Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Premi Asuransi Kesehatan Tumbuh 38,35 Persen: Tantangan dan Upaya Efisiensi

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 05 October 2024 | Penulis: Pramirvan Datu | Editor: Redaksi
Premi Asuransi Kesehatan Tumbuh 38,35 Persen: Tantangan dan Upaya Efisiensi

KABARBURSA.COM - Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono, mengungkapkan bahwa hingga akhir Agustus 2024, premi asuransi kesehatan dari sektor asuransi jiwa mencapai Rp19,36 triliun.

Angka di atas mencatatkan pertumbuhan signifikan sebesar 38,35 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, sektor asuransi umum juga tidak kalah menggembirakan dengan pertumbuhan premi asuransi kesehatan mencapai Rp6,61 triliun, meningkat 27 persen year on year (yoy).

Namun, meskipun pertumbuhan premi menunjukkan kinerja yang positif, tantangan besar masih ada di depan mata. Tingginya angka klaim di kedua sektor tersebut menimbulkan kekhawatiran terkait keberlanjutan industri asuransi kesehatan.

Ogi menekankan bahwa hal ini harus menjadi perhatian utama bagi pelaku industri untuk segera melakukan langkah-langkah efisiensi, mulai dari optimalisasi proses operasional hingga peningkatan kualitas layanan medis di mitra klinik dan rumah sakit.

OJK terus mendorong perusahaan asuransi untuk membangun kapabilitas digital yang lebih solid. Hal ini mencakup pemanfaatan teknologi dalam pengumpulan dan analisis data layanan kesehatan yang diterima oleh pemegang polis, serta pembentukan Medical Advisory Board (MAB).

MAB diharapkan menjadi wadah strategis yang memberikan masukan berbasis keahlian medis kepada perusahaan, khususnya dalam mendorong efisiensi layanan kesehatan tanpa mengorbankan kualitas.

Digitalisasi menjadi elemen kunci dalam strategi ini. Perusahaan asuransi diharapkan mampu terhubung secara real-time dengan sistem informasi manajemen di rumah sakit dan klinik mitra.

Dengan demikian, mereka dapat mengakses data yang komprehensif untuk melakukan analisis terhadap efektivitas serta efisiensi layanan medis dan obat-obatan yang diberikan kepada pemegang polis atau tertanggung. Hasil analisis ini selanjutnya dapat dikomunikasikan secara teratur kepada rumah sakit mitra melalui mekanisme utilization review.

“Analisa ini harus didukung oleh tim yang tidak hanya memiliki keahlian medis, tetapi juga memahami pengelolaan basis data yang kuat agar dapat menyampaikan temuan dengan akurat dan memberikan rekomendasi berbasis bukti,” tegas Ogi.

Ogi menambahkan bahwa keberadaan Medical Advisory Board akan menjadi faktor strategis yang membantu perusahaan asuransi dalam merumuskan kebijakan layanan medis yang efisien dan tepat guna.

MAB diharapkan mampu memberikan pandangan independen mengenai standar layanan dan obat-obatan yang sejalan dengan kebutuhan kesehatan pemegang polis serta keberlanjutan keuangan perusahaan.

Dengan langkah-langkah ini, industri asuransi kesehatan diharapkan mampu menyeimbangkan antara kualitas layanan yang diterima pemegang polis dan efisiensi biaya yang dikeluarkan perusahaan, sehingga tercipta ekosistem yang sehat dan berkelanjutan.

Penetapan Premi Asuransi

Penetapan premi asuransi berpotensi terkerek naik akibat efek domino dari lesunya nilai tukar rupiah. Diketahui, nilai tukar rupiah sempat berada di angka terendah sejak 2020, yakni di level Rp16.400 per dolar Amerika Serikat (AS).

Meski begitu, lemahnya nilai tukar rupiah tidak berangsur lama. Mengacu data Google Finance, rupiah kembali menguat ke level Rp16.350 per dolar AS pada penutupan pekan, Jumat, 28 Juni 2024.

Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Togar Pasaribu menyebut, jika rupiah berpengaruh besar terhadap industri farmasi, dalam hal ini mengerek biaya produksi obat, industri asuransi akan mengakaji kembali penetapan premi.

Meski begitu, Togar juga menekankan, penetapan premi asuransi tetap mengacu pada jumlah klaim kesehatan. Seandainya klaim kesehatan meningkat seiring dengan harga obat yang terdorong naik akibat lemahnya rupiah, premi asuransi pun ikut terkerek naik.

“Bila akibat pelemahan rupiah ini berpengaruh signifikan ke obat sehingga biaya klaim (kesehatan) meningkat, maka perusahaan asuransi akan meninjau ulang premi yang ditetapkannya. Biasanya naik,” kata Togar kepada KabarBursa, Minggu, 30 Juni 2024.

Togar tak menampik, lemahnya rupiah akan mempengaruhi obat-obatan bermerek. Dia menilai, situasi saat ini menjadi momentum untuk pemerintah kembali mengkampanyekan penggunaan obat generic.

“Lemahnya rupiah akan mempengaruhi obat-obatan bermerk. Saya kira sudah saatnya kembali pemerintah mengkampanyekan penggunaan obat-obat generic. Toh khasiatnya sama,” jelasnya.

Diketahui, bahan baku produksi obat dalam negeri sendiri masih mengandalkan produk impor. Pemerintah sendiri telah menargetkan penurunan impor bahan baku obat sebesar 20 persen dari change source 10 bahan baku obat yang paling banyak digunakan di Indonesia.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti, menilai lemahnya nilai tukar Rupiah dapat berimbas pada berbagai sektor usaha, tak terkecuali industri farmasi.

Esther menilai, lemahnya Rupiah berimbas pada industri yang mengandalkan bahan baku impor, sebagaimana industri farmasi. Meningkatnya kebutuhan impor, kata dia, berdampak pada membengkaknya biaya produksi.

“Nilai tukar ini dapat berimbas ke industri yang melambat jika bahan baku industri berasal dari luar negeri, sehingga kebutuhan nilai  impor meningkat dan mempengaruhi biaya produksi industri tersebut,” kata Esther kepada KabarBursa, Sabtu, 29 Juni 2024.

Tingginya biaya produksi, kata Esther, turut mempengaruhi harga produk final. Hal itu berdampak pada turunnya daya saing produk Indonesia lantaran harga yang terlampau lebih mahal.

Pada titik tertentu, kata Esther, hal ini akan menggerus omset industri dan berpotensi melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan alasan efisiensi. Di sisi lain, hal ini juga akan mempersempit ruang fiskal.(*)