KABARBURSA.COM - PT Toba Pulp Lestari Tbk (INRU) mengumumkan penghentian sementara aktivitas operasi pabrik pulp mereka mulai 17 Oktober hingga 1 November 2024. Penutupan sementara ini disebabkan oleh berkurangnya pasokan bahan baku, khususnya kayu, dari wilayah operasional Perseroan akibat adanya klaim tanah yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat di area tersebut.
Direksi INRU menjelaskan bahwa penghentian operasi ini bukanlah kegiatan rutin dan akan berdampak pada hilangnya hasil produksi selama periode penghentian. Hal ini juga akan mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan, dengan berkurangnya pendapatan akibat penurunan produksi. Seperti dalam keterangannya di Jakarta, Kamis 17 Oktober 2024.
Langkah ini diambil sebagai respons terhadap ketidakpastian terkait klaim tanah yang memengaruhi pasokan bahan baku, dan INRU akan terus memantau situasi untuk mencari solusi guna melanjutkan kegiatan operasional pabrik sesegera mungkin.
Kinerja Saham INRU
Kinerja harga saham INRU dalam satu minggu terakhir mengalami kenaikan sebesar 10,19 persen. Dalam satu bulan terakhir, harga saham meningkat 27,14 persen, sementara dalam tiga bulan terakhir naik signifikan hingga 41 persen. Namun, dalam enam bulan terakhir, harga saham turun 39,29 persen, dan secara tahunan, harga saham mengalami penurunan sebesar 30,41 persen.
Dalam periode tiga tahun, harga saham INRU turun 25,62 persen, sedangkan dalam lima tahun terakhir tercatat ada peningkatan sebesar 0,85 persen. Namun, dalam sepuluh tahun terakhir, harga saham mengalami penurunan sebesar 43,33 persen. Sejak awal tahun hingga saat ini, harga saham INRU turun 40,50 persen. Harga tertinggi saham INRU dalam 52 minggu terakhir mencapai Rp1235,00, sementara harga terendahnya adalah Rp350,00.
Kenaikan harga saham dalam waktu singkat seperti satu minggu dan satu bulan terakhir menunjukkan adanya sentimen positif dari investor terhadap saham INRU. Namun, penurunan signifikan dalam periode enam bulan hingga satu tahun terakhir mengindikasikan adanya tantangan besar yang dihadapi perusahaan, yang bisa terkait dengan kinerja operasional, kondisi pasar, atau isu-isu eksternal lainnya.
Hingga berita ini ditulis, saham INRU ditutup pada level Rp595 per lembar saham, mengalami kenaikan sebesar 5 poin atau 0,85 persen pada hari ini. Dalam perdagangan hari ini, harga saham sempat mencapai puncak tertinggi di level Rp600 dan terendah di Rp570. Pergerakan harga yang fluktuatif ini menunjukkan adanya dinamika yang cukup signifikan dalam transaksi saham INRU.
Kenaikan harga saham ini dapat menjadi indikasi bahwa meskipun perusahaan diterpa isu penculikan enam warga Sumut, sentimen pasar terhadap saham INRU masih menunjukkan optimisme. Investor tampaknya masih melihat potensi positif dari kinerja perusahaan ini meski dihadapkan pada tantangan eksternal.
Pendapatan bersih perusahaan juga menunjukkan dinamika yang signifikan. Pada kuartal pertama 2024, INRU mencatat kerugian sebesar Rp45 miliar, dibandingkan dengan kerugian Rp72 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. Pada tahun 2023, INRU mengalami kerugian bersih tahunan sebesar Rp398 miliar, dibandingkan dengan kerugian Rp319 miliar pada 2022.
Market cap atau kapitalisasi perusahaan tercatat sebesar Rp826 miliar dengan jumlah saham beredar sebanyak Rp1,39 miliar.
Valuasi dan Profitabilitas
Valuasi saham INRU menunjukkan bahwa rasio PE saat ini berada pada angka -4,62 untuk annualised dan -2,23 untuk trailing twelve months (TTM). Price to Sales (TTM) berada di angka 0,53, sementara Price to Book Value adalah 0,49. Price to Cashflow (TTM) tercatat sebesar 0,87 dan Price to Free Cashflow (TTM) sebesar 1,45. EV to EBITDA (TTM) berada di angka 22,49.
Rasio PE yang negatif menunjukkan perusahaan belum menghasilkan laba bersih positif dalam periode tertentu yang mengindikasikan kinerja keuangan yang kurang baik. Rasio Price to Sales dan Price to Book Value yang rendah menunjukkan saham INRU diperdagangkan dengan valuasi rendah relatif terhadap penjualan dan nilai buku perusahaan. Namun, EV to EBITDA yang tinggi menunjukkan beban utang perusahaan mungkin cukup besar dibandingkan dengan laba operasionalnya.
Dari sisi profitabilitas, Return on Assets (TTM) adalah -4,86 persen, Return on Equity (TTM) sebesar -21,76 persen, Gross Profit Margin (Quarter) adalah 17,29 persen, Operating Profit Margin (Quarter) sebesar 2,68 persen, dan Net Profit Margin (Quarter) adalah -14,70 persen.
Return on Assets dan Return on Equity yang negatif menunjukkan perusahaan mengalami kerugian dan tidak mampu menghasilkan pengembalian positif atas aset dan ekuitasnya. Gross Profit Margin yang cukup tinggi menunjukkan perusahaan masih mampu menghasilkan margin kotor yang baik, namun margin operasional dan laba bersih yang negatif menunjukkan beban operasional dan keuangan masih sangat besar.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.