokan mata uang kripto ini dipangkas, yang berdampak pada kenaikan nilai pasar.

Selain dampak dari siklus halving, hasil pemilu AS juga kerap memengaruhi kebijakan moneter Federal Reserve, yang berdampak besar pada pasar kripto. Tahun ini, banyak investor menantikan penurunan suku bunga lebih lanjut yang dianggap dapat menguntungkan pasar bitcoin.

Pemilu presiden kali ini dianggap sebagai momen krusial bagi industri kripto, mengingat banyak pihak menganggap kemenangan Harris sebagai potensi ancaman terhadap perkembangan kripto. Di sisi lain, Trump, yang mencalonkan diri sebagai kandidat pro-kripto, dipandang sebagai sosok yang lebih mendukung industri ini.

Harga Minyak Dunia Menguat

Harga minyak dunia mencatat penguatan pada Selasa, 5 November 2024, di tengah ancaman badai yang diperkirakan akan memangkas produksi minyak AS di Teluk Meksiko, serta pelemahan dolar AS usai pemilihan presiden. Berdasarkan data Reuters, minyak mentah Brent naik 0,6 persen ke USD 75,53 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) AS menguat 0,7 persen menjadi USD 71,99 per barel.

Direktur Energi Berjangka di Mizuho, Bob Yawger, menjelaskan kenaikan harga minyak kali ini didorong oleh keseimbangan antara pasokan dan permintaan yang menguntungkan, serta ketegangan geopolitik dan dampak Pilpres AS, selain juga pengaruh cuaca di wilayah produksi utama.

Pemilu yang mempertemukan Donald Trump dan Kamala Harris ini diprediksi berlangsung ketat, dengan hasil yang bisa tertunda bahkan hingga berminggu-minggu jika terjadi perselisihan.

Pelemahan dolar AS ke posisi terendah dalam tiga minggu turut mendukung kenaikan harga minyak. Dolar yang lebih lemah membuat minyak lebih murah bagi pembeli global, sehingga meningkatkan permintaan.

Di Teluk Meksiko, perusahaan energi AS mulai mengevakuasi pekerja dari platform lepas pantai sebagai langkah antisipasi terhadap Badai Rafael, yang diperkirakan akan menjadi badai besar minggu ini dan bisa mengurangi produksi minyak AS hingga 4 juta barel.

OPEC+ sebelumnya memutuskan untuk menunda peningkatan produksi hingga Desember demi menjaga kestabilan pasar. Arab Saudi, sebagai eksportir minyak utama, juga menurunkan harga minyak Arab Light untuk pasar Asia pada bulan yang sama.

Dengan agenda besar seperti Pilpres AS, pertemuan kebijakan The Fed, dan Kongres Nasional China yang dapat memengaruhi permintaan energi global, volatilitas pasar minyak diperkirakan tetap tinggi. Analis Pasar IG International, Yeap Jun Rong, mencatat bahwa investor cenderung menunggu perkembangan ini sebelum membuat keputusan signifikan.

Data penyimpanan minyak AS dari American Petroleum Institute akan dirilis pada Selasa, diikuti oleh laporan Badan Informasi Energi AS (EIA) pada Rabu, dengan prediksi peningkatan cadangan minyak sebesar 1,1 juta barel untuk pekan yang berakhir 1 November, lebih rendah dari lonjakan 13,9 juta barel pada periode sama tahun lalu.

Melompat Tiga Persen

Sebelum ini, harga minyak mentah dunia mengalami lonjakan hampir 3 persen pada perdagangan Senin, 4 November 2024. Kenaikan ini terutama dipengaruhi oleh keputusan OPEC+ untuk menunda peningkatan produksi selama satu bulan, serta perhatian investor yang terpusat pada hasil Pemilihan Presiden AS.

Seperti dikutip dari Reuters, kontrak berjangka Brent naik USD1,98, atau 2,7 persen, menjadi USD75,08 per barel. Sementara minyak mentah AS West Texas Intermediate (WTI) naik USD1,98, atau 2,85 persen, menjadi USD71,47. Pekan lalu, Brent turun sekitar 4 persen, sedangkan WTI turun sekitar 3 persen.

Pada Minggu, 3 November 2024, OPEC+ mengatakan akan memperpanjang pemangkasan produksinya sebesar 2,2 juta barel per hari (bpd) selama satu bulan lagi di bulan Desember, dengan peningkatan produksi yang sebelumnya tertunda sejak Oktober karena harga yang jatuh dan permintaan yang lemah.

OPEC+, yaitu Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak ditambah Rusia dan sekutunya, seharusnya meningkatkan produksi bulanan sebesar 180.000 bpd mulai Desember.

“Perpanjangan ini hingga seluruh kuartal keempat tahun 2024 menimbulkan keraguan atas komitmen kelompok ini (atau kemampuannya) untuk mengembalikan pasokan sama sekali pada 2025,” kata Walt Chancellor, seorang ahli strategi energi di Macquarie. Ia menambahkan bahwa pengumuman ini mungkin meredakan beberapa ketakutan akan “perang harga” OPEC+ yang diperbarui.

OPEC tetap sangat optimis terhadap permintaan minyak dalam jangka pendek maupun jangka panjang, ujar Sekretaris Jenderal Haitham Al Ghais pada Senin, 4 November 2024, seperti dikutip Reuters.

Perusahaan minyak besar Prancis, TotalEnergies, memperkirakan permintaan global akan mencapai puncaknya setelah tahun 2030 dalam dua skenario transisi energi yang paling mungkin dalam laporan prospek energi tahunannya.

Sementara itu, CEO perusahaan energi Italia Eni mengatakan bahwa pemotongan pasokan minyak OPEC+ dan upaya baru-baru ini untuk menguranginya telah meningkatkan volatilitas di pasar energi dan menghambat investasi dalam produksi baru.

Produksi minyak OPEC pulih pada bulan Oktober setelah Libya menyelesaikan krisis politik, menurut survei Reuters. Pada bulan sebelumnya, produksi berada di titik terendah tahun ini. Upaya lebih lanjut dari Irak untuk memenuhi pemotongan yang dijanjikan kepada aliansi OPEC+ secara keseluruhan membatasi kenaikan produksi.

Iran telah menyetujui rencana untuk meningkatkan produksi minyak sebesar 250.000 barel per hari, menurut situs berita kementerian minyak, Shana, pada Senin, 4 November 2024. Produksi minyak Libya mendekati 1,5 juta bpd, kata Perusahaan Minyak Nasional (NOC) negara tersebut. (*)