Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Harga Pangan Hari ini, Cabai dan Bahan Pokok Terus Merangkak Naik

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 03 October 2024 | Penulis: Moh. Alpin Pulungan | Editor: Redaksi
Harga Pangan Hari ini, Cabai dan Bahan Pokok Terus Merangkak Naik

KABARBURSA.COM - Harga cabai rawit merah kembali naik pada Kamis pagi, 3 Oktober 2024, dengan kenaikan sebesar 0,43 persen menjadi Rp44.460 per kilogram. Berdasarkan data panel harga pangan Badan Pangan Nasional yang dirilis pada pukul 08.50 WIB, cabai merah keriting juga mengalami lonjakan harga sebesar 2,69 persen menjadi Rp32.460 per kilogram.

Tak hanya cabai, harga bawang merah turut merangkak naik sebesar 3 persen menjadi Rp29.170 per kilogram, dan bawang putih bonggol naik 2,29 persen menjadi Rp40.590 per kilogram. Gula konsumsi juga mencatat kenaikan sebesar 1,06 persen ke harga Rp18.070 per kilogram, bersamaan dengan minyak goreng kemasan yang naik 1,05 persen menjadi Rp18.070 per kilogram.

Tren kenaikan harga tidak hanya terjadi pada bahan bumbu, tapi juga beras. Harga beras premium naik 0,97 persen menjadi Rp15.660 per kilogram, sedangkan beras medium naik tipis 0,15 persen menjadi Rp13.600 per kilogram.

Sumber protein hewani juga menunjukkan tren kenaikan. Daging ayam ras naik 2,14 persen ke Rp35.620 per kilogram, sementara telur ayam ras naik 2,52 persen menjadi Rp29.240 per kilogram. Ikan kembung dan ikan tongkol masing-masing naik 3,68 persen dan 0,70 persen, dengan harga Rp38.320 dan Rp31.690 per kilogram.

Harga garam halus beryodium naik 1,65 persen menjadi Rp11.690 per kilogram, dan kedelai biji kering impor juga mengalami kenaikan 0,74 persen ke Rp10.870 per kilogram.

Namun, di sisi lain, harga daging sapi murni justru mengalami penurunan sebesar 1,04 persen ke Rp133.370 per kilogram. Begitu pula dengan tepung terigu curah yang turun 0,39 persen menjadi Rp10.160 per kilogram. Minyak goreng curah juga turun 1,10 persen menjadi Rp16.210 per liter, sedangkan tepung terigu noncurah parkir di harga Rp13.060 per kilogram. Beras SPHP mencatat penurunan tipis 0,24 persen ke harga Rp12.540 per kilogram.

Impor Pangan

Indonesia ternyata masih juara impor. Mengutip dari data Badan Pusat Statistik, 17 September 2024, selama periode Januari hingga Agustus 2024, impor bahan pangan strategis Indonesia menunjukkan peningkatan signifikan, terutama pada komoditas seperti gandum, gula, beras, dan ikan. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan adanya kenaikan impor beberapa komoditas penting ini, meski ada juga yang menunjukkan penurunan dari segi volume.

Impor bahan pangan, yang meliputi gandum, gula, beras, dan ikan, memberikan kontribusi besar terhadap total impor non-migas Indonesia. Deputi Bidang Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini, mengungkapkan bahwa total impor gandum, gula, dan beras menyumbang sekitar 5,07 persen dari keseluruhan impor non-migas Indonesia. Meski ada perbedaan tren di antara komoditas tersebut, ketergantungan Indonesia pada impor bahan pangan terus berlanjut untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Kenaikan Impor Gandum dan Meslin

Gandum dan meslin, yang merupakan bahan dasar penting dalam industri pangan Indonesia, mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Pada periode Januari-Agustus 2024, nilai impor gandum dan meslin naik sebesar 3,84 persen, dari USD2,46 miliar pada tahun sebelumnya menjadi USD2,56 miliar. Volume impor bahkan naik lebih tajam, yakni sebesar 25,35 persen, dari 6,73 juta ton menjadi 8,43 juta ton.

