KABARBURSA.COM - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) melaporkan laba bersih sebesar Rp274,88 miliar pada semester I tahun 2024, yang mengalami penurunan 1,68 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Pada Jumat, 30 Agustus 2024, BEI mencatat total pendapatan sebesar Rp1,28 triliun pada semester pertama 2024, meningkat 8 persen secara tahunan (yoy). Pendapatan ini didorong oleh kenaikan pendapatan usaha dari transaksi bursa yang mencapai Rp940,47 miliar, naik 11,20 persen yoy.
Namun, pendapatan usaha dari sumber non-transaksi bursa turun 19,84 persen secara tahunan menjadi Rp84,09 miliar. Meski pendapatan meningkat, beban yang ditanggung BEI juga naik dari Rp854,95 miliar menjadi Rp968,76 miliar selama Januari hingga Juni 2024.
Salah satu penyebab peningkatan beban adalah naiknya pos gaji dan tunjangan sebesar 16,79 persen secara tahunan menjadi Rp432,72 miliar hingga akhir Juni. Dengan demikian, BEI mencatat laba sebelum pajak penghasilan sebesar Rp292,67 miliar, turun 7,67 persen yoy. Laba bersih yang dapat diatribusikan kepada entitas induk mencapai Rp274,88 miliar, turun 1,68 persen yoy.
Di sisi lain, dari neraca keuangan, total aset BEI mencapai Rp12,21 triliun hingga akhir Juni 2024, meningkat 16,30 persen yoy. Liabilitas naik 49,34 persen menjadi Rp4,51 triliun, sementara ekuitas tumbuh 2,93 persen yoy menjadi Rp7,69 triliun.
Arus kas setara kas BEI pada akhir Juni 2024 tercatat Rp1,62 triliun, menurun 13,61 persen secara tahunan dari posisi sebelumnya Rp1,88 triliun. Di tengah situasi ini, BEI sedang menghadapi dugaan skandal gratifikasi yang melibatkan lima karyawan dari Divisi Penilaian Perusahaan.
Para karyawan tersebut diduga meminta imbalan uang dan gratifikasi dengan nilai ratusan juta hingga miliaran rupiah. BEI telah mengakui adanya pelanggaran etika oleh beberapa oknum karyawan dan mengambil langkah pemecatan.
Namun, BEI tidak menyebutkan jumlah pasti karyawan yang terlibat. Sekretaris Perusahaan BEI, Kautsar Primadi Nurahmad, menegaskan bahwa otoritas Bursa telah mengambil tindakan disipliner sesuai prosedur yang berlaku.
“Telah terjadi pelanggaran etika oleh oknum karyawan BEI. Berdasarkan pelanggaran ini, BEI telah melakukan tindakan disiplin sesuai prosedur dan kebijakan yang berlaku,” ujarnya.
BEI juga berkomitmen untuk terus menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (GCG) melalui Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) dan implementasi ISO 37001:2016. Oleh karena itu, seluruh karyawan BEI dilarang menerima gratifikasi dalam bentuk apapun.
“Seluruh karyawan BEI dilarang menerima gratifikasi dalam bentuk apapun, termasuk namun tidak terbatas pada uang, makanan, barang, dan/atau jasa atas pelayanan atau transaksi yang dilakukan BEI dengan pihak ketiga,” tambah Kautsar.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir dengan kuat di zona hijau pada penutupan sesi perdagangan Jumat, 30 Agustus 2024. IHSG menguat 43 poin atau 0,57 persen ke level 7.670, menandakan optimisme di pasar. Volume perdagangan tercatat mencapai 232,69 juta lot saham dengan total nilai transaksi mencapai Rp26,39 triliun.
Sektor infrastruktur menjadi bintang pada perdagangan hari ini, mencatat kenaikan tertinggi sebesar 1,22 persen, sementara sektor energi terpuruk di posisi terlemah dengan penurunan 0,54 persen. Saham-saham yang mencatatkan kenaikan tertinggi di LQ45 adalah GGRM, INCO, dan ESSA, sementara INKP, KLBF, dan MAPI harus puas berada di daftar top losers.
Pasar saham Asia ikut merasakan angin segar pada akhir pekan ini, menutup Agustus dengan catatan positif. Pelaku pasar menyambut baik kemungkinan kuat bahwa Federal Reserve akan memangkas suku bunga bulan depan. Data ekonomi terbaru, termasuk indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) inti AS—indikator inflasi yang diandalkan The Fed—serta pembacaan inflasi zona euro yang dirilis Jumat ini, menjadi sorotan utama.
Pertumbuhan ekonomi AS yang solid dan ketahanannya berhasil mengalahkan kekecewaan investor terhadap hasil kinerja Nvidia yang kurang memuaskan, yang sebelumnya sempat menjatuhkan saham teknologi global.
“Data ekonomi AS yang dirilis semalam semakin meredakan kekhawatiran resesi,” kata Alvin Tan, kepala strategi valas Asia di RBC Capital Markets.
Bulan ini memang penuh dengan gejolak di pasar keuangan, dipicu oleh data ekonomi AS yang lebih lemah dari perkiraan di awal bulan. Kekhawatiran akan resesi memaksa investor untuk mengalihkan asetnya ke tempat yang lebih aman, memperburuk volatilitas di pasar.
Kondisi ini semakin diperparah oleh keputusan tak terduga dari Bank of Japan (BOJ) untuk menaikkan suku bunga, yang memicu aksi jual besar-besaran di pasar saham global pada 5 Agustus, mengingatkan banyak orang pada “Black Monday” Oktober 1987.
Namun, data ekonomi AS yang dirilis baru-baru ini membantu meredakan ketegangan. Klaim pengangguran awal di AS turun menjadi 231.000, sedikit lebih tinggi dari yang diperkirakan, sementara pertumbuhan produk domestik bruto kuartal kedua direvisi naik menjadi 3 persen dari 2,8 persen.
Di Jepang, inflasi di Tokyo naik menjadi 2,6 persen dari 2,2 persen pada Juni, mencapai titik tertinggi sejak Maret. Angka inflasi yang lebih kuat ini memberi Bank of Japan lebih banyak ruang untuk memperketat kebijakan moneternya, meskipun tingkat pengangguran di Jepang naik menjadi 2,7 persen, sedikit di atas perkiraan.
Pasar saham Asia pun merespons dengan positif, menyambut optimisme bahwa ekonomi global dapat bertahan dari gejolak ini dengan kuat.
Penjualan eceran di negara tersebut mengalami kenaikan sebesar 2,6 persen secara tahunan, namun angka ini sedikit lebih rendah dibandingkan ekspektasi pertumbuhan 2,9 persen yang diprediksi oleh Reuters dan juga revisi kenaikan 3,8 persen yang terjadi pada Juni. Meski begitu,
beberapa indeks pasar saham utama di Asia menunjukkan performa positif. (*)