Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Pabrik Alumunium Terbesar di Asia Tenggara Berhenti Operasi, Pailit?

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 29 October 2024 | Penulis: Yunila Wati | Editor: Redaksi
Pabrik Alumunium Terbesar di Asia Tenggara Berhenti Operasi, Pailit?

KABARBURSA.COM - Sebuah pabrik alumunium terbesar di Asia Tenggara, PT Alumindo Light Metal Industry Tbk dengan kode saham ALMI, memutuskan untuk menghentikan seluruh produksinya. Pabrik Maspion Grup ini mengaku selalu mengalami kerugian sejak beberapa tahun terakhir dengan beban yang semakin besar dan penurunan kinerja yang signifikan.

Berdasarkan keterbukaan informasi yang dikutip Kabarbursa.com pada Selasa, 29 Oktober 2024, dalam tiga tahun terakhir, kerugian yang dialami ALMI semakin memburuk. Pada tahun 2022, perusahaan mencatat kerugian bersih sebesar Rp49 miliar. Angka ini melonjak drastis pada 2023 menjadi Rp165 miliar.

Hingga sembilan bulan pertama tahun 2024, ALMI kembali mencatat kerugian sebesar Rp76 miliar. Akumulasi saldo laba perusahaan mengalami defisit sebesar USD139 juta, atau setara dengan Rp2 triliun.

Direktur dan Corporate Secretary Alumindo Wibowo Suryadinata, menyampaikan bahwa saat penawaran umum perdana saham (IPO) pada tahun 1997, ALMI merupakan produsen aluminium lembaran terbesar di Asia Tenggara.

Namun, sejak 2018, penjualan perusahaan mulai merosot secara signifikan, terutama akibat kebijakan pemerintah Amerika Serikat (AS) yang menaikkan tarif impor aluminium lembaran (rolling). Hal ini menyebabkan penurunan penjualan yang signifikan ke AS, yang sebelumnya merupakan pasar utama ALMI.

Dampak Kebijakan Tarif Impor AS

Pada tahun 2018, kebijakan kenaikan tarif impor AS mulai menghantam kinerja ALMI. Sebelum kebijakan tersebut diberlakukan, ALMI mampu menjual 10.000 ton aluminium per bulan. Namun, setelahnya, penjualan merosot menjadi kurang dari 2.000 ton per bulan. Upaya untuk mencari pasar baru dan mitra bisnis tidak membuahkan hasil yang signifikan, dan penjualan terus menurun.

Pendapatan ALMI yang pada 2017-2018 masih berada di kisaran Rp3,5 hingga Rp4,5 triliun, turun drastis pada 2019 menjadi Rp2,2 triliun. Pada 2020, pendapatan bahkan jatuh di bawah Rp1 triliun, meski kemudian meningkat menjadi Rp1,4 triliun pada 2021. Namun, pada 2023, pendapatan kembali merosot menjadi Rp876 miliar, dan pada sembilan bulan pertama 2024 hanya mencapai Rp277 miliar.

Penghentian Operasional dan Upaya Penyelamatan

Setelah penurunan berkelanjutan, manajemen Alumindo akhirnya memutuskan untuk menghentikan kegiatan operasional perusahaan pada Oktober 2024. Langkah ini diambil karena perusahaan tidak lagi mampu menahan beban kerugian yang semakin besar. Kegiatan produksi, administrasi, dan penjualan seluruhnya dihentikan hingga waktu yang belum ditentukan.

ALMI telah melakukan berbagai upaya untuk menyelamatkan perusahaan, termasuk melalui keputusan pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada Desember 2021. Saat itu, pemegang saham sepakat untuk melakukan penambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu sebesar Rp800 miliar, yang bertujuan untuk meringankan beban utang perusahaan. Namun, upaya tersebut belum berhasil membalikkan kondisi keuangan perusahaan.

Hingga September 2024, pendapatan terbesar Alumindo masih berasal dari pasar domestik (Indonesia), yang menyumbang 76 persen dari total pendapatan. Eropa memberikan kontribusi sebesar 13 persen, sementara Asia menyumbang 9 persen. Pendapatan dari AS, yang pernah menjadi pasar utama, hanya menyumbang 3,5 persen dari total pendapatan.

