Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

India Berencana Bentuk Bursa Batu Bara, Harga Emas Hitam Naik

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 22 October 2024 | Penulis: Syahrianto | Editor: Redaksi
India Berencana Bentuk Bursa Batu Bara, Harga Emas Hitam Naik

KABARBURSA.COM - Sebagian besar harga batu bara mengalami kenaikan pada hari Senin, 21 Oktober 2024, seiring dengan rencana India untuk membangun bursa batu bara.

Harga batu bara Newcastle untuk Oktober 2024 meningkat sebesar USD 0,2 menjadi USD 145,6 per ton. Namun, untuk kontrak November 2024, harga justru turun USD 0,3 menjadi USD 145,6 per ton. Di sisi lain, harga untuk Desember 2024 naik USD 0,2 menjadi USD 148,3 per ton.

Sementara itu, harga batu bara Rotterdam untuk Oktober 2024 menurun USD 0,75 menjadi USD 118,6 per ton. Harga untuk November 2024 juga turun USD 0,35 menjadi USD 116,5, sedangkan Desember 2024 mengalami penurunan USD 0,5 menjadi USD 117,6 per ton.

Menurut laporan dari Reuters, India berencana mendirikan bursa batu bara yang ditujukan untuk menstabilkan harga bahan bakar ini dan meningkatkan ketersediaannya. Rencana ini diungkapkan oleh Menteri Batu Bara India, G Kishan Reddy.

"Pekan lalu kami mendapatkan informasi mengenai pembentukan bursa batu bara," kata Reddy, meski ia tidak menjelaskan secara spesifik kapan bursa tersebut akan mulai beroperasi.

Selain itu, India juga sedang mencari cara untuk mengimpor batu bara kokas dari Mongolia melalui Rusia, menurut seorang pejabat senior pemerintah yang mengetahui hal ini. Langkah ini diambil untuk mengurangi ketergantungan pada transit melalui China.

Pabrik-pabrik di India, yang merupakan produsen baja mentah terbesar kedua di dunia, mengalami ketidakstabilan pasokan batu bara kokas dari Australia tahun lalu. Oleh karena itu, pemerintah India telah mengirim delegasi ke Mongolia untuk mendiversifikasi sumber bahan bakar penting ini.

Sementara itu, produksi batu bara di China meningkat sebesar 4,4 persen secara tahunan (yoy) pada bulan September, menurut data dari biro statistik. Peningkatan ini terjadi setelah dilakukannya inspeksi keselamatan di awal tahun, serta lebih banyak kapasitas batu bara yang kembali beroperasi sebagai bahan baku kimia.

Produksi pada bulan September tercatat mencapai 414,46 juta metrik ton, naik dari 396,55 juta ton pada bulan Agustus.

"Produksi batu bara pada bulan September terus menunjukkan kenaikan, terutama berkat peningkatan keselamatan di tambang," ujar seorang analis dari Galaxy Futures.

Menurut Trading Economics, pelemahan harga batu bara juga dipengaruhi oleh pengarahan dari Kementerian Keuangan China akhir pekan lalu. Rencana stimulus fiskal yang disampaikan tidak memberikan rincian jelas, sehingga gagal meningkatkan sentimen pasar.

Hal ini memicu skeptisisme di kalangan trader, yang meragukan langkah pemerintah China akan cukup efektif untuk mendukung pertumbuhan konsumsi batu bara di negara terbesar pengguna komoditas ini.

Think Tank India Soroti Polusi akibat Batu Bara

Pusat pemikiran kebijakan (think tank) teratas India telah mengusulkan untuk menghentikan pemasangan peralatan pengurangan emisi belerang di pembangkit listrik tenaga batu bara, menurut dokumen yang dilihat oleh Reuters. Hal ini memicu kembali perdebatan mengenai komitmen negara tersebut untuk membersihkan udara yang tercemar.

Tingkat polusi udara di India termasuk yang tertinggi di dunia, yang mengancam kesehatan dan ekonomi negara. Pemerintah telah memerintahkan stasiun pembangkit listrik tenaga batu bara untuk mematuhi aturan emisi yang lebih ketat atau menghadapi penutupan, dengan menetapkan batas waktu awal pada tahun 2017 untuk memasang unit pengurangan belerang gas buang (FGD). Batas waktu tersebut telah diperpanjang hingga 2026.

NITI Aayog merekomendasikan agar kementerian lingkungan dan tenaga federal mengarahkan pembangkit listrik berbasis batu bara untuk menghentikan pemesanan baru untuk peralatan pengurangan belerang, sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen tersebut.

Jika usulan ini diterapkan, dapat menghentikan tender senilai 960 miliar rupee (setara dengan 11,42 miliar USD) untuk peralatan pengurangan belerang bagi 80.000 megawatt unit pembangkit listrik tenaga batu bara.

Para aktivis lingkungan mendukung aturan pengurangan emisi untuk stasiun pembangkit listrik tenaga batu bara, mengatakan bahwa mereka menyumbang sekitar 80{6fb4e9191d3a368937c8efd0d66239a5ef26a13b97be884ddf8bd2ce9168b1d8} dari emisi industri belerang dan nitrogen oksida di India, yang menyebabkan penyakit paru-paru dan hujan asam.

Dokumen NITI Aayog mengutip sebuah studi pemerintah yang menyatakan, "data tidak menunjukkan bahwa emisi SO2 (dioksida belerang) dari pembangkit listrik berbasis batu bara di India berdampak negatif pada kualitas udara."

Laporan tersebut bertentangan dengan temuan sejumlah studi yang dilakukan oleh lembaga global dan kelompok kampanye.

Menurut laporan Greenpeace tahun 2019, India merupakan penghasil dioksida belerang (SO2) terbesar di dunia, dengan sebagian besar berasal dari pembangkit listrik tenaga batu bara.

NITI Aayog, kementerian tenaga, dan kementerian lingkungan tidak segera merespons permintaan komentar. (*)