KABARBURSA.COM - Kontestasi politik jelang Pilkada Serentak 2024 menghadirkan dinamika yang kian memanas. Hingga detik terakhir pendaftaran di berbagai KPUD, sejumlah nama yang sempat digadang-gadang bakal maju, justru urung bertarung. Tarik-ulur kekuatan politik, termasuk strategi koalisi besar seperti KIM Plus, menciptakan kejutan demi kejutan.
Koalisi Indonesia Maju (KIM), yang meraup kemenangan pada Pemilu 2024, membentuk koalisi gemuk di berbagai daerah strategis. PDIP, partai yang biasanya dominan, kali ini tampak terpojok dan terancam tak bisa mengajukan calon di beberapa wilayah. Akibatnya, sejumlah tokoh yang sebelumnya diunggulkan, terpaksa mengubur ambisinya.
Pergulatan politik menjelang Pilkada Serentak 2024 ini menunjukkan betapa dinamisnya peta kekuatan politik di Indonesia. Nama-nama besar yang awalnya diunggulkan, terpaksa mundur akibat berbagai faktor, mulai dari regulasi, dinamika koalisi, hingga penolakan publik. Namun, pertarungan sesungguhnya baru akan dimulai saat para calon resmi mendaftar dan memulai kampanye mereka.
Demo besar-besaran menuntut pembatalan revisi UU Pilkada, hal itu karena RUU itu menuai kontroversi dan kritik tajam, dianggap menabrak konstitusi. Masyarakat dari berbagai kalangan tumpah ruah di jalanan, menolak upaya DPR dan Pemerintah yang bersikeras mengutak-atik UU Pilkada pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dinilai sudah final dan mengikat.
Kaesang Pangarep
Putra bungsu Presiden Joko Widodo, yang juga Ketua Umum PSI, sempat santer disebut-sebut akan maju dalam Pilkada DKI Jakarta atau Jawa Tengah. Popularitas Kaesang memang tak diragukan, beberapa survei bahkan menunjukkan elektabilitasnya berada di posisi teratas. Namun, langkahnya terhenti oleh keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan usia minimal bagi calon kepala daerah, serta penolakan terhadap politik dinasti yang menguat di tengah masyarakat.
Kaesang juga sempat dipertimbangkan sebagai calon wakil gubernur di DKI Jakarta mendampingi Ridwan Kamil, atau di Jawa Tengah bersama Ahmad Luthfi. Namun, gelombang penolakan dan perubahan regulasi membuat rencana ini kandas. Kaesang kemudian mengalihkan perhatiannya ke Pilkada Kota Surakarta, meski pada akhirnya PSI memastikan bahwa dia tidak akan turut serta dalam Pilkada Serentak 2024.
Anies Baswedan
Anies Baswedan, mantan Gubernur DKI Jakarta, juga mengalami nasib serupa. Meski sempat mendapatkan angin segar dari keputusan MK yang menurunkan ambang batas pencalonan, upayanya untuk maju kembali terhambat oleh dinamika politik. PKS, PKB, dan Partai Nasdem, yang sebelumnya menjadi pendukung utamanya, memilih untuk menarik dukungan.
PDIP, yang sempat menjadi harapan terakhir Anies, juga menunjukkan sikap yang kurang kooperatif. Ketua Umum Megawati Soekarnoputri menyampaikan syarat ketat bagi siapa pun yang ingin diusung oleh PDIP, yang pada akhirnya memaksa Anies untuk mundur. Dalam waktu yang hampir bersamaan, PDIP memilih untuk mengusung kandidat lain yang kurang populer di DKI Jakarta, seperti Pramono Anung dan Rano Karno.
Di Jawa Barat, PDIP sempat menjajaki kemungkinan untuk mengusung Anies sebagai cagub, berpasangan dengan Ono Surono. Namun, pada detik-detik terakhir, Anies memutuskan untuk tidak melanjutkan niatnya, memastikan bahwa ia tidak akan berpartisipasi dalam Pilkada Serentak 2024.
Ono Surono
Ono Surono, Ketua DPD PDIP Jawa Barat, juga harus menelan pil pahit. Setelah gagal menjalin koalisi dengan PKB, PDIP memutuskan untuk membatalkan pencalonannya. Padahal, Ono sudah mulai berkampanye di sejumlah wilayah. Alih-alih mengusung Ono, PDIP justru memilih tokoh lain seperti mantan Bupati Pangandaran Jeje Wiradinata dan artis Ronald Surapradja untuk bertarung di Jawa Barat.
Ahmad Riza Patria dan Marshel Widianto
Di Tangerang Selatan, pasangan Ahmad Riza Patria dan Marshel Widianto juga gagal maju. Kritik terhadap Marshel yang dianggap kurang kompeten menjadi alasan utama. KIM Plus akhirnya memilih untuk mengusung pasangan petahana Benyamin Davnie dan Pilar Saga di Pilwalkot Tangsel. Ahmad Riza mengungkapkan bahwa ia mendapat tugas khusus dari Partai Gerindra untuk memenangkan pasangan Ridwan Kamil-Suswono di DKI Jakarta.
Gusti Bhre
KGPAA Mangkunegara X, atau Gusti Bhre, yang sempat mendapat rekomendasi dari Kaesang untuk maju di Pilkada Surakarta, juga mundur pada detik-detik terakhir. Alasan internal keluarga disebut-sebut sebagai penyebabnya. KIM Plus kemudian menggantikannya dengan tokoh muda Respati Ardi, Ketua Hipmi, yang dinilai lebih siap bertarung.
Musa Rajekshah
Di Sumatra Utara, Partai Golkar yang semula berencana mengusung Musa Rajekshah atau Ijeck, harus mengalah demi kepentingan koalisi KIM Plus. Sebagai gantinya, Golkar memberikan kursi calon gubernur kepada Bobby Nasution, menantu Presiden Jokowi, sementara posisi cawagub diberikan kepada mantan Bupati Asahan, Surya. Ijeck sendiri diminta untuk fokus pada perannya di DPR, sebagaimana yang disampaikan oleh Ketua Umum Airlangga Hartarto. (*)