KABARBURSA.COM - Bank Sentral China menahan diri untuk tidak menambah cadangan emasnya selama lima bulan berturut-turut hingga September, di tengah lonjakan harga emas yang meroket.
Berdasarkan data resmi yang dirilis pada Senin, kepemilikan emas Negeri Tirai Bambu tetap berada di angka 72,8 juta troy ons pada akhir bulan lalu. Kendati demikian, nilai cadangan emasnya meningkat tajam menjadi USD 191,47 miliar dari sebelumnya USD 182,98 miliar di akhir Agustus. Seperti dikutip di Jakarta, Senin 7 Oktober 2024.
Harga emas sepanjang tahun ini telah melonjak sekitar 28 persen, menuju kenaikan tahunan terbesar dalam kurun waktu 14 tahun terakhir. Sentimen positif ini didorong oleh pemangkasan suku bunga Federal Reserve, meningkatnya ketegangan geopolitik global, serta permintaan yang solid dari berbagai bank sentral dunia.
Menurut World Gold Council, bank sentral di seluruh dunia yang sebelumnya agresif melakukan pembelian emas pada 2022 dan 2023, diperkirakan akan memperlambat laju akumulasi pada tahun ini, namun tetap di atas level sebelum 2022. Salah satu faktor utama adalah penghentian pembelian oleh Bank Rakyat China (PBOC), yang sempat aktif membeli emas selama 18 bulan berturut-turut hingga Mei tahun ini.
Pada 2023, PBOC menjadi pembeli emas terbesar di sektor resmi secara global. Namun, keputusannya untuk menahan pembelian emas sejak pertengahan tahun ini telah mempengaruhi tingkat permintaan investor China dalam beberapa bulan terakhir. Dengan tren kenaikan harga yang belum menunjukkan sinyal pelemahan, PBOC memilih untuk menunggu momen yang lebih tepat guna melanjutkan strategi akumulasinya.
Nitesh Shah, ahli strategi komoditas dari WisdomTree, menyatakan bahwa bank sentral China mungkin mengincar lebih banyak emas, tetapi memilih untuk menunggu momentum yang lebih menguntungkan. “PBOC tampaknya menunggu titik masuk yang lebih rendah. Namun, mengingat proyeksi harga emas yang bisa menembus USD 3.000 per ons pada tahun depan, mereka mungkin harus mempertimbangkan untuk mulai membangun posisi lebih awal,” ungkap Shah.
Kondisi saat ini menunjukkan bahwa kebijakan suku bunga global yang terus turun dan ketegangan geopolitik yang meningkat, justru membuat harga emas berpotensi tetap tinggi dalam waktu dekat. Hal ini tentu menjadi dilema bagi PBOC dan bank sentral lainnya yang ingin mengamankan posisi mereka di tengah fluktuasi harga yang dinamis.
Logam mulia paling berharga di dunia, emas, mengalami lonjakan harga mencapai lebih USD2.400 per ounce. Kondisi ini dinilai sebagai respons selama masa gejolak geopolitik dan ekonomi global seperti konflik Rusia–Ukraina dan Israel–Hamas.
Namun kuatnya harga emas menurut para analis terjadi karena ditopang oleh China. Buktinya, bank sentral negara tersebut terus menambah cadangan emasnya. Pada Maret, Bank Rakyat China menambah cadangan emasnya selama 17 bulan berturut-turut.
Tahun lalu, bank tersebut membeli lebih banyak emas dibandingkan bank sentral mana pun di dunia sehingga menambah cadangannya lebih banyak dibandingkan yang telah dilakukannya selama hampir 50 tahun.
Langkah Beijing membeli emas bertujuan mendiversifikasi dana cadangannya dan mengurangi ketergantungannya pada dolar Amerika Serikat (AS). Pengurangan itu telah dilakukan selama lebih dari sedekade. Hasilnya, pada Maret, China memiliki utang AS senilai sekitar USD775 miliar, turun dari sekitar USD1,1 triliun pada 2021.
Di saat yang sama, konsumen China berbondong-bondong beralih ke emas karena kepercayaan mereka terhadap investasi tradisional seperti real estat atau saham melemah.
Seorang warga negara China, Xena Lin, melakukan pembelian rutin emas berukuran gram setiap bulan. Sebagai seorang pekerja administrasi berusia 25 tahun di China selatan, Lin melihat “biji emas” seharga USD80 sebagai alternatif terjangkau untuk memiliki logam mulia tanpa harus menghabiskan banyak uang untuk perhiasan, batangan, atau koin emas.
Pengalaman ini menginspirasinya untuk terus berinvestasi dalam emas, meskipun sebelumnya ia mencoba bermain saham. “Saya masih bekerja keras untuk menabung lebih banyak,” kata Lin.
Bagi Lin, membeli biji emas merupakan hal yang memuaskan, katanya, karena rasanya seperti belanja yang tidak penting, namun sebenarnya dia menginvestasikan uangnya pada sesuatu yang bisa dia sentuh. Dia berkata bahwa akan terus membeli lebih banyak logam itu.
“Harga emas selalu naik dan turun. Tetapi kenaikannya berada dalam kisaran yang dapat saya tanggung, jadi menurut saya tidak apa-apa,” tandas Lin.
Salah satu contoh kecil itu membuktikan bahwa China telah memegang kendali besar di pasar emas. Namun pengaruh negara ini menjadi lebih nyata selama kenaikan terbaru ini yaitu kenaikan harga global sebesar hampir 50 persen sejak akhir tahun 2022.
Harga emas terus meningkat meskipun ada faktor-faktor yang secara tradisional menjadikan emas sebagai investasi yang relatif kurang menarik, yakni suku bunga yang lebih tinggi dan dolar Amerika Serikat (AS) yang kuat.
Bulan lalu, harga emas melonjak lebih tinggi bahkan setelah Federal Reserve mengisyaratkan akan mempertahankan suku bunga lebih tinggi untuk jangka waktu lebih lama. Dan apresiasinya terus berlanjut bahkan ketika dolar AS menguat terhadap hampir semua mata uang utama di dunia pada tahun ini.
Ross Norman, CEO MetalsDaily.com, sebuah platform informasi logam mulia yang berbasis di London, Inggris, mengatakan bahwa meskipun harga emas telah turun, namun terdapat sentimen yang berkembang bahwa pasar emas tidak lagi diatur oleh faktor ekonomi melainkan oleh keinginan pembeli dan investor China.
“China tidak diragukan lagi yang mendorong harga emas. Aliran emas ke China telah berubah dari aliran deras menjadi aliran sangat deras,” ungkap Norman.
Konsumsi emas di negara tersebut, sambung Norman, yang mengutip data Asosiasi Emas China, mengalami kenaikan 6 persen pada kuartal pertama dibandingkan tahun sebelumnya. Jumlah ini meningkat setelah peningkatan sebesar 9 persen pada tahun lalu.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.