Peningkatan ini menandakan tingginya permintaan bahan baku dalam negeri, terutama untuk industri pangan seperti roti, mie, dan produk-produk berbahan gandum lainnya. Negara-negara pemasok utama gandum Indonesia meliputi Australia dengan volume 2,27 juta ton (USD707,39 juta), Kanada dengan 1,82 juta ton (USD639,71 juta), dan Argentina dengan 1,32 juta ton (USD373,56 juta).

Lonjakan Impor Beras

Komoditas beras, yang menjadi bahan pangan pokok utama di Indonesia, mencatat peningkatan yang signifikan dalam impor. Pada periode Januari-Agustus 2024, volume impor beras mencapai 3,05 juta ton, atau naik 91,85 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 1,59 juta ton. Secara nilai, impor beras melonjak 121,34 persen, dari USD863,62 juta pada Januari-Agustus 2023 menjadi USD1,91 miliar.

Thailand menjadi pemasok terbesar beras untuk Indonesia, dengan volume 1,13 juta ton (USD734,78 juta), diikuti oleh Vietnam dengan 0,87 juta ton (USD542,86 juta), dan Pakistan dengan 0,46 juta ton (USD290,56 juta).

Kenaikan impor beras ini mencerminkan adanya langkah strategis dari pemerintah untuk menjaga stok beras dalam negeri, terutama dalam menghadapi tantangan cuaca dan produksi yang belum stabil.

Swasembada Pangan

Kenaikan harga komoditas pangan yang terjadi akhir-akhir ini menambah tekanan pada ketahanan pangan nasional. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintahan Prabowo Subianto mendatang kembali menggulirkan program besar-besaran di sektor pertanian. Salah satu langkah konkret yang akan diambil adalah upaya swasembada pangan melalui program cetak 3 juta hektar sawah baru.

Hal ini disampaikan adik Prabowo yang juga Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo dalam acara Rapat Kerja Nasional Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI), Sabtu, 29 September 2024. Hashim mengatakan Prabowo saat ini menaruh harapan besar kepada Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman. Program-program pertanian yang diusungnya dinilai mampu membawa perubahan.

“Akan lebih banyak disayangi nanti kalau kita jadi pengekspor pangan, Pak Amran. Ini program luar biasa, itu dengan teknologi dan lain-lain luar biasa,” ungkapnya.

Hashim menuturkan, Indonesia pernah mengukir sejarah manis, yaitu pencapaian swasembada pangan pada masa Orde Baru. Nampaknya, capaian tersebut akan terulang kembali di masa kepemimpinan Prabowo kelak jika kinerja Kementerian Pertanian bisa melaju dengan pesat. Ia juga menyebut Indonesia sebelumnya sempat menjadi negara eksportir beras, salah satunya kepada Vietnam. Hal itu terjadi di rentang tahun 1985-1986. Dalam kondisi itu, kata dia, Indonesia memiliki stok beras yang melimpah.

“Tahun 1985, tahun 1986, Vietnam mau kembalikan pinjaman beras. Indonesia kelebihan beras, Bulog itu kemudian penuh dengan beras. So, nanti kalau Indonesia kelebihan beras, Pak, saya menawarkan jasa saya ke Bapak, kita ekspor ke negara-negara lain,” ujarnya.

Hashim mengatakan pada saat itu dirinya menjadi salah satu pengusaha eksportir beras nasional untuk beberapa negara. Sebagai pengusaha, dia bangga lantaran negaranya berhasil swasembada. “Saya berbangga waktu itu, pengusaha Indonesia ikut perdagangan internasional. Kita jual beras Indonesia dari Vietnam, kita jual ke Filipina, uang kita kembalikan, saya bayar kembali ke Pak Bustanil Arifin (mantan Kepala Bulog) waktu itu, Pak, itu pengalaman, Pak,” katanya.(*)