KABARBURSA.COM - Dalam upaya mempercepat pertumbuhan ekonomi, pemerintah Indonesia berencana untuk mendorong pengembangan ekonomi digital di dalam negeri.
Langkah ini diyakini mampu menjadi pendorong bagi para investor untuk semakin melirik sektor teknologi dan digital di Indonesia, demikian diungkapkan oleh Nafan Aji Gusta, Senior Investment Information dari Mirae Asset Sekuritas.
Menurut Nafan, komitmen pemerintah ini menunjukkan keseriusan dalam menciptakan peluang ekonomi baru yang dapat mengangkat pertumbuhan ekonomi nasional di atas 5 persen.
“Jika pemerintah benar-benar mengoptimalkan sektor teknologi dan digital, ini akan menjadi tulang punggung dalam menopang pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen,” jelasnya kepada Kabarbursa.com, Sabtu, 2 November 2024.
Pendorongan ekonomi digital ini tak hanya memberikan dampak positif bagi iklim investasi, tetapi juga menguntungkan beberapa sektor emiten terkait, terutama di bidang teknologi, e-commerce, fintech, dan infrastruktur digital.
“Sektor-sektor tersebut diproyeksikan akan mendapat manfaat langsung dari kebijakan pemerintah. Emiten teknologi, misalnya, memiliki potensi besar untuk tumbuh dengan cepat seiring dengan peningkatan permintaan layanan digital,” tambah Nafan.
Lebih lanjut, Nafan menekankan bahwa langkah pemerintah ini akan menciptakan peluang yang menjanjikan bagi para investor yang ingin berinvestasi di sektor teknologi dan digital.
“Tentunya peluangnya besar bagi investor yang ingin berangkat ke sektor ini. Dengan adanya dukungan dari pemerintah, sektor teknologi dan digital akan terus berkembang pesat,” ungkapnya.
Dorongan pemerintah dalam mengembangkan ekonomi digital ini diharapkan mampu membuka pintu bagi pertumbuhan ekonomi baru yang akan berkontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat serta daya saing Indonesia di kancah global.
Di sisi lain, Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kelas menengah Indonesia mengalami penurunan jumlah. Adapun penurunan tersebut terhitung sejak tahun 2019 hingga 2024, dari berjumlah 57,3 juta menjadi 47,9 juta kelas menengah menurun.
Senior Equity Analyst NH Korindo Sekuritas, Ezaridho Ibnutama mengatakan penurunan kelas menengah bisa mempengaruhi kinerja dari saham teknologi.
“Kelas menengah mulai menurun, kita melihat bahwa banyak konsumsi dan banyak pengeluaran rumah tangga mulai turun juga. Jadi itulah salah satu hal yang mungkin kurang menarik dari sektor teknologi,” ujar dia kepada Kabarbursa.com, Rabu, 9 Oktober 2024.
Ezar juga menyebut, jika dalam beberapa bulan terakhir daya beli masyarakat Indonesia mengalami pelemahan.
Namun di satu sisi, sejumlah perusahaan teknologi meningkatkan kualitas pelayanan. Hal inilah, kata Ezar, yang membuat harga dari jasa perusahaan tersebut malah meningkat yang akhirnya tidak bisa dijangkau oleh masyarakat menengah.
Kelas Menengah Jadi Tulang Punggung
Analis Utama Ekonomi Politik Laboratorium 45, Radhityana Muhammad menyebut, kelas menengah merupakan punggung perekonomian Indonesia. Adapun hal itu dia ungkap dalam diskusi panel bertajuk Evaluasi Kebijakan Pemerintahan Presiden Joko Widodo: Bidang Politik Keamanan, Ekonomi, dan Media, di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Selasa, 8 Oktober 2024.
Berdasarkan sajian data Laboratorium 45, kontribusi kelas menengah bagi perekonomian Indonesia sendiri dibagi menjadi dua. Pertama, kontribusi kelas menengah terhadap pajak sendiri menyentuh angka 50,7 persen dan calon kelas menengah sebesar 34,5 persen pada kuartal II tahun 2024.
Sementara pada komponen variabel produk domestik bruto (PDB) Indonesia di kuartal II 2024, 55,86 persen berasal dari konsumsi rumah tangga. Radhityana menyebut, dari konsumsi rumah tangga juga didominasi oleh konsumsi kelas menengah, yakni sebesar 82 persen.
“Kelas menengah Indonesia menjadi tulang punggung perekonomian nasional,” kata Radhityana dalam paparannya.
Radhityana menuturkan, pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen masih didominasi oleh konsumsi rumah tangga. Seandainya kelas menengah tidak mengalami hambatan ekonomi, dia menilai, Indonesia dapat memastikan pertumbuhan ekonomi sebesar 2,5 persen.
“Untuk mempertahankannya, jangan terlalu banyak ngutak-ngutik atau kebijakan yang malah memberatkan kelas menengah,” tegasnya.
Radhityana menuturkan, dari rentan kelas menengah dan calon kelas menengah cenderung lebih sedikit kenaikannya jika dibandingkan dengan kelas menengah yang turun menjadi calon kelas menengah. Dia menilai, kondisi tersebut akan terus terjadi jika pemerintah ke depan terus mengeluarkan kebijakan yang memberatkan.
“Jangan sampai memberatkan kelas menengah, seperti wacana iuran Tapera, iuran asuransi, dan juga untuk subsidi tarif KRL berdasarkan NIK,” tegasnya.
Radhityana juga menyebut, kebijakan tersebut justru menimbulkan kekhawatiran bagi kelompok kelas menengah. Pasalnya, kata dia, alokasi penghasilan kelas menengah akan semakin terpecah.
“Gaji mereka itu akan lebih banyak keluar, bagi iuran Tapera yang tiba-tiba wajib, kemudian asuransi dan juga transportation cost yang akan meningkat ke depan,” jelasnya.
Di sisi lain, Radhityana juga mengungkap 67,10 persen sebaran kelas menengah berada di kawasan perkotaan sepanjang tahun 2024. Dia menilai, kondisi tersebut menjadi sangat ironi lantaran terjadi penurunan kelas menengah.
Sementara jika ditinjau dari jenjang pendidikan, Radhityana menyebut 32,2 persen kelas menengah memiliki tingkat pendidikan tinggi. Dia menilai, jenjang pendidikan yang dimiliki kelas menengah juga menjadi kontrol politik bagi pemerintah menyusun kebijakan yang berpihak.
“Makanya penting bagi pemerintah ke depannya untuk mendorong pendidikan masyarakat, tidak hanya sampai SMA tapi lebih dari SMA. Kuliah mereka untuk pendidikan juga harus didukung,” ungkapnya. (*)