KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan performa yang mengesankan pada penutupan perdagangan pekan ini. Pada Jumat, 30 Agustus 2024, IHSG melambung sebesar 0,57 persen atau 43,13 poin, mencapai level 7.670,73 di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus meroket, menorehkan rekor baru dengan tingkat tertinggi atau All Time High (ATH) yang belum pernah dicapai sebelumnya.
Pencapaian all-time high IHSG adalah tanda kuat dari kesehatan dan daya tarik pasar saham Indonesia. Dukungan dari kebijakan Federal Reserve, aliran dana asing, dan kinerja saham unggulan telah mendorong IHSG ke level baru.
Dengan tren bullish yang berlanjut dan valuasi saham yang masih menarik, pasar saham Indonesia tetap menjadi salah satu pilihan investasi yang menjanjikan.
Penguatan rupiah, yang didorong oleh arus masuk modal asing dan kebijakan dovish The Fed, turut berperan dalam mendukung kinerja emiten. Investor perlu memantau pergerakan kurs rupiah, karena fluktuasi mata uang dapat mempengaruhi hasil investasi dan profitabilitas perusahaan.
Kenaikan IHSG ini didorong oleh mayoritas sektor yang mencatatkan penguatan. IDX Sektor Energi mencatatkan lonjakan tertinggi sebesar 0,83 persen pada pagi hari. Selain itu, IDX Sektor Transportasi dan Logistik, IDX Sektor Barang Baku, IDX Sektor Properti & Real Estate, dan IDX Sektor Keuangan juga menunjukkan performa positif.
Sebaliknya, IDX Sektor Barang Konsumen Non-Primer, IDX Sektor Infrastruktur, IDX Sektor Teknologi, dan IDX Sektor Barang Konsumen Primer mengalami penurunan.
IDX Sektor Kesehatan mencatatkan penurunan terdalam dengan pelemahan sebesar 0,16 persen, diikuti oleh IDX Sektor Perindustrian yang juga menunjukkan pelemahan.
Top gainers LQ45 hari ini adalah:
Sementara itu, top losers LQ45 terdiri dari:
Total volume transaksi di bursa mencapai 22,9 miliar saham dengan nilai transaksi Rp 26,1 triliun. Terhitung 310 saham menguat, 274 saham melemah, dan 207 saham stagnan. Dalam sepekan terakhir, IHSG mencatatkan kenaikan sebesar 1,68 persen. Sejak awal tahun, IHSG telah menguat 5,47 persen.
Hal lain yang mendukung penguatan IHSG adalah perilaku pasar yang cenderung merespon dari rilis data perkiraan kedua pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal II-2024.
Untuk kelompok 45 saham unggulan atau Indeks LQ45 naik 1,92 poin atau 0,20 persen ke posisi 944,05.
Sementara itu, Perilaku pasar yang merespons rilis data perkiraan pertumbuhan ekonomi AS untuk kuartal II-2024 turut mendukung penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Untuk kelompok 45 saham unggulan atau Indeks LQ45, terjadi kenaikan sebesar 1,92 poin atau 0,20 persen, yang membawa indeks ini ke posisi 944,05.
Pergerakan sejumlah indeks saham di Asia juga mencatatkan tren positif. Nikkei menguat 0,49 persen, Hang Seng Index naik 1,08 persen, sementara Shanghai Composite Index mengalami penurunan sebesar 0,46 persen. Straits Times mencatatkan penguatan sebesar 0,52 persen, dan LQ45 menguat 0,13 persen.
Di pasar valuta asing, nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (USD). Pada pukul 08.57 WIB, kurs rupiah berada di Rp 15.423 per USD, melemah 1,50 poin atau 0,01 persen.
Tiga saham teratas yang memimpin kenaikan adalah PT Atlas Resources Tbk (ARII) yang naik 14,56 persen menjadi Rp 362, PT Trimuda Nuansa Citra Tbk (TNCA) meningkat 7,74 persen menjadi Rp 362, dan PT Pelayaran Nasional Bina Buana Raya Tbk (BBRM) yang naik 4,82 persen menjadi Rp 87.
