KABARBURSA.COM - Pasar keuangan tengah bergolak dengan keyakinan bahwa Federal Reserve sedang bersiap memangkas suku bunga, sebuah sinyal kuat bagi para investor emas. Harga emas dunia, yang kini telah menembus angka psikologis USD2.500 per ons, diprediksi akan terus meroket. Dorongan besar dari imbal hasil yang lebih rendah serta gelombang investor yang kembali masuk memperkuat posisi emas sebagai komoditas unggulan.
“Semua mengira The Fed akan menjadi yang terakhir memangkas suku bunga, tapi sekarang mereka berada di barisan terdepan,” kata Jay Hatfield, CEO Infrastructure Capital Advisors. Hatfield, yang baru-baru ini mengambil posisi long pada opsi emas setelah bertahun-tahun tidak aktif, melihat momentum emas semakin bersinar. Pidato Gubernur The Fed Jerome Powell di Jackson Hole, yang menandakan penurunan suku bunga, disebut Hatfield sebagai momen penting bagi emas dalam perjalanan menuju puncaknya.
Kinerja emas sepanjang tahun ini memang luar biasa. Emas batangan menjadi salah satu komoditas terbaik, mencatatkan serangkaian rekor. Kenaikan harga emas di paruh pertama tahun ini didorong oleh pembelian besar-besaran dari bank sentral, terutama di Asia, yang mampu mengimbangi tekanan dari dolar AS yang menguat, imbal hasil Treasury yang tinggi, dan arus keluar dari ETF yang didukung emas.
Kini, faktor-faktor tersebut justru berbalik menjadi pendorong kenaikan harga emas. “Biaya peluang untuk memegang emas kini turun drastis,” ujar Rajeev De Mello, manajer portofolio makro global di GAMA Asset Management SA. “Penurunan tajam dalam imbal hasil riil dan melemahnya dolar membuka peluang besar bagi emas untuk menjadi pilihan alternatif sebagai mata uang, sekaligus mengurangi eksposur terhadap dolar.”
Selama tahun 2024, harga emas spot telah menguat lebih dari 20 persen. Goldman Sachs Group Inc. bahkan memproyeksikan harga emas bisa mencapai USD2.700 per ons pada bulan April. Dengan panduan dari pidato Powell di simposium Jackson Hole, imbal hasil riil obligasi AS 10 tahun kini telah mencapai titik terendah sejak Desember lalu, memberikan keuntungan besar bagi emas karena sifatnya yang tidak menghasilkan bunga.
Di sisi lain, minat investor terhadap emas semakin meluas. Hedge fund dan spekulan terus menambah posisi bullish mereka di Comex, dengan posisi net-long bullion mencapai level tertinggi dalam empat tahun terakhir, menurut data dari Commodity Futures Trading Commission.
Ada juga indikasi kebangkitan permintaan terhadap ETF yang didukung emas. Kepemilikan SPDR Gold Shares, salah satu produk ETF utama, mengalami peningkatan selama delapan pekan berturut-turut, menandai arus masuk terpanjang sejak pertengahan 2020.
Namun, meskipun minat investor terhadap emas sedang meningkat, tantangan tetap ada. Permintaan di Asia, salah satu konsumen terbesar, mulai melemah karena harga yang semakin tinggi. Bank sentral China, yang sebelumnya menjadi motor penggerak pembelian emas, kini menghentikan pembeliannya, melemahkan dua pilar utama yang membantu mengangkat harga emas di paruh pertama tahun ini.
Namun demikian, Citigroup Inc. memperkirakan arus masuk ke ETF akan tumbuh signifikan dalam enam hingga dua belas bulan ke depan. Kebijakan moneter yang lebih longgar dan potensi peningkatan volatilitas akibat risiko resesi akan terus menopang permintaan terhadap emas. Citigroup bahkan memproyeksikan harga emas bisa mencapai USD3.000 pada pertengahan 2025, prediksi yang muncul sebelum pidato Powell. Saat ini, harga spot emas batangan mendekati USD2.525, sangat dekat dengan puncak historisnya.
Prospek ke depan masih mengindikasikan angin segar bagi emas. UBS Group AG memperkirakan arus masuk besar ke ETF dan terus berlanjutnya permintaan spekulan ketika The Fed benar-benar menurunkan suku bunga untuk pertama kalinya. UBS memperkirakan harga emas bisa mencapai USD2.600 pada kuartal akhir 2024.
Meningkatnya ketidakpastian geopolitik juga akan menjadi faktor pemicu meningkatnya permintaan emas sebagai alat lindung nilai portofolio. Wayne Gordon, ahli strategi komoditas di UBS Global Wealth Management, menyatakan bahwa risiko geopolitik yang meningkat akan semakin mendorong investor untuk memperkuat portofolio mereka dengan emas.
“Sekarang adalah waktu yang tepat untuk mulai beralih ke ETF emas fisik,” kata Ryan McIntyre, managing partner di Sprott Inc. Menurutnya, pembelian emas melalui ETF akan memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas emas di masa depan, terutama di tengah pasar yang semakin tidak menentu. McIntyre, yang mengelola aset senilai USD31,1 miliar, percaya bahwa pergeseran menuju ETF emas fisik akan menjadi kunci utama dalam menghadapi tantangan pasar yang dinamis.
Emas terus menjadi sorotan, membuktikan posisinya sebagai aset safe haven di tengah ketidakpastian ekonomi global dan perubahan kebijakan moneter. (*)