KABARBURSA.COM - Pada saat ini, terdapat sebanyak 11 persen produk makanan dan minuman dari industri kecil dan menengah (IKM) yang masih belum mendapatkan label halal. Menurut data BPS per 2022, dari total 4.339.228 IKM di Indonesia, sektor makanan dan minuman menyumbang sebanyak 47 persen atau setara dengan 1.592.318.
Muhammad Aqil Irham, Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerbitkan sertifikat halal untuk 34 juta produk di Indonesia dalam kurun waktu empat tahun terakhir, mulai Oktober 2019 hingga Desember 2023. Dari jumlah tersebut, 490.561 merupakan produk skala besar, 151.754 produk skala menengah, 200.679 produk skala kecil, dan 2.552.520 merupakan produk skala makro.
Meskipun angka ini menunjukkan progres yang signifikan, terdapat potensi sebanyak 487.893 IKM makanan dan minuman yang masih harus mendapatkan sertifikasi halal, mencapai sekitar 11 persen dari total industri tersebut. Data ini belum mencakup kemungkinan peningkatan jumlah pelaku usaha atau adanya pelaku usaha yang belum terdata oleh BPS.
Menurut Aqil, pemberian sertifikasi produk halal adalah bentuk kepastian hukum terhadap kehalalan suatu produk yang dipasarkan, baik di dalam negeri maupun untuk diekspor ke luar negeri. Ia menegaskan bahwa pada Oktober 2024, seluruh produk makanan dan minuman, bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman hasil sembelihan dan jasa penyembelihan yang beredar di seluruh wilayah Indonesia wajib memiliki sertifikat halal.
Pada tanggal yang sama, penyelesaian tahap pertama penahapan mandatori halal di Indonesia akan mencakup persyaratan bersertifikat halal bagi produk impor seperti bahan baku dan daging kerbau, sapi, serta domba dari berbagai negara, termasuk Australia dan India. Aqil juga menekankan upaya BPJPH dalam memastikan lembaga pemotongan hewan yang mengimpor daging ke Indonesia memperoleh sertifikat halal sebagai komitmen untuk menjaga standar kehalalan dalam rantai pasok daging di negara ini.