KABARBURSA.COM - PT VKTR Teknologi Mobilitas Tbk, sebuah perusahaan yang berfokus pada kendaraan listrik komersial, merilis laporan keuangan untuk kuartal ketiga tahun 2024.
Dalam laporan tersebut, VKTR mencatatkan pendapatan bersih sebesar Rp646 miliar dari penjualan kendaraan dan manufaktur suku cadang.
Meskipun mengalami penurunan jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, di mana pendapatan tercatat Rp891 miliar, perusahaan tetap menunjukkan pertumbuhan stabil di setiap kuartal.
Sesuai dengan data yang dimiliki Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan bahwa pasar kendaraan niaga di Indonesia mengalami penurunan penjualan sebesar 21 persen hingga September 2024.
Dalam konteks ini, VKTR berusaha untuk tetap bertahan dengan rata-rata pertumbuhan pendapatan sebesar 7,9 persen setiap kuartalnya.
Presiden Direktur VKTR, Gilarsi W. Setijono, menjelaskan bahwa laba kotor perusahaan mencapai Rp123 miliar pada kuartal ketiga 2024, mengalami penurunan dari Rp156 miliar pada tahun lalu.
Meskipun laba kotor menurun, Gilarsi menyebut, marjin laba kotor meningkat dari 17,5 persen pada kuartal ketiga 2023 menjadi 19,1 persen.
Kenaikan marjin ini sebagian besar disebabkan oleh efisiensi dalam produksi suku cadang serta peningkatan penjualan truk dan forklift.
Gilarsi mengungkapkan optimisme perusahaan terkait pertumbuhan yang stabil.
“Kami mencatat pertumbuhan yang konsisten setiap kuartal pada tahun 2024, dan kami yakin pertumbuhan ini akan berlanjut seiring meningkatnya pesanan dan pembelian untuk berbagai produk VKTR,” kata Gilarsi melalui keterangan resminya yang dikutip, Minggu, 27 Oktober 2024.
Salah satu pencapaian signifikan bagi VKTR adalah berhasil meraih tender dari Transjakarta untuk menyediakan 20 unit bus listrik berukuran 12 meter yang akan dikirim dalam kondisi Completely Knocked Down (CKD).
Bus-bus ini direncanakan akan diserahkan kepada operator pada akhir tahun 2024, dan diharapkan dapat membantu mengurangi emisi transportasi di Jakarta.
Selain proyek dengan Transjakarta, VKTR juga telah mendapatkan beberapa pesanan dari instansi pemerintah dan perusahaan BUMN. Ini termasuk unit-unit seperti compactor, dump truck, dan arm roll truck.
Dua unit compactor listrik pertama telah mulai beroperasi di Ibu Kota Nusantara (IKN) sejak Agustus 2024, menandai langkah maju dalam adopsi kendaraan listrik.
Di samping itu, pembangunan fasilitas produksi kendaraan listrik berbasis CKD di Magelang, Jawa Tengah, sudah mencapai 86 persen dan ditargetkan selesai pada akhir tahun 2024.
Fasilitas ini akan menjadi yang pertama di Indonesia yang dapat memproduksi chassis kendaraan listrik komersial dengan metode CKD, yang merupakan langkah penting untuk meningkatkan kapasitas produksi lokal.
Gilarsi juga menambahkan bahwa pencapaian ini diakui oleh Kementerian Perindustrian, terutama karena tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) untuk produk bus 12 meter yang telah melebihi 40 persen. Hal ini menunjukkan komitmen VKTR untuk mendukung industri lokal dan meningkatkan nilai tambah dalam produksi kendaraan listrik.
Komitmen VKTR untuk menyediakan solusi transportasi yang ramah lingkungan tetap menjadi prioritas. Meskipun pasar kendaraan listrik komersial masih menghadapi sejumlah tantangan dalam hal adopsi, perhatian terhadap perubahan iklim dan keberlanjutan mulai menjadi faktor pendorong utama dalam kebijakan pemerintah dan industri.
“Kami percaya bahwa elektrifikasi dalam sektor transportasi adalah sesuatu yang tak terhindarkan, dan VKTR siap untuk memenuhi ekspektasi semua pemangku kepentingan,” ucap Gilarsi.
Pengamat otomotif Yannes Martinus Pasaribu menilai salah satu penyebab penjualan mobil listrik jeblok adalah karena stigma produk China masih buruk di mata konsumen Indonesia.
“Stigma lama terhadap produk otomotif China memang masih sulit dihapuskan, meskipun kualitasnya telah meningkat pesat,” kata Yannes kepada Kabar Bursa, Senin, 21 Oktober 2024.
Menurutnya stigma terhadap produk otomotif China telah mengakar kuat di Tanah Air. Butuh kerja ekstra dalam hal pemasaran agar penjualan mobil China bisa terdongkrak naik karena stigma itu tidak lahir begitu saja.
Persepsi negatif pasar kepada produk otomotif China terbentuk karena pengalaman masa lalu dan informasi yang beredar luas di masyarakat. Hal inilah yang membuat sebagian orang masih ragu meski China berupaya keras membuktikan kemampuan mereka. Stigma ini menjadi hambatan besar yang sulit ditembus.
