KABARBURSA.COM - Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah merancang perubahan signifikan dengan merinci niatnya untuk melonggarkan syarat-syarat transaksi short selling di Tanah Air. Saat ini, belum ada ijin transaksi short selling yang diberikan oleh BEI kepada anggota bursa manapun.
Irvan Susandy, Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI, menguraikan bahwa salah satu titik yang akan direvisi adalah terkait aturan uptick. Dalam klarifikasinya, Irvan menyatakan, "Kita minta lebih ramah terhadap bisnis, seperti aturan uptick saat ini, di mana untuk melakukan transaksi short, harganya lebih tinggi dari harga transaksi terakhir. Ini adalah aspek yang ingin kita hilangkan."
Meskipun demikian, Irvan mengisyaratkan bahwa evaluasi masih dalam proses bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan perubahan aturan ini diharapkan dapat terwujud dalam tahun ini. Irvan menambahkan, "Ini terkait dengan model bisnisnya. Kemungkinan ada peraturan OJK yang akan diubah. Tahun ini adalah waktu yang diharapkan untuk merevisi aturan tersebut."
Diketahui bahwa BEI memiliki target ambisius untuk mencapai total 1.000 emiten di tahun 2024, dengan fokus pada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Irvan memastikan bahwa sejumlah pihak telah menunjukkan minat untuk memfasilitasi transaksi short selling di Indonesia. Namun, perubahan ini memerlukan persiapan sistem yang matang, mengingat transaksi short selling melibatkan pendekatan yang berbeda.
Hingga saat ini, belum ada anggota bursa yang memegang izin short sell. Short selling sendiri adalah strategi perdagangan saham di mana investor menjual saham yang belum dimilikinya, berspekulasi terhadap penurunan harga saham. Sebaliknya, dalam transaksi margin trading, nasabah memiliki kapasitas untuk bertransaksi saham lebih besar dari modal yang dimilikinya, membuka peluang keuntungan yang lebih besar.
Dalam konteks regulasi, transaksi short selling adalah jual beli efek di mana efek yang dijual tidak dimiliki oleh penjual saat transaksi terjadi. Regulasi tersebut melibatkan peraturan dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, yang kini dikenal sebagai Otoritas Jasa Keuangan, dan dikeluarkan pada tahun 2008.
Secara sederhana, short selling adalah transaksi penjualan saham tanpa kepemilikan saham yang bersangkutan. Para investor yang melakukan praktik ini biasanya meminjam saham dari perusahaan sekuritas dan mengharapkan penurunan harga saham. Teknik perdagangan saham ini umumnya dilakukan oleh investor berpengalaman, memerlukan analisis mendalam, dan memiliki tingkat risiko yang tinggi.
Sebagai contoh, seorang investor seperti Pak Jaya dapat meminjam saham dari suatu perusahaan, menjualnya di pasar pada harga tertentu, dan membelinya kembali ketika harga turun, mendapatkan keuntungan dari selisih harga. Namun, risiko muncul jika harga saham malah naik.
Short selling melibatkan beberapa mekanisme dan persyaratan ketat. Investor harus memiliki rekening efek reguler, rekening efek khusus untuk short selling, dan menyetor jaminan awal minimal Rp200 juta. Mekanisme ini memastikan adanya keamanan dan pengendalian risiko dalam praktik short selling.
Praktik short selling memiliki keuntungan dan risiko yang signifikan. Di satu sisi, tingkat keuntungan dapat mencapai 100{83d9da1e9ecde61c764441f7e22858ba4cdb50929b12145c6a911727919b2f20} atau lebih, namun di sisi lain, tingkat risiko yang tinggi juga dapat menyebabkan kerugian yang signifikan. Diperlukan rekening margin, dan utang saham yang digunakan biasanya membawa suku bunga.
Short selling dapat memiliki dampak signifikan terhadap pasar modal. Sementara di Indonesia, praktik ini telah dilarang sebanyak tiga kali, di negara lain, terutama pada situasi yang terguncang seperti krisis finansial atau pandemi, short selling juga menjadi kontroversial. Kasus-kasus seperti GameStop di Amerika Serikat memperlihatkan kompleksitas dan dampak yang mungkin terjadi, termasuk kebijakan larangan sementara oleh BEI.
Dengan regulasi yang ketat, short selling menjadi instrumen perdagangan yang memerlukan pemahaman mendalam dan pengelolaan risiko yang hati-hati. BEI berupaya untuk merespons dinamika pasar dengan rencana mengendurkan aturan short selling, yang tetap memerlukan kewaspadaan terhadap dampak dan risiko yang mungkin terjadi.