KABARBURSA.COM - PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) baru saja merilis laporan keuangan konsolidasi untuk periode enam bulan yang berakhir pada 30 Juni 2024 atau Semester I 2024. Laporan ini merupakan bagian dari praktik tahunan perusahaan, yang telah diperiksa secara terbatas oleh kantor akuntan publik Rintis, Jumadi, Rianto & Rekan. Kantor akuntan ini merupakan anggota dari jaringan global PricewaterhouseCoopers.
Dalam laporan tersebut, Adaro mencatat laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar USD 778,77 juta, atau sekitar Rp 12,76 triliun, untuk Semester I-2024. Meskipun angka ini menunjukkan laba yang signifikan, tercatat mengalami penurunan sebesar 10,8 persen dibandingkan dengan laba bersih sebesar USD 873,83 juta pada periode yang sama tahun lalu.
Untuk kuartal kedua tahun 2024, perusahaan batu bara ini berhasil membukukan laba bersih sebesar USD 404,42 juta. Angka ini menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan laba kuartal pertama tahun 2024, yang tercatat sebesar USD 374,34 juta.
Presiden Direktur dan CEO Adaro Energy, Garibaldi Thohir, menekankan bahwa meskipun perusahaan harus menghadapi tantangan terkait harga batu bara yang menurun, baik untuk batu bara termal maupun metalurgi, Grup Adaro tetap menunjukkan kekuatan keuangan yang solid. Ini berkat komitmen perusahaan terhadap efisiensi dan keunggulan operasional yang terus ditingkatkan.
"Ketahanan yang kami tunjukkan mencerminkan dedikasi kolektif dari seluruh tim kami. Kami terus fokus pada pelaksanaan proyek-proyek strategis kami untuk mengkonversikan visi jangka panjang menjadi nilai nyata bagi para pemegang saham," ujar Garibaldi dalam pernyataan resminya pada Rabu, 28 Agustus 2024.
Garibaldi juga menambahkan bahwa Adaro tetap berkomitmen untuk memberikan pengembalian yang memuaskan bagi pemegang saham melalui pembagian dividen tunai dan program pembelian kembali saham perusahaan. "Kami sangat menghargai dukungan para pemegang saham yang telah setia bersama kami dalam perjalanan ini," tambahnya.
Dalam aspek penjualan, Adaro mencatatkan peningkatan volume penjualan sebesar 7 persen, mencapai 34,94 juta ton. Meskipun demikian, pendapatan usaha perusahaan mengalami penurunan sebesar 15 persen menjadi USD 2,97 miliar. Penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh penurunan harga jual rata-rata (ASP) sebesar 19 persen, yang sejalan dengan penurunan harga batu bara di pasar global.
Adaro juga melaporkan laba inti sebesar USD 911 juta untuk Semester I-2024 dan EBITDA operasional sebesar USD 1,23 miliar. Biaya pokok pendapatan mengalami penurunan sebesar 13 persen tahun ke tahun, menjadi USD 1,76 miliar. Penurunan ini terutama disebabkan oleh penurunan beban royalti untuk PT Adaro Indonesia (AI), yang sejalan dengan penurunan ASP dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Seiring dengan penurunan ASP, royalti yang dibayarkan kepada pemerintah turun 30 persen, menjadi USD 599 juta dari sebelumnya USD 853 juta. Selain itu, beban pajak penghasilan juga mengalami penurunan sebesar 19 persen, menjadi USD 199 juta dari USD 244 juta pada periode sebelumnya.
Analis BRI Danareksa Sekuritas Erindra Krisnawan mengatakan, penjualan ADRO kuartal kedua masih sejalan meski adanya indikasi tantangan produksi. ADRO melaporkan pertumbuhan volume penjualan kuartal kedua 2024 menjadi 18,5 juta ton yang meningkat 12 persen quarter on quarter (qoq) dan 9 persen year on year (yoy).
Erindra mencermati, pertumbuhan penjualan ADRO pada kuartal kedua yang positif ini terjadi saat produksi selama periode tersebut melambat sebesar 2 persen qoq dan datar secara tahunan menjadi 17,7 juta ton. Ini mengindikasikan kemungkinan gangguan cuaca yang berdampak pada beberapa tambang ADRO, terutama Adaro Indonesia yang produksinya turun 6 persen qoq.
Adapun hingga semester I-2024, volume penjualan ADRO tumbuh 7 persen yoy menjadi 34,9 juta ton. Penjualan tersebut mencerminkan kombinasi pertumbuhan penjualan batu bara termal naik 5 persen yoy menjadi 32,3 juta ton dan batu bara kokas melejit 43 persen yoy menjadi 2,6 juta ton.
Analis BCA Sekuritas Muhammad Fariz memproyeksi, seiring harga rata-rata (ASP) batu bara Newcastle kuartal kedua 2024 sebesar USD138 per ton yang lebih tinggi 8,3 persen qoq, maka kemungkinan hasil yang lebih baik pada semester pertama ini diharapkan terjadi pada ADRO. Hal itu karena kedua emiten tersebut didorong oleh perkiraan biaya tunai yang lebih rendah dan volume penjualan yang lebih besar.
Di semester kedua 2024, Fariz melihat, arah harga batubara akan tetap tinggi karena La Niña sudah di depan mata, dan harga batubara secara historis diperdagangkan pada harga yang lebih tinggi selama peristiwa cuaca tersebut. Namun mungkin harga batubara masih akan volatil di bulan Juli dan Agustus, sebelum reli mulai September dan seterusnya, saat memasuki musim hujan dan musim dingin.
Perhatikan bahwa pasar masih bergantung pada asumsi rata-rata batubara Newcastle pada USD120 per ton, dibandingkan dengan asumsi BCA Sekuritas pada US$140 per ton. Adapun harga rata-rata batubara Newcastle untuk semester pertama sudah mencapai USD132 per ton.
“Kami mengharapkan harga batubara yang lebih kuat di semester kedua 2024,” imbuh Fariz. (*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.