KABARBBURSA.COM - Yuan mencatat kinerja terburuknya dalam lebih dari satu tahun setelah libur panjang, memicu pelemahan mata uang Asia lainnya di tengah merosotnya optimisme pelaku pasar terhadap ekonomi terbesar kedua dunia itu.
Pada perdagangan Selasa, yuan dalam negeri anjlok hingga 0,9 persen terhadap dolar AS, penurunan terbesarnya sejak Juni 2023. Pelemahan ini turut menyeret mata uang lain seperti dolar Australia dan won Korea Selatan. Sebagian besar, penurunan yuan disebabkan oleh aktivitas pasar yang tertunda usai libur panjang Golden Week di Tiongkok; selama jeda itu, yuan luar negeri kehilangan lebih dari 1 persen nilainya. Seperti dikutip di Jakarta, Selasa 8 Oktober 2024.
Kemerosotan ini menunjukkan pengaruh besar pergeseran sentimen terhadap dua kekuatan ekonomi terbesar dunia, yang kini menekan pasar valuta asing global. Pekan lalu, ekspektasi pemangkasan suku bunga AS mereda setelah laporan pekerjaan yang kuat, sementara kini pandangan suram dari lembaga perencanaan ekonomi utama Tiongkok meredam harapan akan adanya stimulus fiskal signifikan, mengakibatkan penurunan harga berbagai aset.
"Harapan melonjak, tetapi hasilnya mengecewakan," ujar Christopher Wong, ahli strategi mata uang di OCBC. Minimnya tindak lanjut ini mengecewakan sentimen dan memukul mata uang yang terpapar pada yuan, seperti dolar Australia, won Korea Selatan, dan ringgit Malaysia.
Aksi jual mata uang ini memupus optimisme singkat yang sempat tercipta. Indeks mata uang Asia melonjak hampir 5 persen dari titik terendahnya tahun ini ke level tertinggi sejak pertengahan 2023 pada bulan September, setelah Beijing mengumumkan serangkaian kebijakan stimulus, termasuk pemangkasan suku bunga dan dukungan terhadap sektor properti. Namun, pada Selasa ketika Tiongkok kembali beraktivitas usai libur seminggu, investor disergap kekecewaan. Dalam konferensi pers yang sangat dinanti, Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional Tiongkok (NDRC) menyatakan target ekonomi tahun ini masih dapat tercapai, tetapi tidak memperkenalkan kebijakan stimulus baru, mengecewakan pelaku pasar yang berharap adanya dorongan fiskal tambahan.
“Ada jurang besar antara ekspektasi pasar dan penyampaian dari NDRC pagi ini,” ujar Kiyong Seong, Kepala Strategi Makro Asia di Societe Generale di Hong Kong. “Yuan yang kuat membutuhkan suku bunga yang lebih tinggi diiringi dengan stimulus fiskal kuat, terlebih mengingat penguatan dolar AS. Dengan demikian, nilai tukar dolar AS-yuan tidak mungkin menguji 7,0 dalam waktu dekat.” Reli dua digit di pasar saham domestik Tiongkok terhenti seketika, sementara indeks Hang Seng di Hong Kong terpuruk, turun hingga 10 persen di sesi pagi—penurunan terburuknya sejak 2008. Imbal hasil obligasi acuan Tiongkok memangkas kenaikan sebanyak tujuh basis poin yang tercatat di awal pembukaan, bertengger di 2,18 persen pada tengah hari.
Meskipun NDRC memberikan rincian lebih lanjut mengenai kebijakan sebelumnya dan menyinggung kemungkinan adanya stimulus tambahan, absennya langkah konkret membuat sentimen terhadap yuan dan mata uang Asia lainnya melemah, sementara minat terhadap dolar AS meningkat. Yuan luar negeri menghapus kenaikan awal dan nilai tukar yuan domestik semakin tertekan selama pengarahan NDRC. Indeks Dolar Asia Bloomberg merosot hingga 0,5 persen, penurunan terdalam dalam sebulan terakhir.
Pada hari Selasa, Bank Rakyat Tiongkok (PBoC) menetapkan suku bunga acuannya lebih rendah dari sesi sebelumnya, yang turut menambah tekanan pada yuan. "Masih belum jelas apakah stimulus ini akan efektif," kata Alex Loo, ahli strategi makro di TD Securities. Sentimen bullish di pasar keuangan Tiongkok bisa berubah cepat, menggagalkan upaya PBoC jika Dewan Negara atau Kementerian Keuangan tidak memperkenalkan paket fiskal baru.
"Spekulan dapat kembali memasang posisi short terhadap yuan, mendorongnya mendekati 7,15," pungkasnya.
Bank sentral China memutuskan untuk mempertahankan suku bunga tetap stabil selama sepuluh bulan berturut-turut. Langkah ini mencerminkan kehati-hatian dalam pelonggaran moneter di tengah likuiditas yang melimpah dan tekanan untuk mencegah pelemahan yuan yang lebih lanjut.
Bank Rakyat China (People’s Bank of China/PBOC) tetap mempertahankan suku bunga pinjaman kebijakan satu tahun, yang dikenal sebagai fasilitas pinjaman jangka menengah (medium-term lending facility/MLF), pada level 2,5 persen pada Senin 17 Juni 2024. Hal ini sesuai dengan perkiraan dalam survei Bloomberg. Mereka menarik dana bersih sebesar 55 miliar yuan (Rp124 triliun) dari sistem perbankan untuk menghindari kelebihan likuiditas.
Keputusan ini mencerminkan preferensi otoritas keuangan untuk menjaga stabilitas mata uang daripada menurunkan biaya pinjaman, meskipun pemulihan ekonomi terbesar kedua di dunia ini masih rapuh. Sikap hati-hati pemerintah China mengurangi spekulasi pasar terhadap pelonggaran moneter yang telah menekan imbal hasil obligasi lokal mendekati level terendah dalam dua dekade.
Penurunan suku bunga akan mendukung perekonomian saat ini, terutama mengingat data kredit yang lemah yang dirilis Jumat lalu, kata Lynn Song, Kepala Ekonom China Raya di ING Bank. PBOC kemungkinan menunda penurunan suku bunga demi mempertimbangkan prioritas kebijakan untuk menjaga stabilitas mata uang pada tingkat yang wajar.(*)