Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Rupiah Berpotensi Menguat di Tengah Ketidakpastian Pasar

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 23 October 2024 | Penulis: Moh. Alpin Pulungan | Editor: Redaksi
Rupiah Berpotensi Menguat di Tengah Ketidakpastian Pasar

KABARBURSA.COM - Nilai tukar rupiah diperkirakan bergerak fluktuatif namun berpotensi menguat pada hari ini, Rabu, 23 Oktober 2024. Berdasarkan analisis Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, pada perdagangan sebelumnya rupiah sempat melemah 63,5 poin, ditutup di level Rp15.567 per USD. Sebelumnya, mata uang Garuda ini sempat menguat hingga 65 poin ke level Rp15.303,5.

“Untuk perdagangan besok (hari ini), mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat direntang Rp15.500 - Rp15.580,” kata Ibrahim dalam analisa harian yang diterima KabarBursa.com, Selasa, 23 Oktober 2024.

Ibrahim menjelaskan pergerakan rupiah saat ini masih sangat dipengaruhi oleh ketidakpastian di pasar global, terutama menjelang pemilu Presiden AS pada 5 November mendatang. Ketegangan geopolitik yang meningkat di Timur Tengah juga menjadi faktor yang memengaruhi dinamika pasar keuangan, yang pada akhirnya berdampak pada mata uang regional termasuk rupiah.

"Ketegangan geopolitik antara Israel, Hamas, dan Hizbullah, serta potensi konfrontasi antara Israel dan Iran, memberikan tekanan tambahan pada pasar keuangan global. Kondisi ini harus diwaspadai karena bisa memengaruhi stabilitas ekonomi kita," ungkap Ibrahim.

Dari sisi internal, Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto diharapkan segera menuntaskan berbagai tantangan ekonomi, termasuk memperkuat daya beli masyarakat dan penciptaan lapangan kerja. Ibrahim mencatat, jika isu-isu ini tidak ditangani dengan baik, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa stagnan, yang tentunya akan berpengaruh pada kekuatan rupiah di pasar.

Ditutup Melemah

Pada penutupan perdagangan Selasa sore, 22 Oktober 2024, rupiah melemah signifikan sebesar 0,41 persen atau 63 poin dan bertengger di level Rp15.567. Sementara pada penutupan perdagangan Senin sore, 21 Oktober 2024, posisi rupiah berada di level Rp15.503.

Melemahnya kurs rupiah ini didorong oleh beberapa faktor yang berpengaruh di pasar global dan domestik.

Pertama perihal keyakinan pelaku pasar bahwa Federal Reserve (Fed) akan memangkas Fed Fund Rates (FFR) sebesar 25 basis poin pada pertemuan di bulan November besok.

Ibrahim mengungkapkan penguatan indeks dolar AS disebabkan oleh serangkaian data ekonomi yang positif, yang membuat investor mengurangi ekspektasi terkait ukuran dan kecepatan pemangkasan suku bunga oleh Fed.

Saat ini, peluang pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan Fed mendatang diperkirakan mencapai 87 persen, sementara peluang untuk mempertahankan suku bunga tetap stabil hanya 13 persen.

Di samping itu, pernyataan dari beberapa pejabat Fed, seperti Presiden Federal Reserve Bank of Dallas Lorie Logan dan Presiden Federal Reserve Bank Minneapolis Neel Kashkari, yang menyatakan harapan untuk penurunan suku bunga yang lebih bertahap, semakin memperkuat ekspektasi pasar akan kebijakan moneter yang lebih konservatif. Hal ini memberikan tekanan lebih lanjut pada mata uang negara berkembang seperti rupiah.

Faktor domestik juga berperan dalam melemahnya rupiah. Pelaku pasar menunjukkan kekhawatiran mengenai kinerja pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto dan Kabinet Merah Putih. Dengan banyaknya menteri yang berasal dari partai politik dan bukan profesional, membuat investor ragu terhadap kemampuan kabinet untuk memenuhi janji kampanye, terutama dalam mengejar pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen.

Investor menilai target ini sangat ambisius dan sulit dicapai, terutama di tengah tantangan penanganan daya beli masyarakat, penciptaan lapangan kerja, dan perbaikan kualitas institusi.

Kekhawatiran akan stagnasi pertumbuhan ekonomi, deindustrialisasi, dan rendahnya daya beli masyarakat menjadi sentimen negatif yang turut menekan nilai tukar rupiah. Ibrahim menekankan bahwa jika masalah-masalah ini tidak segera ditangani, dampaknya bisa lebih jauh merugikan perekonomian nasional.

Intervensi Bank Indonesia

Sementara itu, intervensi Bank Indonesia dinilai juga menjadi penyebab melemahnya rupiah. BI telah mengambil langkah strategis di tengah prospek kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS dan arah pelonggaran yang lebih terukur oleh Federal Reserve, yang memberikan tekanan tambahan terhadap mata uang domestik.

BI diketahui melakukan intervensi di pasar spot dan pasar berjangka non-deliverable. Ini merupakan intervensi kedua yang dilakukan dalam dua minggu terakhir dan menunjukkan keseriusan BI dalam menangani fluktuasi nilai tukar rupiah. Sebelumnya, pada 7 Oktober 2024, BI juga melakukan intervensi serupa ketika rupiah mengalami penurunan tajam.

Pada perdagangan pagi hari kemarin, rupiah melemah sebanyak 0,5 persen menjadi Rp15.568 per dolar AS, yang merupakan penurunan terbesar sejak awal bulan.

Direktur Eksekutif untuk Pengelolaan Moneter BI Edi Susianto, menyebutkan bahwa pelemahan ini dipicu oleh pernyataan-pernyataan dari pejabat Fed yang kurang dovish dan ketidakpastian menjelang pemilihan umum di AS. Namun, ia juga menegaskan bahwa pergerakan nilai tukar rupiah masih terkendali para eksportir yang terlihat memasok dolar ke pasar.

Intervensi BI ini diharapkan dapat meredam volatilitas nilai tukar rupiah, namun juga berpotensi menunda penurunan suku bunga lebih lanjut oleh bank sentral. Gubernur BI Perry Warjiyo, menyatakan bahwa meskipun ada ruang untuk pelonggaran suku bunga, fokus utama saat ini adalah menjaga stabilitas rupiah. Pada Oktober ini, BI memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan di level 6 persen.(*)