Dampak Penghentian Operasional

Penghentian operasional ALMI memiliki dampak yang luas, baik terhadap operasional, keuangan, maupun kelangsungan bisnis perusahaan. Beberapa dampak utama meliputi:

  • Kegiatan Operasional: Seluruh aktivitas operasional, baik produksi, administrasi, maupun penjualan, telah dihentikan.
  • Kondisi Keuangan: Pendapatan perusahaan berhenti, namun perusahaan tetap harus menanggung biaya bunga bank dan kewajiban lainnya.
  • Kelangsungan Usaha: Manajemen perusahaan masih berupaya mencari investor atau mitra untuk menghidupkan kembali operasional dan menemukan pasar baru.

Meskipun telah menghentikan operasional, hingga saat ini tidak ada masalah hukum yang muncul akibat keputusan tersebut. Status hukum perusahaan juga belum mengalami perubahan, dan kepemilikan saham masyarakat atas perusahaan per 30 Juni 2024 tercatat sebesar 99.345.200 saham atau 2,61 persen dari seluruh saham ALMI.

Penghentian operasional PT Alumindo Light Metal Industry Tbk merupakan salah satu dampak dari ketatnya persaingan di pasar global dan kebijakan proteksionis yang diberlakukan oleh negara-negara tujuan ekspor utama, seperti AS.

Meskipun manajemen terus berupaya untuk memulihkan kinerja, kerugian yang semakin membengkak membuat perusahaan tidak dapat lagi melanjutkan operasionalnya. Hingga waktu yang belum ditentukan, ALMI tetap mencari cara untuk menemukan investor baru atau pasar baru demi kelangsungan usahanya di masa depan.

Saham Anjlok Sepanjang Tahun

Tidak hanya gagal mengumpulkan laba, saham PT Alumindo Metal Light Industry Tbk (ALMI) juga menghadapi tantangan besar dengan penurunan yang signifikan. Sejak awal tahun 2024, saham ALMI telah anjlok sebesar 119 poin atau 61.66 persen, meninggalkan harga saham terkini di angka Rp74. Penurunan ini mencerminkan bahwa nilai saham perusahaan telah tergerus lebih dari separuh sejak awal tahun.

Penurunan ini menjadi sinyal jelas bagi investor bahwa perusahaan sedang mengalami masalah fundamental yang serius. Kerugian finansial yang terus berlanjut, termasuk kerugian sebesar Rp76 miliar dalam sembilan bulan pertama 2024, tampaknya telah mempengaruhi sentimen pasar. Hal ini diperparah dengan keputusan manajemen perusahaan untuk menghentikan operasional perusahaan untuk waktu yang belum ditentukan.

Di samping penurunan harga saham, aktivitas perdagangan saham ALMI juga menunjukkan penurunan signifikan. Volume perdagangan harian tercatat hanya 30.600 lembar saham, jauh di bawah rata-rata volume perdagangan sebesar 173.260 lembar saham. Penurunan minat ini mencerminkan bahwa investor mulai berhati-hati atau bahkan menghindari saham ini, mungkin karena risiko yang semakin tinggi atau ketidakpastian terkait prospek perusahaan ke depan.

Kondisi ini menunjukkan bahwa ALMI, yang pernah menjadi produsen aluminium lembaran terbesar di Asia Tenggara, kini berada dalam masa yang penuh tantangan. Setelah bertahun-tahun mencoba mencari pasar baru dan mitra strategis untuk memulihkan penjualan, hingga kini belum ada tanda-tanda pemulihan yang signifikan.(*)

Disclaimer: Artikel ini bukan untuk mengajak, membeli, atau menjual saham. Segala rekomendasi dan analisa saham berasal dari analisis atau sekuritas yang bersangkutan, dan  Kabarbursa.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan atau kerugian investasi yang timbul. Keputusan investasi ada di tangan investor. Pelajari dengan teliti sebelum membeli/menjual saham.