Direktur Utama BRPT, Agus Pangestu, menyatakan bahwa akuisisi tersebut diharapkan dapat memperkuat ekonomi Indonesia dengan meningkatkan keamanan energi dan memastikan pasokan produk vital bagi sektor kimia serta infrastruktur dalam negeri. Seperti dalam keterangannya di Jakarta, Jumat 1 Oktober 2024.
"Melalui target akuisisi yang strategis dan kolaborasi global, kami telah berkembang menjadi kekuatan regional yang solid," ujar Agus dalam pernyataannya, Kamis (31/10/2024).
Dari sisi finansial, hingga kuartal III 2024 BRPT mencatatkan pendapatan sebesar 1,667 juta dolar AS dengan laba bersih sebesar 27 juta dolar AS, serta total aset yang mencapai 10,190 juta dolar AS. Kinerja ini terdampak oleh fluktuasi berkelanjutan di sektor petrokimia, pemeliharaan salah satu unit panas bumi, serta Turnaround Maintenance (TAM) pada kompleks petrokimia.
Menghadapi tantangan global, BRPT tetap fokus menyeimbangkan pertumbuhan dan pengelolaan risiko keuangan yang kokoh. Perusahaan mempertahankan profil likuiditas yang stabil dengan rasio utang terhadap ekuitas yang terjaga.
"Kondisi likuiditas kami tetap kuat untuk mendukung ekspansi yang tengah berlangsung dan tetap tangguh dalam memanfaatkan peluang anorganik. Rasio utang bersih terhadap ekuitas yang stabil di 0,74x mencerminkan komitmen kokoh manajemen untuk mempertahankan kesehatan keuangan di tengah rencana ekspansi ini," tambah Agus.
Perseroan juga berkomitmen mendukung ekonomi Indonesia dalam transisi menuju energi terbarukan. "Kami memastikan seluruh upaya ini selaras dengan tujuan lingkungan global sekaligus mendorong pertumbuhan dan inovasi di sektor energi," ujar Agus.
Dalam waktu dekat, BRPT berencana mengembangkan kapasitas energi terbarukan sebesar 104 MW. "Langkah ini sejalan dengan misi kami untuk mengoperasikan
Akuisisi Sejumlah Perusahaan
Sektor energi dan petrokimia yang kembali menggeliat mendorong PT Barito Pacific Tbk (PTBA) ambil langkah cepat untuk mengakuisisi sejumlah perusahaan di bidang sejenis dan tidak menutup kemungkinan untuk sektor lainnya.
Analis Komoditas Wahyu Triwibowo mengungkapkan bahwa saham BRPT, kode saham Barito Pacific, menguat usai anak usahanya PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) melakukan sejumlah ekspansi.
“Perusahaan ini (TPIA) telah mengakuisisi 80 persen saham Shell dan proses akusisi ditargetkan rampung pada akhir tahun ini. Akuisisi itu diharapkan akan meningkatkan pendapatan TPIA hingga enam kali lipat, mendorong pemulihan yang menguntungkan,” kata Wahyu kepada Kabarbursa.com, Sabtu, 26 Oktober 2024.
Begitu juga dengan anak usaha TPIA, seperti halnya Chandra Daya Investasi juga melakukan spin-off yang diyakini membuka nilai serta meningkatkan valuasi TPIA dan BRPT.
Investasi Saham
“Ekspansi yang terus digalakkan BRPT melalui anak-anak usahanya membuat saham perusahaan milik Prajogo Pangestu ini banyak mendapat perhatian investor,” kata Wahyu.
Menurutnya, BRPT menunjukkan peningkatan harga lebih dari 600 persen sejak tahun 2000. Capaian ini, kata dia, mengungguli banyak perusahaan sejenis. Kendati demikian, pada reli pasar terbaru, BRPT hanya naik 2 persen, tertinggal 12 persen dari pesaingnya.
Menurutnya, sentiment positif BRPT didukung oleh katalis momentum yang signifikan, yakni masuknya salah satu anak perusahaan BRPT yaitu PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) ke Indeks FTSE Global Equity.
“Hal ini diharapkan meningkatkan permintaan saham BREN dan mendorong kenaikan harga saham. BREN akan fokus menambah kapasitas pembangkit listrik energi terbarukan pada sumber panas bumi (geothermal) dan tenaga angin,” ungkapnya.
Kinerja Keuangan BRPT
Berdasarkan laporan kinerja kuartal kedua 2024, BRPT mencatat kenaikan net income mencapai Rp425 miliar, lebih tinggi dari perolehan Q2 2023 sebesar Rp107 miliar.
Tren pendapatan tahunan perusahaan (TTM) yang mencapai Rp41,008 triliun menunjukkan kemampuan BRPT untuk menjaga stabilitas operasional, meski secara year-over-year mengalami penurunan sebesar 15,48 persen.
Kinerja operasional tetap mendukung dengan gross profit margin sebesar 23,42 persen, meski net profit margin masih berada di kisaran rendah, yakni 4,63 persen.
Sementara untuk ROE BRPT pada TTM tercatat hanya 1,82 persen, jauh di bawah standar ideal sebesar 15 persen untuk mendukung pertumbuhan organik perusahaan tanpa utang berlebih. Ini memperlihatkan bahwa perusahaan masih menghadapi tantangan dalam memaksimalkan laba bersih terhadap ekuitas yang dimiliki.
tang juga menjadi sorotan utama dalam analisis ini, dengan debt-to-equity ratio BRPT yang mencapai 2,63, yang menandakan adanya ketergantungan terhadap pinjaman yang cukup tinggi. Dari total utang jangka panjang sebesar Rp65,72 triliun dan utang jangka pendek Rp8,57 triliun, posisi utang ini menempatkan perusahaan dalam rasio solvabilitas yang berpotensi menantang di tengah dinamika pasar saat ini.
Dari sisi valuasi, Price to Book Value (P/BV) berada di 3,36 kali, relatif mahal jika dibandingkan dengan industri sejenis. Price to Earnings (PE) ratio TTM yang mencapai 184,49 kali juga jauh melampaui standar PE ratio Bursa Efek Indonesia (BEI) yang berada di 6,91 kali.
Hal ini menandakan harga saham ini sudah diperdagangkan dengan premi tinggi. Meskipun BRPT memiliki PEG ratio TTM yang rendah pada 0,13, menunjukkan pertumbuhan pendapatan per saham (EPS) yang cukup signifikan dalam waktu singkat, pergerakan harga saham ini lebih berisiko untuk investor konservatif yang mengutamakan nilai wajar.(*)