KABARBURSA.COM - Dua saham batu bara Adaro Energy Indonesia (ADRO) dan Bukit Asam (PTBA) bakal mendapatkan efek positif dari adanya target swasembada energi yang dicanangkan presiden Prabowo Subianto.
Global Markets Strategist Maybank Indonesia Myrdal Gunarto, memandang saat ini ADRO telah memberlakukan kebijakan pemandirian energi terbarukan secara bertahap.
"Untuk ADARO ini kelihatannya mereka juga sudah melakukan secara bertahap kebijakan untuk pemandirian energi yang terbarukan ya dan ini kelihatannya juga cukup positif," ujar dia kepada Kabarbursa.com, Jumat, 25 Oktober 2024.
Sementara untuk PTBA, Myrdal menjelaskan emiten ini juga bakal terdampak positif dengan adanya rencana swasembada energi. Apalagi lagi, lanjut dia, PTBA memiliki keuangan yang baik.
"Jadi walaupun nanti akan ada pemandirian energi yang berbasis energi baru terbarukan dan ramah lingkungan, ya saya rasa prospek PTBA ini masih akan relatif menarik," ungkap dia.
Lebih lanjut Myrdal menuturkan, hingga lima tahun ke depan performa PTBA masih akan tetap positif dan profitif. Apalagi kalau kita lihat juga dari valuasinya dan profitabilitasnya yang sangat baik.
"Dan posisi terkait dengan agresivitas emiten ini juga masih tetap terjaga," kata dia.
Myrdal pun berharap, kemandirian swasembada energi ini bisa menciptakan sumur-sumur minyak yang baru. Sehingga, hal ini bisa melibatkan emiten-emiten terkait.
"Kita tidak berharap sumur-sumur minyak yang lama terus menjadi andalan, kita harapkan ada sumur minyak baru entah itu dari sisi onshore maupun juga offshore," pungkasnya.
Saham BUMN Karya bakal Tersengat Program Swasembada Energi
Selain dua emiten di atas, saham BUMN Karya juga diprediksi bisa tersengat angin segar dari adanya program swasembada energi yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto dalam pidato kenegaraan pada Minggu, 20 Oktober 2024.
Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Indonesia Nafan Aji Gusta, mengatakan swasembada energi bertujuan untuk meningkatkan kedaulatan energi di tanah air.
“Ini kan berkaitan dalam rangka untuk memajukan, baik itu green economy maupun juga untuk blue economy,” ujar Nafan kepada Kabarbursa.com, Kamis, 24 Oktober 2024.
Oleh karena itu, dia berpendapat pembangunan infrastruktur yang memadai sangat diperlukan dalam menunjang target swasembada energi.
Nafan mengatakan, pembangunan infrastruktur juga akan memberikan kabar baik untuk BUMN karya seperti Wjaya Karya (WIKA), Adhi Karya (ADHI), dan PT Pembangunan Perumahan (PTPP).
“Sebenarnya bagus ya untuk emiten-emiten berbasis BUMN karya ini bisa mewujudkan perolehan kenaikan kontrak baru,” ucap dia.
Selain memperoleh kontrak baru, pembangunan infrastruktur juga bisa dijadikan kesempatan bagi BUMN karya tersebut untuk meningkatkan kinerja top line perusahaan.
Kendati pembangunan infrastruktur menjadi sentimen positif, Nafan juga menyoroti negative cash flow yang dialami oleh perusahaan.
“Yang menjadi concern adalah terkait dengan negative cash flow yang dialami oleh perusahaan, sering dengan bengkaknya hutang. Tapi juga ke depannya program resekusasi hutang juga harus tetap berjalan, itu saja sih yang paling penting,” ungkapnya.
Dari keempat saham yang disebutkan tadi, Nafan memandang WIKA dan ADHI masih yang terbaik. Sebab, jelas dia, dua emiten ini memiliki harga saham yang lebih liquid.
Namun, melihat data perdagangan Stockbit, Kamis, 24 Oktober 2024, WIKA menunjukkan performa yang kurang memuaskan. Dalam satu bulan terakhir, emiten ini mencatatkan performa -2,55 persen.
