Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Tak Mampu Perbaiki Kinerja, BATA Semakin Tenggelam

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 07 October 2024 | Penulis: Yunila Wati | Editor: Redaksi
Tak Mampu Perbaiki Kinerja, BATA Semakin Tenggelam

KABARBURSA.COM - PT Sepatu Bata Tbk (BATA) semakin tenggelam lantaran tidak mampu memperbaiki kinerjanya. Hingga semester I-2024, BATA mengalami kerugian hingga Rp127,34 miliar, naik 294 persen dari periode yang sama di tahun 2023 yang sebesar Rp32,34 miliar.

Menurut laporan keuangan Juni 2024, yang disampaikan dalam keterbukaan informasi BATA kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Sabtu, 6 Oktober 2024, kerugian tersebut antara lain disebabkan oleh:

  • Penjualan yang merosot sebesar 22,47 persen, dari Rp335,76 miliar pada 2023 menjadi Rp260,29 miliar pada semester I-2024.
  • Ketidakmampuan manajemen perseroan menekan beban pokok penjualan, sehingga hanya turun 15,76 persen dari sebelumnya Rp198,21 miliar menjadi Rp166,97 miliar di semester I-2024.
  • Laba kotor anjlok 32,15 persen menjadi Rp93,32 miliar pada semester I-2024 dari sebelumnya Rp137,54 miliar.

Hal lainnya adalah naiknya beban penjualan dan pemasaran BATA sebesar 15,77 persen, dari sebelumnya Rp103,16 miliar di semester I-2023 menjadi Rp119,43 persen di semester I-2024. Sementara, beban umum dan administrasi turun 21,57 persen menjadi Rp45,25 miliar, dari sebelumnya Rp57,7 miliar di semester I-2023.

Perseroan juga mencatat beban restrukturisasi sebesar Rp64,47 miliar pada semester I-2024, dari sebelumnya tidak ada. Namun pada saat yang saama, BATA mendapatkan keuntungan dari pelepasan aset tidak lancar yang dimiliki sebesar Rp27,79 miliar pada semester I-2024, dari sebelumnya tidak ada.

Tapi sayangnya, rugi usaha BATA justru membengkak 408 persen menjadi Rp120,05 miliar dari sebelumnya Rp23,63 miliar pada periode year on year. Rugi sebelum pajak juga melambung 330,8 persen menjadi Rp129,07 miliar dari Rp29,96 miliar periode yang sama di tahun sebelumnya.

Dengan penurunan di berbagai sisi ini, total aset BATA per Juni 2024 tercatat sebanyak Rp495,05 miliar. Tentunya, catatan aset ini menurun drastis 15,48 persen dari sebelumnya 585,73 miliar per Desember 2023.

Jumlah liabilitas BATA naik 7,96 persen menjadi Rp490,57 miliar dari sebelumnya Rp454,38 miliar per Desember 2023. Ekuitas BATA juga anjlok 1.118 persen menjadi Rp4,48 miliar per Juni 2024 dari sebelumnya Rp131,35 miliar per Desember 2023.

Kian miris, BATA juga sudah menghentikan operasional pabrik perusahaan yang ada di Purwakarta, Jawa Barat, pada 30 April lalu lantaran terus mencatatkan kerugian selama empat tahun berturut-turut.

Masih Pantaskah Diburu?

PT Sepatu Bata Tbk (BATA) memang merupakan salah satu perusahaan sepatu terkenal di Indonesia yang telah menghadapi tantangan besar dalam beberapa tahun terakhir. Dengan penurunan harga saham yang signifikan, banyak investor bertanya-tanya apakah saham ini layak untuk dibeli, terutama melalui pendekatan nilai investasi ala Warren Buffett, yang berfokus pada kinerja fundamental perusahaan, arus kas, dan laba.

Tren Menurun yang Konsisten

Pada 4 Oktober 2024, saham BATA ditutup pada level Rp59, mengalami penurunan sebesar -3,28 persen dari harga pembukaan Rp61. Dalam tiga bulan terakhir, saham ini telah turun sebesar -9,23 persen, dengan penurunan yang lebih tajam sepanjang enam bulan terakhir mencapai -39,18 persen.

Bahkan dalam jangka waktu setahun penuh, saham BATA telah anjlok -72,43 persen, memperlihatkan tren penurunan yang signifikan. Secara historis, dalam 5 hingga 10 tahun terakhir, penurunan harga saham BATA lebih dari -90 persen, menempatkan saham ini pada level yang sangat rendah dibandingkan dengan puncaknya.

