Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Harga Batu Bara Dunia Stagnan di Tengah Kenaikan Gas Alam

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 26 October 2024 | Penulis: Moh. Alpin Pulungan | Editor: Redaksi
Harga Batu Bara Dunia Stagnan di Tengah Kenaikan Gas Alam

KABARBURSA.COM - Harga batu bara dunia Newcastle stabil pada Jumat, 25 Oktober 2024. Untuk kontrak Oktober 2024, turun tipis sebesar USD0,6 menjadi USD144,9 per ton. November tidak berubah di USD145,9 per ton, sementara Desember juga stabil di USD148,4 per ton.

Sebaliknya, harga batu bara Rotterdam justru naik. Oktober tercatat menguat USD0,4 menjadi USD119,65 per ton. November naik USD1,85 ke USD121,65 per ton, dan Desember bertambah USD2,1 ke USD122,6 per ton.

Di sisi lain, harga gas alam Eropa terus melonjak. Kontrak gas TTF Dutch untuk bulan depan naik 2,4 persen menjadi 43,6 euro per megawatt-jam (MWh), didorong meningkatnya permintaan pembangkit listrik dan kekhawatiran konflik di Timur Tengah.

Lanjutkan Kenaikan

Pada Kamis, 24 Oktober 2024, harga batu bara dan gas alam, sementara harga minyak sawit (CPO) juga mencatatkan lonjakan signifikan. Pergerakan ini tidak hanya mencerminkan dinamika pasar komoditas, tetapi juga menunjukkan dampak dari perubahan kebijakan energi, permintaan global, dan faktor-faktor makroekonomi yang lebih luas.

Yang pertama adalah kenaikan harga batu bara, Diketahui, harga batu bara Newcastle untuk kontrak bulan Oktober 2024 meningkat sebesar USD0,55, menjadi USD145,25 per ton. Sedangkan batu bara Rotterdam menunjukkan tren yang serupa dengan kenaikan harga hingga USD119,1 per ton.

Dalam beberapa bulan terakhir, harga batu bara telah meningkat sebesar 27 persen dibandingkan titik terendahnya pada bulan Maret 2024, yang menunjukkan pemulihan yang kuat dari sektor energi berbasis batu bara.

Lantas, apa yang menyebabkan kenaikan tersebut?

Ada tiga sentimen yang mendorong kenaikan harga batu bara ini, yaitu:

  1. Permintaan Pembangkitan Listrik: Permintaan yang kuat untuk pembangkit listrik berbahan bakar batu bara telah menjadi pendorong utama kenaikan harga. Data menunjukkan bahwa pembangkitan listrik thermal di China meningkat hampir 10 persen pada bulan September dibandingkan tahun lalu. Di tengah krisis energi global dan permintaan yang terus meningkat, negara-negara seperti China terus mengandalkan batu bara sebagai sumber utama energi.
  2. Impor yang Meningkat: Selama periode yang sama, impor batu bara China melonjak 13 persen, mencapai rekor tinggi 47,6 juta ton. Lonjakan ini menggambarkan keinginan negara tersebut untuk memenuhi kebutuhan energinya, meskipun tantangan makroekonomi yang dihadapinya, seperti perlambatan pertumbuhan ekonomi dan kebijakan lingkungan yang lebih ketat.
  3. Krisis Energi Global: Krisis energi yang terjadi di Eropa, akibat ketergantungan pada gas alam Rusia dan pemotongan pasokan, telah mengalihkan perhatian kembali ke batu bara. Dengan harga gas yang melonjak, batu bara menjadi alternatif yang lebih ekonomis untuk pembangkit listrik.

Kedua tentang kenaikan harga kontrak berjangka gas alam TTF Dutch. Untuk bulan depan, terjadi lonjakan harga sebesar 1,7 persen menjadi 41,43 euro per megawatt-jam. Kenaikan harga gas ini tentunya memiliki implikasi langsung terhadap sektor energi dan industri di Eropa.

Salah satunya adalah meningkatnya produksi listrik. Diproyeksikan bahwa produksi listrik berbahan bakar gas di Eropa akan meningkat sebesar 11 persen pada tahun 2027. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun harga gas tinggi, permintaan untuk listrik tetap stabil dan kemungkinan besar akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan populasi dan industri.

Kenaikan harga gas juga memicu perdebatan mengenai transisi energi dan ketergantungan pada sumber energi fosil. Negara-negara Eropa kini berada dalam posisi sulit untuk menemukan keseimbangan antara kebutuhan energi jangka pendek dan komitmen terhadap kebijakan perubahan iklim.

Sementara itu, harga Crude Palm Oil (CPO) juga mencatatkan lonjakan signifikan, mencapai level tertinggi dalam dua tahun terakhir. Kontrak berjangka CPO untuk November 2024 melonjak 113 Ringgit Malaysia menjadi 4.563 Ringgit Malaysia per ton. Kenaikan ini merupakan bagian dari tren penguatan yang telah berlangsung selama tiga hari berturut-turut.

Beberapa hal yang menyebabkan kenaikan harga ini adalah terjadinya penurunan produksi di Indonesia dan Malaysia, dua produsen utama CPO. Data terbaru menunjukkan bahwa meskipun ada kenaikan produksi di Sabah, produksi di Sarawak dan Semenanjung Malaysia mengalami penurunan signifikan. Produksi secara keseluruhan diperkirakan turun antara 1-5 persen.

Permintaan ekspor yang kuat juga menjadi penyebab kenaikan harga CPO. Pertumbuhan ekspor CPO yang kuat memberikan dukungan tambahan bagi harga. Para analis mencatat bahwa ekspektasi akan permintaan dari negara-negara pengimpor utama, seperti India dan Tiongkok, menjadi pendorong utama untuk peningkatan harga CPO.

Sebab lainnya adalah kenaikan harga minyak kedelai di Chicago Board of Trade (CBoT), juga berkontribusi terhadap lonjakan harga CPO. Dengan meningkatnya biaya bahan baku lainnya, harga CPO menjadi semakin kompetitif di pasar global.(*)