KABARBURSA.COM - Saham Bumi Resources (BUMI) mencatatkan kenaikan signifikan dalam perdagangan Selasa, 1 Oktober 2024, seiring dengan peningkatan harga batu bara di pasar global. Lonjakan harga komoditas energi ini dipicu oleh sejumlah faktor, termasuk cuaca dingin yang diperkirakan akan melanda Eropa, penurunan produksi batu bara dari Rusia, serta optimisme terhadap pemulihan ekonomi China.
Dalam laporan terbaru, harga batu bara Newcastle untuk pengiriman bulan Oktober 2024 mengalami kenaikan sebesar USD0,35 menjadi USD145,1 per ton. Tidak hanya itu, batu bara untuk pengiriman November dan Desember 2024 juga menunjukkan tren positif, masing-masing meningkat menjadi USD146,55 dan USD147,9 per ton. Kenaikan ini memberikan angin segar bagi emiten Grup Bakrie dan Salim, yang saat ini menjadi salah satu perusahaan tambang terbesar di Indonesia.
Analis pasar mencatat bahwa peningkatan harga batu bara juga didorong oleh faktor cuaca. Perkiraan musim dingin yang lebih ekstrem di Eropa telah mendorong permintaan untuk pemanas, sehingga pasar energi benua tersebut mengalami penguatan. Menurut analis dari Vertis, cuaca dingin diprediksi akan meningkatkan permintaan batu bara sebagai sumber energi alternatif untuk pemanasan.
Sementara itu, harga batu bara Rotterdam untuk pengiriman Oktober 2024 juga mengalami kenaikan yang signifikan, mencapai USD119 per ton. Lonjakan ini diikuti dengan harga batu bara untuk pengiriman bulan November dan Desember 2024 yang masing-masing mencapai USD119,4 dan USD120,3 per ton.
Dukungan tambahan bagi kenaikan harga batu bara datang dari Rusia, di mana data menunjukkan bahwa produksi batu bara pada bulan Agustus 2024 tetap stabil, meskipun terjadi penurunan 6,2 persen secara tahunan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor tentang potensi gangguan pasokan yang dapat memperburuk kondisi pasar.
Di sisi lain, kebangkitan ekonomi China juga memberikan harapan bagi industri batu bara global. Pemerintah China baru-baru ini meluncurkan paket stimulus besar-besaran yang mencakup pemotongan suku bunga oleh People's Bank of China (PBoC) untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Ini diharapkan dapat meningkatkan permintaan batu bara, baik untuk kebutuhan industri maupun pemanas.
Saham BUMI, yang dikenal sebagai salah satu pemain utama di industri batu bara Indonesia, merespons positif terhadap berita ini, menunjukkan prospek yang optimis untuk kuartal mendatang. Investor pun menunjukkan ketertarikan yang tinggi terhadap saham ini, yang dianggap akan terus mengalami pertumbuhan seiring dengan tren harga batu bara yang menguat.
Dengan perkembangan ini, Bumi Resources tampak berada dalam posisi yang baik untuk memanfaatkan momentum positif di pasar energi, yang akan menjadi kunci bagi kinerja sahamnya di masa depan.
Kenaikan tajam harga batu bara ini dibayang-bayangi isu kiamat. Hal ini mulai tampak dari keputusan Inggris untuk meninggalkan batu bara.
Inggris menutup pembangkit listrik tenaga batu bara terakhir di negara tersebut. Keputusan ini mengakhiri ketergantungan Inggris terhadap bahan bakar fosil yang telah berlangsung selama 142 tahun, menandai langkah signifikan menuju pengurangan emisi gas rumah kaca dan perubahan iklim yang lebih baik.
Pembangkit listrik di Ratcliffe-on-Soar, yang telah beroperasi sejak 1967, resmi menghentikan produksinya, menjadikan Inggris sebagai ekonomi besar pertama yang sepenuhnya menghentikan penggunaan batu bara untuk pembangkit listrik. Harga batu bara dunia pun mengalami kenaikan tipis, dengan kontrak Newcastle mencatatkan harga USD146,55 per ton, naik 0,18 dari posisi sebelumnya.
“Kami berutang budi kepada generasi-generasi sebelumnya sebagai sebuah negara,” kata Menteri Energi Inggris Michael Shanks.
Ia menekankan betapa pentingnya langkah ini dalam upaya berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan.
Lord Deben, mantan sekretaris lingkungan terlama, juga mengungkapkan kebanggaannya terhadap pencapaian ini, mengatakan bahwa ini adalah hari yang sangat luar biasa, mengingat Inggris selama ini dikenal sebagai tempat lahirnya industri batu bara.
Sejak pembangkit listrik tenaga batu bara pertama dibangun oleh Thomas Edison di London pada tahun 1882, batu bara telah menjadi komponen vital dalam penyediaan listrik di Inggris. Namun, dengan bertambahnya kesadaran akan dampak negatif batu bara terhadap lingkungan, pemerintah Inggris mulai mengambil langkah untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar ini.
Pada tahun 2008, Inggris menetapkan target iklim yang mengikat secara hukum, dan pada tahun 2015, menteri energi saat itu mengumumkan rencana untuk menghentikan penggunaan batu bara dalam dekade berikutnya. Sejak saat itu, negara ini telah meningkatkan investasi dalam energi terbarukan, dan kini lebih dari 50 persen pasokan listrik Inggris berasal dari sumber energi hijau, sebuah rekor baru.
Dave Jones, direktur wawasan global di Ember, menjelaskan bahwa keputusan untuk menutup pembangkit batu bara adalah langkah awal dalam proses lebih besar untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil.
“Keputusan ini memberikan arah yang jelas bagi industri dan menunjukkan bahwa transisi menuju energi bersih sangat mungkin dilakukan,” ujarnya.
Langkah Inggris ini tidak hanya akan mengurangi emisi gas rumah kaca, tetapi juga diharapkan dapat menginspirasi negara lain untuk mengikuti jejaknya. Lord Deben menekankan pentingnya Inggris sebagai contoh dalam transisi energi global, mengingat banyak negara masih bergantung pada batu bara untuk memenuhi kebutuhan energi mereka.
Dengan penutupan ini, Inggris membuka babak baru dalam sejarah energinya, di mana keberlanjutan dan inovasi menjadi fokus utama. Pemerintah dan masyarakat setempat kini berharap untuk terus memimpin dalam transisi energi bersih dan mengurangi dampak perubahan iklim yang semakin mendesak.(*)