Berbeda dengan ADHI, saham ini justru menunjukkan catatan yang apik. Dalam sebulan terakhir, ADHI menorehkan performa sebesar 4,26 persen.
Swasembada Energi Jadi Target yang Sangat Menantang
Diberitakan sebelumnya, Prabowo dalam pidato kenegaraannya pada 20 Oktober 2024 lalu menegaskan komitmennya untuk mencapai swasembada energi dalam lima tahun ke depan.
Prabowo sebelumnya menyoroti pemanfaatan sejumlah tanaman yang dapat menjadi salah satu sumber alternatif BBM sebagai salah satu upaya kemandirian swasembada energi.
“Kita harus swasembada energi dan kita mampu untuk swasembada energi,” kata Prabowo dalam pidato perdananya sebagai Presiden Republik Indonesia, di Gedung MPR/DPR, Jakarta Pusat, Minggu, 20 Oktober 2024.
Prabowo menambahkan, tanaman seperti kelapa sawit, singkong, tebu, sagu, hingga jagung adalah beberapa contohnya. Pemerintahannya nanti akan fokus memanfaatkan seluruh potensi yang ada demi meraih swasembada energi.
“Seperti kelapa sawit bisa menghasilkan solar dan bensin. Kita juga punya energi bawah tanah geothermal yang cukup,” ujarnya.
Melalui pengembangan produk biodiesel dan bioavtur dari sawit, serta bioethanol dari tebu dan singkong, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil. Prabowo optimistis program biodiesel B50 dan campuran ethanol E10 dapat terwujud pada 2029.
Sementara itu Pakar Ekonomi Energi Universitas Padjadjaran, Yayan Satyakti, mengatakan pemahaman mengenai swasembada di Indonesia masih mengacu pada konsep pasar domestik.
Menurutnya, target swasembada yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto dalam pidato pelantikannya merupakan tantangan besar.
Yayan berpendapat, konsep swasembada energi di Indonesia saat ini masih didominasi oleh pandangan pasar domestik, yang cenderung fokus pada ketersediaan energi dengan harga terjangkau dan aksesibilitas energi bagi masyarakat.
Yayan mengatakan pemerintah memiliki kewajiban untuk menyediakan energi sebagai barang krusial bagi publik. Dengan begitu, dia menilai swasembada energi tidak sekadar menyediakan barang, melainkan juga keterjangkauan harga.
“Kewajiban pemerintah untuk menyediakan energi sebagai barang publik menjadi hal yang sangat krusial. Sehingga tujuan Swasembada Energi ini yaitu pemerintah mampu menyediakan pasokan energi secara mudah dan murah,” kata Yayan saat dihubungi Kabarbursa.com, Senin, 21 Oktober 2024.
Dalam ilmu ekonomi, tutur Yayan, swasembada energi akan bergantung pada banyaknya supply. Untuk menyiasati hal tersebut, dia berujar pemerintah perlu menyediakan beragam pasokan energi agar harga yang dipatok tidak terlalu tinggi, sebagaimana konsep accessibility.
Yayan menilai upaya tersebut dapat dipacu dengan meningkatkan investasi dalam program Just Energy Transition Partnership (JETP). Salah satunya, menurut dia, adalah dengan memperbaiki kualitas distribusi listrik untuk menurunkan angka System Average Interruption Frequency Index (SAIFI) dan System Average Interruption Duration Index (SAIDI).
“Artinya ketika keandalan distribusi maka industri akan menggunakan listrik dari PLN yang selama ini biasanya dipenuhi dengan IPP. Sesuai dengan konsep JETP, pasokan listrik Indonesia akan lebih hijau,” katanya.
Dengan peningkatan rantai pasok dan aksesibilitas, Yayan melanjutkan, harga energi diharapkan semakin terjangkau. Dalam skenario ini, nilai konsumsi energi nominal meningkat sementara indeks harga energi cenderung menurun.
“Artinya harga listrik semakin menurun karena pasokan yang semakin meningkat (Merit Order of Energy Availability). Ketika diversifikasi energi semakin banyak biaya energi semakin turun. Walaupun isu ini debatable,” jelas Yayan.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.