Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Dolar dan China Mampu Tahan Emas untuk Tidak Bersinar

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 15 October 2024 | Penulis: Syahrianto | Editor: Redaksi
Dolar dan China Mampu Tahan Emas untuk Tidak Bersinar

KABARBURSA.COM - Emas tak mampu bersinar usai harga melandai pada Senin, 14 Oktober 2024 setelah China, konsumen bullion terbesar, gagal menerapkan langkah stimulus ekonomi yang luas. Selain itu, reli dolar Amerika Serikat (AS) menuju level tertinggi dalam dua bulan mampu membatasi momentum kenaikan.

Dikutip dari Reuters, harga emas spot turun 0,2 persen menjadi USD2,649.98 per ons, setelah sebelumnya mencapai titik tertinggi dalam lebih dari seminggu. Kontrak berjangka emas AS juga turun 0,4 persen menjadi USD2,665.6.

Dolar AS naik ke level tertinggi sejak pertengahan Agustus, sementara euro melanjutkan penurunannya menjelang pertemuan bank sentral minggu ini. Phillip Streible, kepala strategi pasar di Blue Line Futures, mengatakan ada banyak hambatan kecil bagi emas, termasuk stimulus China, dolar yang lebih kuat, euro yang lebih lemah, logam dasar yang lebih lemah, dan pengambilan keuntungan.

Rekor kenaikan harga emas dalam beberapa bulan terakhir telah meredakan sentimen investor dan permintaan bullion di China. Dolar yang lebih kuat membuat emas lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.

Data China memiliki dua sisi. Data China yang lemah dapat mengurangi permintaan emas, tetapi perlambatan yang lebih luas di China dapat mengganggu pasar, meningkatkan daya tarik emas sebagai aset aman, kata Zain Vawda, analis pasar di MarketPulse oleh OANDA.

"Secara keseluruhan, masih ada lebih banyak faktor yang mendukung harga emas yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang membebani," kata Vawda.

Investor juga akan memantau komentar dari pejabat Federal Reserve (The Fed) minggu ini untuk petunjuk lebih lanjut mengenai pemotongan suku bunga yang akan datang, bersama dengan data penjualan ritel AS.

Trader melihat peluang sekitar 82 persen bahwa Fed akan memotong suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan bulan November. Suku bunga yang lebih rendah mengurangi biaya peluang untuk menyimpan bullion.

Namun, ketegangan geopolitik dan penggerak global emas (investor barat) masih aktif mendukung harga emas, kata Joseph Cavatoni, strategi pasar di Dewan Emas Dunia.

Perak spot turun 1,1 persen menjadi USD31.2 per ons, sementara platinum naik 0,9 persen menjadi USD994.03. Palladium turun lebih dari 3,8 persen menjadi USD1,027.16.

Pengaruh Donald Trump pada Emas

Jika Donald Trump terpilih kembali setelah sebelumnya pernah menjabat sebagai Presiden AS pada periode Januari 2017 hingga Desember 2020, pasar mungkin akan terpengaruh signifikan.

Selama masa kepresidenannya saat itu, indeks dolar AS mengalami penurunan sekitar 10,1 persen, sedangkan harga emas melonjak 53 persen dari USD1.208 menjadi USD1.841 per troy ons.

Analis memperkirakan harga emas bisa mencapai USD3.000 per troy ons jika Trump kembali memimpin, terutama di tengah ketidakpastian global.

World Gold Council mencatat tren berlawanan terkait harga emas. Emas cenderung meningkat enam bulan sebelum presiden dari Partai Republik terpilih, namun stagnan setelahnya. Sebaliknya, sebelum pemilihan presiden Demokrat, performa emas biasanya kurang baik.

Di sisi lain, pasar  kripto, khususnya Bitcoin (BTC), juga diharapkan mengalami kenaikan jika Trump terpilih. Meskipun sebelumnya skeptis terhadap cryptocurrency, Trump kini mendukung revolusi crypto dan berjanji untuk menciptakan kebijakan yang lebih ramah terhadap sektor ini. Kemenangan pemimpin pro-crypto bisa membawa dampak positif bagi pasar, terutama menjelang kuartal keempat, yang historis menguntungkan bagi Bitcoin.

Pada 2023, Bitcoin mencatatkan kenaikan 56,6 persen di kuartal keempat, dan ada kemungkinan tren positif ini berlanjut jika presiden yang mendukung kripto terpilih.

Namun, jika Kamala Harris terpilih, kemungkinan regulasi yang lebih ketat terhadap kripto akan berlanjut, yang dapat menciptakan ketidakpastian di pasar dan mengguncang sentimen investor.

Sementara Trump diprediksi akan mengungguli rivalnya, Harris, dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) AS mendatang. Survei terbaru yang dilakukan oleh Polymarket menunjukkan bahwa Trump berhasil meraih dukungan sebesar 55 persen dari responden.

Di sisi lain, Kamala Harris memperoleh dukungan sebesar 45 persen. Hasil ini menunjukkan adanya pergeseran dalam preferensi pemilih, di mana Trump terlihat lebih unggul dalam hal popularitas dibandingkan Harris. Angka-angka ini mencerminkan dinamika politik yang sedang berlangsung dan memberikan gambaran tentang potensi hasil pemilihan yang akan datang.

Kekuatan Trump tampak dominan di empat dari enam negara bagian kunci, yakni Arizona, Georgia, Pennsylvania, dan Michigan, dengan lebih dari 66 persen petaruh memperkirakan kemenangannya di Arizona, 63 persen di Georgia, 55 persen di Pennsylvania, dan 52 persen di Michigan. Di Nevada, Harris memimpin dengan 52 persen, sementara Trump mendapatkan 48 persen. (*)