Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Rupiah Hari ini Diprediksi Menguat, Ditopang Sentimen Neraca Dagang

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 16 October 2024 | Penulis: Moh. Alpin Pulungan | Editor: Redaksi
Rupiah Hari ini Diprediksi Menguat, Ditopang Sentimen Neraca Dagang

KABARBURSA.COM – Mata uang rupiah diprediksi akan bergerak fluktuatif namun berakhir menguat pada perdagangan hari ini, Rabu, 16 Oktober 2024, di kisaran Rp15.530 hingga Rp15.630 per dolar Amerika Serikat (AS). Prediksi tersebut disampaikan oleh Ibrahim Assuaibi, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka.

Menurut Ibrahim, meskipun sempat melemah pada perdagangan kemarin, rupiah akan mendapatkan dorongan positif dari surplus neraca perdagangan Indonesia.

“Untuk perdagangan besok (hari ini, Rabu, 16 Oktober 2024), rupiah fluktuatif namun ditutup menguat di rentang Rp15.530 - Rp15.630," ujar Ibrahim dalam laporannya, kemarin.

Sentimen internal yang mendukung penguatan rupiah berasal dari neraca perdagangan Indonesia yang mencatat surplus selama 53 bulan berturut-turut. Pada September 2024, surplus tercatat senilai USD326 miliar, lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya yang sebesar USD289 miliar.

Namun, Ibrahim juga mengingatkan bahwa sentimen eksternal, seperti ketidakpastian global akibat konflik di Timur Tengah dan kebijakan The Fed, tetap menjadi faktor penting yang perlu diwaspadai oleh pelaku pasar.

Sempat Melemah

Kurs rupiah ditutup melemah moderat terhadap dolar AS pada Selasa sore, 15 Oktober 2024, karena tertekan oleh berbagai sentimen eksternal yang bersumber dari Amerika Serikat, Timur Tengah, dan China. Meskipun demikian, berlanjutnya surplus neraca perdagangan Indonesia pada bulan September berhasil menahan laju penurunan mata uang Garuda.

Rupiah ditutup pada level Rp15.588 per dolar AS pada pukul 15.00 WIB, melemah 23 poin atau 0,15 persen dibandingkan dengan penutupan hari sebelumnya di Rp15.565 per dolar AS.

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi, menjelaskan bahwa penguatan indeks dolar AS pada hari ini didorong oleh data ekonomi yang menunjukkan ketangguhan ekonomi AS.

“Serangkaian data AS menunjukkan bahwa ekonomi tetap tangguh dan hanya mengalami perlambatan yang sangat sedikit,” kata Ibrahim.

Inflasi AS pada bulan September tercatat sedikit lebih tinggi dari yang diperkirakan, yang membuat pelaku pasar menyesuaikan spekulasi terkait kemungkinan penurunan suku bunga acuan oleh The Federal Reserve (The Fed).

Komentar dari beberapa pejabat The Fed, termasuk Gubernur Christopher Waller, yang cenderung konservatif juga turut mendukung penguatan dolar. Waller mengungkapkan bahwa meskipun ada tanda-tanda ketahanan ekonomi, ia mendukung pendekatan hati-hati dalam menurunkan suku bunga lebih lanjut.

“Dasar saya tetap menyerukan pengurangan suku bunga secara bertahap selama tahun depan,” katanya.

Ketegangan Timur Tengah dan Kelemahan Ekonomi China

Selain pengaruh dari AS, perkembangan geopolitik di Timur Tengah turut memberikan tekanan pada rupiah. Israel meluaskan serangannya terhadap militan Hizbullah di Lebanon, yang memicu ketegangan lebih lanjut di kawasan tersebut.

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, bahkan menyatakan kesiapan untuk menyerang target militer Iran, meskipun bukan infrastruktur nuklir atau minyak negara tersebut. Ketegangan ini meningkatkan permintaan terhadap aset safe haven seperti dolar AS.

Sementara itu, data ekonomi dari China menambah beban pada mata uang regional, termasuk rupiah. Neraca perdagangan China tumbuh lebih lambat dari yang diperkirakan karena ekspor melambat tajam. Disinflasi yang berlanjut di China, meskipun direspons oleh langkah-langkah stimulus fiskal baru dari Beijing, hanya memberikan dukungan sementara pada sentimen pasar.

Surplus Neraca Dagang Indonesia Menahan Pelemahan

Di sisi domestik, tren surplus neraca perdagangan Indonesia masih menjadi faktor positif yang membatasi pelemahan rupiah. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa surplus neraca dagang Indonesia untuk bulan September 2024 mencapai USD3,26 miliar. Ini menambah rekor surplus neraca perdagangan yang telah berjalan selama 53 bulan berturut-turut.

Secara kumulatif, surplus neraca dagang Indonesia pada periode Januari—September 2024 tercatat sebesar USD21,98 miliar.

“Surplus ini menjadi sentimen positif yang menahan laju penurunan rupiah di tengah tekanan eksternal,” ujar Ibrahim.

Meskipun tekanan dari faktor eksternal masih signifikan, daya tahan ekonomi domestik dan surplus perdagangan terus menjadi penopang penting bagi rupiah, setidaknya dalam jangka pendek.

EM Asia Ikutan Loyo

Mata uang negara-negara emerging market (EM) di Asia mengalami pelemahan pada akhir sesi perdagangan Asia, hari ini. Baht Thailand dan peso Filipina memimpin penurunan ini, diikuti oleh ringgit Malaysia, seiring penguatan dolar AS yang mendekati puncak tertinggi dalam dua bulan terakhir. Investor semakin berhati-hati menjelang rilis keputusan kebijakan moneter yang penting dari beberapa bank sentral di Asia.

Indeks dolar AS (Indeks DXY) tetap berada sedikit di bawah puncaknya pada level 103,36, tertinggi sejak 8 Agustus. Penguatan dolar ini didukung oleh ekspektasi bahwa Federal Reserve (The Fed) tidak akan melakukan pemotongan suku bunga yang agresif dalam waktu dekat, meskipun inflasi tetap tinggi dan pertumbuhan ekonomi AS menunjukkan ketangguhan.(*)