Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Harga Minyak Tergelincir Empat Persen, Saham MEDC hingga LEAD Dihantui Tekanan

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 16 October 2024 | Penulis: Syahrianto | Editor: Redaksi
Harga Minyak Tergelincir Empat Persen, Saham MEDC hingga LEAD Dihantui Tekanan

KABARBURSA.COM - Investment Analyst Stockbit Sekuritas Hendriko Gani menaruh perhatian pada saham emiten produsen minyak dan gas (migas) dan penunjang migas. Sorotan ini muncul setelah harga minyak anjlok cukup dalam.

Harga minyak dunia merosot lebih dari 4 persen pada Selasa, 15 Oktober 2024, mencapai titik terendah dalam hampir dua pekan. Penurunan ini terjadi seiring melemahnya prospek permintaan dan laporan media yang menyebut Israel tidak akan menyerang fasilitas nuklir dan minyak Iran.

Mengutip Reuters, harga minyak mentah Brent jatuh USD3,21 atau 4,14 persen menjadi USD74,25 per barel. Sementara itu, minyak West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat (AS) anjlok USD3,25 atau 4,4 persen ke level USD 70,58 per barel.

Kedua acuan harga minyak tersebut sebelumnya sempat turun hingga USD4, mencapai level terendah sejak awal Oktober, setelah pada perdagangan Senin, 14 Oktober 2024. Keduanya turun sekitar 2 persen.

Sepanjang minggu ini, harga minyak Brent dan WTI telah melemah sekitar USD5, hampir menghapus seluruh kenaikan kumulatif sebelumnya setelah investor khawatir Israel mungkin akan menyerang fasilitas minyak Iran sebagai respons atas serangan misil Teheran pada 1 Oktober lalu.

Hendriko menyatakan, penurunan harga minyak berpotensi memberikan sentimen negatif jangka pendek. "Khususnya bagi emiten produsen migas dan penunjang migas seperti PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC), PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG), PT Wintermar Offshore Marine Tbk (WINS), PT Elnusa Tbk (ELSA), dan PT Logindo Samudramakmur Tbk (LEAD)," ungkapnya, Selasa, 16 Oktober 2024.

Di samping isu geopolitik, Hendriko menyoroti langkah Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan Badan Energi Internasional (IEA) kompak memangkas proyeksi pertumbuhan permintaan minyak global untuk tahun 2024, dengan penurunan terbesar berasal dari China.

Lebih lanjut, dalam proyeksi terbaru OPEC, organisasi ini memperkirakan bahwa permintaan minyak akan meningkat hanya sebesar 1,9 juta barel per hari pada 2024 dan 1,6 juta barel per hari pada 2025, yang masing-masing lebih rendah dari perkiraan sebelumnya sebesar 2 juta barel per hari dan 1,7 juta barel per hari.

Di sisi lain, IEA memproyeksikan pertumbuhan permintaan minyak akan berada di bawah 900.000 barel per hari pada 2024 dan 1 juta barel per hari pada 2025, yang menurun tajam dibandingkan dengan pertumbuhan 2 juta barel per hari yang tercatat pada periode setelah pandemi.

Analis dari Stockbit Sekuritas itu menilai, dalam jangka yang lebih panjang, selain konflik geopolitik, prospek harga minyak akan dipengaruhi seberapa berhasil paket stimulus yang dikucurkan pemerintah China. "Stimulus ini bertujuan memulihkan ekonominya atau dengan kata lain meningkatkan permintaan minyak, dibandingkan potensi tambahan suplai dari rencana kenaikan produksi OPEC+," pungkas Hendriko.

Sebelumnya Turun 2 Persen

Harga minyak mentah global jatuh 2 persen pada Senin, 14 Oktober 2024 akibat Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) kembali menurunkan proyeksi pertumbuhan permintaan minyak global untuk 2024 dan 2025 dan impor minyak China turun untuk bulan kelima berturut-turut.

Seperti dikutip dari Reuters, futures Brent turun USD1,58 atau 2 persen, ditutup pada USD77,46 per barel. Futures minyak mentah Amerika Serikat (AS) West Texas Intermediate (WTI) turun USD1,73 atau 2,29 persen menjadi USD73,83 per barel. Brent sebelumnya naik 99 sen minggu lalu, sedangkan WTI naik USD1,18.

Yang pertama, OPEC memangkas proyeksi pertumbuhan permintaan minyak global untuk tahun 2024 pada Senin, 14 Oktober 2024. Organisasi ini juga menurunkan proyeksi untuk tahun depan, menandai revisi penurunan ketiga berturut-turut dari kelompok produsen tersebut.

Di sisi lain, rencana stimulus China gagal meningkatkan kepercayaan investor. China, sebagai importir minyak mentah terbesar di dunia, menjadi penyumbang utama dalam penurunan proyeksi 2024, dengan OPEC memangkas perkiraan pertumbuhan untuk negara tersebut menjadi 580.000 barel per hari (bpd) dari 650.000 bpd.

Impor minyak mentah China untuk sembilan bulan pertama tahun ini turun hampir 3 persen dari tahun lalu menjadi 10,99 juta barel per hari, menurut data yang ditunjukkan.

Penurunan permintaan minyak China yang disebabkan oleh meningkatnya adopsi kendaraan listrik (electric vehicle/EV), serta melambatnya pertumbuhan ekonomi setelah pandemi COVID-19, menjadi beban bagi konsumsi dan harga minyak global.

Tekanan deflasi China juga memburuk pada bulan September, menurut data resmi yang dirilis pada Sabtu, 12 Oktober 2024. Sebuah konferensi pers pada hari yang sama membuat investor bertanya-tanya tentang ukuran keseluruhan paket stimulus untuk membangkitkan kembali perekonomian terbesar kedua di dunia tersebut.

“Kurangnya garis waktu yang jelas dan tidak adanya langkah-langkah untuk mengatasi masalah struktural, seperti lemahnya konsumsi dan ketergantungan pada investasi infrastruktur, hanya meningkatkan ambiguitas di antara pelaku pasar,” kata Mukesh Sahdev, kepala pasar komoditas global di Rystad Energy.

Indeks harga konsumen tidak memenuhi ekspektasi, dan indeks harga produsen turun pada laju tercepat dalam enam bulan, turun 2,8 persen secara tahunan, menurut Biro Statistik Nasional China.

“Indeks harga konsumen dari China menunjukkan tren deflasi yang berkelanjutan dan konsumsi domestik yang lebih lemah meskipun pihak berwenang telah mengumumkan stimulus moneter yang paling agresif pada bulan September,” kata Priyanka Sachdeva, seorang analis di Phillip Nova, dalam sebuah catatan.

Analis pasar IG, Tony Sycamore, menyebut pengarahan oleh kementerian keuangan China pada hari Sabtu, 13 Oktober 2024 sebagai “kegagalan.” (*)