KABARBURSA.COM - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tengah menggulirkan perubahan signifikan dalam sistem perhitungan Pemungutan dan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk karyawan, atau yang dikenal sebagai PPh 21. Terobosan ini memanfaatkan metode tarif efektif rata-rata (TER).
Menurut Suryo Utomo, sang Direktur Jenderal Pajak, perubahan ini bertujuan mempermudah para wajib pajak dalam merinci dan menghitung PPh 21 yang dikenakan oleh perusahaan. Implementasi format perhitungan TER diharapkan dapat menyederhanakan proses perhitungan dan memberikan kelonggaran bagi wajib pajak.
Tak hanya berlaku untuk karyawan dengan pendapatan bulanan, metode ini juga diterapkan untuk penerima bayaran yang bukan karyawan atau freelancer. Hal ini memberikan klarifikasi signifikan terkait apakah pemotongan tarif efektif rata-rata hanya berlaku bagi karyawan atau juga melibatkan penghasilan yang diterima oleh non-pegawai.
"Dengan penggunaan model pemotongan tarif efektif rata-rata, apakah ini hanya berlaku untuk karyawan atau juga termasuk penghasilan yang diberikan kepada bukan pegawai?" tegas Suryo dalam pernyataannya, Senin (11/12/2023).
Suryo menegaskan bahwa tarif efektif rata-rata ini akan menjadi standar dalam pemotongan penghasilan yang diterima oleh non-pegawai. Hal ini mencerminkan kebijakan yang lebih inklusif dan adil dalam penerapan peraturan pajak.
Penghitungan PPh bagi non-karyawan atau freelancer selama ini memang berbeda dengan karyawan, karena melibatkan Norma Penghitungan Penghasilan Netto (NPPN). Bagi wajib pajak Orang Pribadi yang terlibat dalam kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto di bawah Rp 4,8 miliar, DJP memperbolehkan penggunaan NPPN.
Syaratnya adalah wajib pajak harus memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam waktu 3 bulan pertama tahun pajak yang bersangkutan. Informasi ini dapat disampaikan melalui DJP Online, di situs web djponline.pajak.go.id.
Dalam metode perhitungan NPPN, Ditjen Pajak telah menyusun Daftar Persentase Norma Penghitungan Penghasilan Netto yang dikelompokkan berdasarkan wilayah. Daftar ini berfungsi sebagai pengali penghasilan bruto dalam setahun dan diatur dalam lampiran Peraturan Dirjen Pajak Nomor 17 Tahun 2015.
Daftar tersebut mencakup 10 ibu kota provinsi, seperti Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Manado, Makassar, dan Pontianak.
Sebagai contoh perhitungan PPh non-karyawan atau freelancer, kita bisa mengambil kasus Ridwan, seorang konsultan hukum non-karyawan di Jakarta. Dengan penghasilan bulanan Rp10 juta, Ridwan dapat menggunakan NPPN dengan rumus:
Penghasilan Netto Ridwan adalah Rp120.000.000 x 50 persen = Rp60.000.000. Setelah menghitung PKP (Penghasilan Kena Pajak) dan PTKP, PPh 21 yang harus dibayar selama setahun adalah 5 persen x Rp6 juta, atau Rp300 ribu.
Namun, dengan metode TER yang baru dihadirkan oleh Ditjen Pajak untuk kasus karyawan, rumusnya menjadi TER x Penghasilan Bruto untuk masa pajak selain masa pajak terakhir. Sementara masa pajak terakhir menggunakan tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh atas jumlah penghasilan bruto dikurangi berbagai biaya.
Tarif efektif TER ini telah mempertimbangkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sesuai dengan status PTKP dan jumlah tanggungan. Format perhitungan TER juga akan dilengkapi dengan terbitnya buku tabel PTKP mengacu pada regulasi terbaru.
Dalam tabel tersebut, jenis status PTKP seperti Tidak Kawin, Kawin, dan Kawin serta Pasangan Bekerja akan diatur ke bawah. Sementara jumlah tanggungan akan disusun ke samping dengan menggunakan simbol TK/0 - TK/3, K/0 - K/3, dan K/I/0 - K/I/3. Besaran nominalnya pun telah diatur, contohnya TK/0 sebesar Rp 54 juta, K/0 Rp 58,5 juta, dan K/I/0 Rp 108 juta.
Tarif PPh 21 sendiri terbagi menjadi empat kategori, dimulai dari 5 persen hingga 30 persen. Dan kini, ditambahkan tarif 35 persen untuk penghasilan di atas Rp5 miliar. Adapun, tarif yang berlaku meliputi:
Sebagai ilustrasi perhitungan PPh 21 dengan metode TER, kita bisa merinci kasus Retto, seorang Wajib Pajak Orang Pribadi yang menikah tanpa tanggungan. Retto bekerja sebagai pegawai tetap di PT Jaya Abadi dengan gaji Rp10.000.000,00 per bulan.
Dengan mempertimbangkan status PTKP dan jumlah penghasilan bruto, perusahaan menghitung PPh Pasal 21 Retto menggunakan Tarif Efektif Kategori A dengan tarif 2,25 persen. Jumlah pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan Retto adalah:
Selisih pemotongan sebesar Rp75.000,00 memberikan gambaran lebih jelas terkait besaran pajak yang dikenakan pada penghasilan bulanan Retto.