Sebaliknya, tiga saham dengan penurunan terbesar adalah PT Soraya Berjaya Indonesia Tbk (SPRE) yang turun 9,79 persen menjadi Rp 258, PT Dewi Shri Farmindo Tbk (DEWI) yang merosot 6,17 persen menjadi Rp 76, dan PT MNC Kapital Indonesia Tbk (BCAP) yang terkoreksi 5,30 persen menjadi Rp 125.
Kemarin Kamis 29 Agustus 2024, IHSG ditutup melemah ke level 7.628 atau turun 0,41 persen. Hanya sektor barang konsumsi non-primer yang mencatatkan kenaikan tipis sebesar 0,05 persen.
Sektor barang baku dan sektor transportasi dan logistik mencatatkan penurunan terdalam, masing-masing sebesar 1,38 persen dan 1,21 persen. Investor asing tercatat melakukan net buy sebesar IDR 1,41 triliun, dengan saham net buy terbesar di BBRI, BMRI, dan CUAN.
Pendorong utama net buy yang kuat serta kenaikan IHSG ke level tertinggi sepanjang masa bulan ini adalah sikap dovish The Fed yang berpotensi melakukan pemotongan suku bunga dalam pidatonya di Jackson Hole.
Hal ini mendorong investor institusi beralih ke aset berisiko seperti obligasi dan saham, memperkuat rupiah dengan inflow institusi yang kembali, dan diharapkan dapat memperbaiki kinerja emiten.
Kinerja GGRM Turun Tajam pada Semester I-2024
PT Gudang Garam Tbk (GGRM) melaporkan penurunan tajam dalam kinerja keuangannya pada semester pertama tahun 2024. Laporan keuangan terbaru menunjukkan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada entitas induk menurun drastis sebesar 71,8 persen, menjadi Rp 925,51 miliar dibandingkan Rp 3,28 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Penurunan laba bersih ini sejalan dengan penurunan pendapatan perusahaan sebesar 10,45 persen selama enam bulan pertama tahun ini, menjadi Rp 50,01 triliun, dibandingkan Rp 55,85 triliun pada semester I-2023.
Heru Budiman, Direktur dan Sekretaris Perusahaan Gudang Garam, menyebutkan bahwa penurunan ini dipengaruhi oleh menurunnya volume penjualan akibat kenaikan tarif cukai serta penurunan daya beli masyarakat, khususnya di kalangan menengah ke bawah.
Menurut data Nielsen, volume penjualan industri rokok secara keseluruhan menurun 7,2 persen, dari 114,4 miliar batang pada semester I-2023 menjadi 106,1 miliar batang pada periode yang sama tahun ini.
Penjualan rokok Gudang Garam sendiri turun 14,4 persen, dari 32,5 miliar batang pada Juni 2023 menjadi 27,8 miliar batang pada Juni 2024.
Secara rinci, penjualan Sigaret Kretek Mesin (SKM) GGRM mengalami penurunan 17,19 persen, dari 28,5 miliar batang pada semester I-2023 menjadi 23,6 miliar batang pada semester I-2024. Sebaliknya, penjualan Sigaret Kretek Tangan (SKT) meningkat 7,5 persen, dari 4 miliar batang menjadi 4,3 miliar batang.
Akibat penurunan volume penjualan, pendapatan GGRM turun 10,45 persen menjadi Rp 50,01 triliun pada enam bulan pertama tahun 2024, dibandingkan Rp 55,85 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Heru menambahkan bahwa penurunan ini juga dipengaruhi oleh kenaikan harga jual pada Maret dan Mei 2024.
Biaya pokok pendapatan GGRM tercatat turun 6,2 persen, menjadi Rp 44,95 triliun, dibandingkan Rp 47,91 triliun pada tahun lalu. Penurunan ini disebabkan oleh kenaikan biaya cukai sebesar 3,1 persen serta penurunan volume penjualan.
Heru juga menyebutkan kemungkinan kenaikan tarif cukai pada tahun 2025, sementara perusahaan masih menunggu keputusan resmi dari pemerintah mengenai tarif cukai tahun depan. Saat ini, perusahaan tidak memiliki rencana untuk melakukan aksi korporasi berupa pembelian kembali saham (buyback). (*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.