KABARBURSA.COM - Harga minyak mentah dunia melompat lebih dari 3 persen pada perdagangan hari Senin, 7 Oktober 2024. Tingginya risiko perang di Timur Tengah memicu kenaikan harga tersebut setelah sebelumnya berada pada posisi bearish.
Dilansir Reuters, harga minyak mentah Brent naik USD2,88 atau 3,7 persen untuk menetap di level USD80,93 per barel. Sementara itu, minyak mentah Amerika Serikat (AS) West Texas Intermediate (WTI) naik USD2,76 atau 3,7 persen menjadi USD77,14 per barel.
Pekan lalu, Brent naik lebih dari 8 persen dan WTI melonjak lebih dari 9 persen dari minggu sebelumnya. Ini merupakan kenaikan terbesar dalam lebih dari satu tahun. Penyebabnya ialah serangan misil Iran pada 1 Oktober 2024 lalu terhadap Israel sehingga menimbulkan kekhawatiran bahwa respons Israel akan menargetkan infrastruktur minyak Teheran.
Jika hal itu terjadi, harga minyak bisa naik lagi sebesar USD3 hingga USD5 per barel, menurut Andrew Lipow, presiden Lipow Oil Associates.
Selain itu, roket yang ditembakkan oleh Hezbollah yang didukung Iran menghantam kota terbesar ketiga di Israel, Haifa, pada Senin pagi. Sementara itu, Israel tampaknya siap memperluas serangan darat ke Lebanon selatan pada peringatan pertama perang Gaza yang telah menyebarkan konflik ke seluruh Timur Tengah.
"Ada kekhawatiran yang meningkat bahwa konflik ini mungkin terus bereskalasi, tidak hanya mengancam produksi minyak Iran sebesar 3,4 juta barel per hari, tetapi juga menciptakan gangguan lebih lanjut pada pasokan regional," tulis analis di Tudor, Pickering, Holt & Co.
Sementara itu, analis UBS Giovanni Staunovo mengatakan, kenaikan harga minyak mentah pada Senin, 7 Oktober 2024, kemungkinan didorong oleh manajer uang yang menutup taruhan bearish mereka karena risiko gangguan pasokan minyak di Timur Tengah yang meningkat.
Hedge fund dan manajer keuangan telah mengumpulkan taruhan bearish dalam jumlah besar pada futures minyak hingga pertengahan September karena penurunan prospek permintaan, terutama di China, yang merupakan importir minyak mentah terbesar.
"Ada banyak pembelian kembali di pasar yang dimulai pekan lalu dan masih berlanjut. Ini adalah pasar di mana orang membeli sekarang dan baru bertanya nanti," kata John Kilduff, mitra di Again Capital di New York.
Namun, dia memperingatkan bahwa reli yang didorong oleh ketakutan ini membuat harga minyak rentan terhadap penurunan yang signifikan jika Israel memutuskan untuk tidak menyerang infrastruktur minyak Iran.
Hal itu dapat menurunkan harga minyak sebesar USD5 hingga USD7 per barel, menurut perkiraan Kilduff dan Lipow secara terpisah.
"Sampai sekitar seminggu yang lalu, saya berpikir bahwa kita akan menguji harga minyak di bawah USD60," kata Brent Belote, pendiri hedge fund Cayler Capital yang berfokus pada komoditas.
Permintaan tetap lemah, tambah Belote, dan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) memiliki kapasitas cadangan pasokan yang cukup untuk mengimbangi gangguan ekspor Iran.
OPEC dan sekutunya, termasuk Rusia, yang dikenal secara kolektif sebagai OPEC+, dijadwalkan untuk mulai meningkatkan produksi dari bulan Desember setelah pemotongan dalam beberapa tahun terakhir untuk mendukung harga akibat lemahnya permintaan global.
"Namun, harga minyak Brent kemungkinan harus mendekati $90 atau lebih tinggi agar OPEC+ bersedia meningkatkan pasokan," kata Lipow.
Sebelumnya, Harga minyak dunia kembali melonjak pada Jumat, 4 Oktober 2024, hingga mencatatkan kenaikan mingguan terbesar dalam lebih dari satu tahun. Kenaikan ini didorong oleh meningkatnya ketegangan di Timur Tengah, yang berpotensi memicu perang regional.
Harga minyak mentah Brent naik 43 sen atau 0,6 persen menjadi USD78,05 per barel. Sementara itu, minyak mentah WTI juga naik 67 sen atau 0,9 persen, dan ditutup pada USD74,38 per barel.
Pada Jumat, 4 Oktober 2024, harga minyak sempat melonjak hampir 2 persen, namun kembali turun tajam setelah Biden menyarankan Israel untuk mencari alternatif lain selain menyerang ladang minyak Iran.
Sebelumnya, pada Kamis, 3 Oktober 2024, harga minyak melonjak lebih dari 5 persen setelah Biden mengonfirmasi adanya pembicaraan dengan Israel terkait dukungan AS untuk serangan terhadap infrastruktur energi Iran.
Menurut analis komoditas JPMorgan, serangan terhadap fasilitas energi Iran bukanlah opsi yang diinginkan oleh Israel. Namun, dengan pasokan minyak global yang rendah, harga diprediksi akan tetap tinggi hingga ketegangan ini mereda.
Data dari Kpler, layanan pelacakan kapal, menunjukkan bahwa persediaan minyak global saat ini lebih rendah dibandingkan tahun lalu ketika harga Brent mencapai USD92 per barel, dengan total 4,4 miliar barel—level terendah yang pernah tercatat. (*)