KABARBURSA.COM - PT Asia Pacific Fibers Tbk (POLY), emiten industri serat sintetis, mengumumkan bahwa tren penurunan operasi masih berlanjut hingga akhir kuartal III 2024 dengan tingkat utilisasi yang diperkirakan akan berada di bawah 40 persen.
Sekretaris Perusahaan POLY, Tunaryo menyebutkan bahwa permintaan yang lesu disebabkan oleh kelebihan kapasitas di pasar global. Situasi ini diperburuk oleh proses restrukturisasi utang yang berlarut sejak 2005, yang berdampak besar pada modal kerja dan belanja modal perusahaan. Seperti dalam pernyataannya di Jakarta, Kamis 31 Oktober 2024.
POLY memutuskan untuk menghentikan sementara salah satu unit produksinya, yakni Pabrik Kimia dan Serat di Karawang, Jawa Barat, efektif per 1 November 2024. Operasional Perseroan akan dilanjutkan secara terbatas pada divisi Benang Filamen di Kendal, Jawa Tengah, yang akan memenuhi kebutuhan esensial dari beberapa pelanggan tertentu, jelasnya.
Tunaryo menambahkan bahwa penghentian pabrik yang telah beroperasi selama tiga dekade ini diproyeksikan menyebabkan penurunan pendapatan tahunan hingga 52 persen. Selama 60 hari sejak penghentian operasional, manajemen akan mengevaluasi dan merancang ulang model bisnis untuk mengoptimalkan konfigurasi produk yang akan diproduksi kembali saat pabrik beroperasi.
Saat ini, Perseroan tengah melakukan negosiasi kerjasama dengan pihak ketiga untuk memperoleh pendanaan modal kerja baru, serta aktif menjajaki beberapa kerjasama lain guna memaksimalkan pemanfaatan fasilitas produksi.
"POLY juga secara intensif mendorong percepatan pembahasan restrukturisasi dengan para kreditur guna memulihkan akses normal Perseroan ke perbankan," tutupnya.
PT Asia Pacific Fibers, Tbk (POLY) terseret-seret kasus obligor BLBI, Marimutu Sinivasan. Kenapa AFP bisa terseret?
Diberitakan sebelumnya, Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) mengamankan Marimutu Sinivasan saat hendak kabur ke Malaysia.
Penangkapan bos Texmaco Group ini dilakukan di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong, Kalimantan Barat.
Diketahui, Marimutu Sinivasan melalui Texmaco Group berkewajiban menyelesaikan utang kepada negara sebesar Rp31.722.860.855.522 dan USD3.912.137.145. Hingga saat ini yang cicilan yang sudah dibayarkan masih relatif kecil.
Terkait dengan penangkapan itu, Satgas BLBI menyebutkan bahwa Marimutu pernah melakukan pembayaran utang kepada negara sebesar Rp1 miliar melalui PT APF.
Menanggapi pernyataan itu, Business Communications and PR APF Prama Yudha Amdan membantah segala informasi yang disampaikan Satgas BLBI. Kata Yudha, saat ini pihaknya tidak memiliki hubungan apapun dengan Texmaco Group atau Marimutu Sinivasan.
“Pernyataan yang menyebutkan APF sebagai anak perusahaan Texmaco Group adalah tidak benar. APF saat ini beroperasi secara independen, baik secara legal, operasional maupun finansial dan tidak memiliki perusahaan induk usaha,” kata Yudha dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 12 September 2024.
Dia ceritakan, pada awalnya Texmaco Group mendirikan PT Polysindo Eka Perkasa Tbk yang bergerak di industri serat dan benang polyester pada 1984 lalu. Namun pada 2005, PT Polysindo Eka Perkasa dinyatakan pailit di mana pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tercatat sebagai kreditor.
Polysindo kemudian mengajukan rencana perdamaian kepada semua kreditur yang diterima dan disahkan oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat melalui putusan No.43/ PAILIT/ 2004/ PN. NIAGA. JKT. PST Jo. No.01 K/N/2005 tertanggal 16 November 2005.
Dalam perdamaian tersebut terjadi konversi utang menjadi saham serta penyertaan modal kerja baru kepada Polysindo. Proses konversi ini mengubah komposisi pemegang saham dan men-delusi kepemilikan Texmaco.
Atas dasar putusan inkracht (berkekuatan hukum tetap) ini, Polysindo beroperasi secara independen dan tidak memiliki afiliasi kepemilikan dari Texmaco Group. Maka, sejak saat itu tidak ada lagi saham tercatat yang dalam pengendalian Texmaco Group maupun Marimutu Sinivasan. Barulah pada 2009 Polysindo kemudian rebranding menjadi PT Asia Pacific Fibers Tbk.
“Sejak 2005 hingga hari ini kami telah berkomunikasi dengan Kementerian Keuangan yang mayoritas diwakili oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN),” terangnya.
Selain itu, tegas Yudha, pihaknya juga membantah pernyataan BLBI yang mengatakan bahwa Marimutu Bara pernah melakukan pembayaran utang kepada negara melalui PT APF.
“Pernyataan ‘Marimutu melakukan pembayaran utang sebesar Rp1 miliar yang dilakukan oleh PT Asia Pacific Fibers, Tbk., anak perusahaan Grup Texmaco’ adalah tidak benar,” tegasnya.
Ia menjelaskan interaksi pihaknya dengan Satgas BLBI pertama kali terjadi saat memenuhi panggilan Satgas terkait status APF pada 25 Agustus 2021. Kala itu sudah dijelaskan bahwa PT APF sudah tidak memiliki hubungan apapun dengan Texmaco Group atau Marimutu.
“Kami memaparkan bahwa APF tidak lagi menjadi bagian dari Texmaco Group dan menjelaskan maksud kami menindaklanjuti proposal restrukturisasi sebagai solusi
permasalahan APF sebagaimana pembicaraan sebelumnya,” jelas Prama.
Kemudian pada 18 Januari 2022, perusahaan kembali memenuhi panggilan rapat oleh Satgas BLBI (POKJA B) yang meminta itikad (komitmen) baik untuk membahas penyelesaian kasus utang tersebut. Karena hal inilah perusahaan melakukan pembayaran utang sebesar Rp 1 miliar.
“Kami kemudian menyanggupi pemenuhan itikad baik tersebut dengan melakukan pembayaran sebesar Rp 1 miliar sebagai commitment fee untuk memulai pembahasan proposal restrukturisasi,” terangnya.
Artinya pembayaran ini dimaksudkan sebagai itikad baik dengan melunasi sebagian biaya penyelesaian restrukturisasi utang perusahaan, bukan membayarkan utang Texmaco Group atau Marimutu kepada negara.
Kata dia, pembayaran ini dilakukan pada tanggal 19 Januari 2022 kepada Kementerian Keuangan yang diwakili Satgas BLBI melalui rekening Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jakarta III.
“Surat pengantar dan bukti pembayaran ini juga kami tembuskan kepada Ketua Satgas. Komitmen tersebut kemudian kami cantumkan sebagai dari total komitmen sebesar Rp10 miliar itikad baik untuk sejalan dengan persetujuan proposal restrukturisasi yang disampaikan pada 15 Agustus 2022,” pungkasnya.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.