Penurunan ini bisa diindikasikan sebagai sinyal buruk bagi investor yang menilai dari sisi momentum, namun bagi pengikut Warren Buffett yang fokus pada nilai fundamental, penurunan harga yang tajam dapat menghadirkan peluang investasi, asalkan perusahaan masih memiliki prospek jangka panjang yang baik.

Penurunan EPS yang Drastis

Jika melihat dari Earnings Per Share (EPS), BATA menunjukkan kinerja negatif dengan EPS (TTM) sebesar -219,45 dan EPS tahunan yang diproyeksikan mencapai -195,92. Penurunan ini sangat drastis, mencerminkan penurunan profitabilitas perusahaan.

Buffett sendiri tidak menyukai perusahaan dengan laba negatif atau yang mengalami penurunan pendapatan dan keuntungan terus-menerus. Ini menjadi sinyal utama bahwa saham BATA mungkin tidak masuk dalam kriteria Buffett dari sisi kualitas pendapatan.

Dalam strategi investasi Buffett, perusahaan dengan EPS yang stabil dan terus tumbuh dianggap lebih berharga. Namun, dalam kasus BATA, perusahaan ini tidak hanya mencatatkan EPS negatif, tetapi juga menghadapi penurunan pendapatan dan laba bersih yang signifikan.

Apakah Saham BATA Murah?

Dilihat dari rasio valuasi saat ini, saham BATA mungkin tampak murah di permukaan. Saham ini diperdagangkan dengan Price to Sales (P/S) ratio sebesar 0.14, yang menunjukkan bahwa harga pasar BATA hanya 14 persen dari total penjualan per sahamnya. Namun, rasio Price to Earnings (P/E) dan Price to Book (P/B) memberikan gambaran yang lebih kompleks.

BATA saat ini memiliki P/B sebesar 15,17, yang jauh lebih tinggi dari standar industri, mengindikasikan bahwa perusahaan diperdagangkan jauh di atas nilai buku asetnya. Buffett umumnya lebih suka saham dengan P/B yang lebih rendah, karena ini mencerminkan bahwa saham tersebut mungkin undervalued.

Namun, yang menjadi perhatian utama adalah rasio EV/EBITDA yang mencapai -3,00, yang menunjukkan bahwa perusahaan bahkan tidak dapat menghasilkan laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi. Kondisi ini menunjukkan bahwa BATA sedang mengalami tekanan besar dalam operasionalnya.

Kinerja Buruk pada Metode Buffett

Salah satu komponen utama dalam analisis Buffett adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan arus kas positif secara konsisten. Sayangnya, BATA mencatat arus kas operasional negatif sebesar -2 B dalam periode TTM (Trailing Twelve Months), dengan free cash flow juga negatif di -12 B. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan sedang kesulitan mengelola keuangannya dan tidak memiliki likuiditas yang cukup untuk mempertahankan operasional tanpa mengambil lebih banyak utang.

Dari segi solvabilitas, dengan rasio utang terhadap ekuitas (Debt-to-Equity) sebesar 26,25, ini menunjukkan bahwa perusahaan memiliki tingkat leverage yang cukup tinggi, dengan kewajiban yang hampir setara dengan total ekuitasnya. Ini merupakan sinyal risiko tinggi bagi investor, terutama mengingat kondisi operasional yang memburuk.

Tidak Ada Pembagian Dividen dalam Waktu Dekat

Warren Buffett terkenal menyukai perusahaan yang mampu memberikan dividen kepada pemegang saham. Namun, BATA terakhir kali membagikan dividen pada tahun 2019, dengan ekspektasi dividen tidak terlihat dalam jangka pendek. Dividend yield yang tidak ada ini menunjukkan bahwa bagi investor yang mengejar pendapatan pasif, BATA mungkin bukan pilihan yang ideal saat ini.

Apakah Layak Dibeli?

Menggunakan pendekatan Warren Buffett, yang fokus pada perusahaan dengan fundamental kuat, pertumbuhan pendapatan yang stabil, arus kas positif, dan valuasi yang wajar, saham BATA mungkin tidak cocok untuk dimasukkan ke dalam portofolio investasi Buffett-style.

Dengan kinerja keuangan yang lemah, penurunan pendapatan, serta tidak adanya dividen, BATA tampaknya lebih cocok untuk investor yang memiliki toleransi risiko tinggi dan percaya bahwa perusahaan dapat pulih dari kondisi saat ini.

Bagi investor jangka panjang yang mencari peluang dari sisi penurunan harga, saham BATA mungkin terlihat murah, namun risikonya sangat tinggi, mengingat banyaknya tantangan yang dihadapi perusahaan dalam menjaga profitabilitas dan arus kas. Sebaiknya investor berhati-hati dan mempertimbangkan faktor risiko yang ada sebelum memutuskan untuk membeli saham ini.(*)