Stigma konsumen terhadap produk otomotif China, kata dia, dapat dimanfaatkan oleh pabrikan otomotif Jepang untuk kembali merebut pasar. Karena selama ini merek-merek Jepang dibuat kelimpungan dengan hadirnya mobil China yang sempat merebut perhatian pasar otomotif Tanah Air.
“Merek-merek mapan ini jelas memiliki keunggulan dalam hal reputasi, jaringan layanan, dan desain yang telah terbukti. Meski begitu, mereka tidak boleh lengah,” kata Yannes.
Meski merek-merek Jepang dan Eropa punya reputasi yang bagus di mata konsumen otomotif Tanah Air, Yannes mengingatkan agar Jepang dan Eropa tak lengah dalam persaingan yang semakin ketat.
Agar tetap eksis di pasar otomotif, merek Jepang dan Eropa perlu berbenah dari sisi inovasi teknologi. Karena, menurutnya, konsumen otomotif semakin cerdas dan kritis. Menurutnya, mereka terus mencari inovasi, teknologi mutakhir, serta harga yang kompetitif.
“Jika merek Jepang dan Eropa tidak terus berinovasi dan beradaptasi dengan kebutuhan pasar, mereka berisiko kehilangan pangsa pasar kepada merek-merek baru, termasuk dari China, yang terus berkembang,” tuturnya.
Karena menurutnya, kunci kesuksesan di sektor otomotif tidak hanya memanfaatkan kelemahan kompetitor, tapi juga harus diimbangi dengan memberikan nilai tambah bagi konsumen.
Baik brand Jepang dan China harus sama-sama berjuang menawarkan produk dan layanan terbaik untuk memenangkan hati konsumen yang semakin menuntut kualias dan inovasi.
Penjualan mobil China pada September 2024 mengalami penurunan signifikan. Beberapa merek yang sebelumnya mendominasi pasar otomotif dan diperkirakan akan terus memimpin, kini berada dalam tekanan.
Berdasarkan data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan ritel untuk merek BYD mencapai 1.788 unit, turun 25,2 persen dibanding bulan sebelumnya.
Merek Chery juga mengalami penurunan serupa, dengan penjualan hanya 606 unit, atau turun 20,5 persen dibanding bulan Agustus. Namun, jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, penjualan Chery pada bulan ini sebenarnya lebih baik, meningkat sebesar 51,5 persen. Secara kumulatif, dari Januari hingga September 2024, Chery mencatat penjualan 5.969 unit, naik 93,4 persen year-on-year (yoy).
Di sisi lain, penjualan DFSK pada bulan ini tercatat 73 unit, naik 14,1 persen dibanding bulan Agustus. Namun, jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2023, penjualan DFSK turun drastis sebesar 42,5 persen.
Untuk penjualan kumulatif dari Januari hingga September 2024, DFSK berhasil menjual 862 unit, namun angka ini turun 30,7 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Brand kendaraan komersial FAW juga mengalami penurunan. Penjualan FAW pada September 2024 hanya mencapai 43 unit, turun 32,8 persen dibanding bulan sebelumnya, dan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, FAW mengalami penurunan penjualan sebesar 75,8 persen. Meskipun demikian, penjualan kumulatif FAW selama periode Januari-September 2024 mencapai 615 unit, meningkat 22 persen yoy.
Penurunan penjualan juga dialami oleh merek China terbaru, Neta. Pada September 2024, Neta hanya berhasil menjual 63 unit, turun 7,5 persen dari bulan sebelumnya. Secara kumulatif, sejak pertama kali hadir di Indonesia hingga September 2024, Neta mencatat penjualan 394 unit.
Penjualan untuk merek Tank dan Haval pada bulan September 2024 masing-masing tercatat 140 unit dan 5 unit. Penjualan Tank melonjak 159,3 persen, sementara Haval mengalami penurunan sebesar 58,3 persen.
Secara keseluruhan, menurut data Gaikindo, total penjualan mobil di Indonesia pada September 2024 mencapai 72.667 unit, turun 4,8 persen dibandingkan bulan Agustus 2024 yang mencatat 76.304 unit. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, penurunan penjualan lebih tajam, mencapai 9,1 persen. Penjualan mobil nasional kumulatif dari Januari hingga September 2024 tercatat 633.218 unit, turun 16,2 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Penjualan mobil dari dealer ke konsumen pada September 2024 juga turun 5,8 persen menjadi 72.336 unit dibandingkan bulan sebelumnya. Jika dibandingkan dengan September 2023, penurunan penjualan mencapai 10,6 persen, dengan angka penjualan pada bulan itu mencapai 80.984 unit. Penjualan kumulatif dari Januari hingga September 2024 sebesar 657.223 unit, turun 11,9 persen dari tahun sebelumnya.
Pelemahan ekonomi turut berdampak pada produksi mobil secara nasional. Menurut data Gaikindo, produksi mobil pada September 2024 mencapai 101.688 unit, turun 5,8 persen dibandingkan Agustus. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, penurunan produksi mencapai 9,8 persen. Secara kumulatif, produksi kendaraan dari Januari hingga September 2024 turun 17,1 persen menjadi 881.574 unit. (*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.