KABARBURSA.COM - Setelah mengalami penurunan beberapa hari terkahir, harga batu bara terbang telah menembus level psikologis US$ 140, menandai koreksi signifikan dalam pasar komoditas energi. Perubahan ini sejalan dengan komitmen global untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, yang pada gilirannya mengakibatkan kekurangan rantai pasokan komoditas energi. Faktor lain yang ikut serta adalah meningkatnya permintaan selama musim dingin, yang secara signifikan memengaruhi lonjakan harga batu bara.
Refinitiv mencatat bahwa harga batu bara ICE Newcastle kontrak Januari ditutup pada posisi US$ 142 per ton, mengalami kenaikan sebesar 5,58 persen pada perdagangan Rabu (6/12/2023). Lompatan harga ini adalah yang terbesar ke-7 sepanjang tahun ini, mengakhiri sentimen negatif dan kekhawatiran akan penurunan harga yang berkelanjutan. Dengan demikian, harga batu bara berpotensi memasuki fase tren penguatan.
Peningkatan harga terjadi seiring dengan pasokan energi yang semakin menipis akibat pergeseran menuju energi baru terbarukan (EBT) dalam mencapai dunia bebas emisi. Pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar gas dan batu bara di Eropa terus mengalami penurunan pada November dibandingkan tahun sebelumnya.
Selain itu, tahun ini diperkirakan akan menjadi tahun produksi gas terendah sejak 2018, sementara produksi batu bara dapat mencapai rekor terendah dalam beberapa waktu terakhir, demikian menunjukkan data sistem.
Penurunan produksi dapat menjadi ancaman serius terhadap permasalahan persediaan. Pembangkit listrik berbahan bakar gas di lima pasar listrik terbesar di Eropa pada November mengalami penurunan sebesar 19 persen (year on year/yoy), sementara produksi batu bara merosot 31 persen.
Biaya pembangkitan berbahan bakar gas untuk bulan Desember dipatok tepat di bawah batu bara (35 persen), sekitar Eur107,86/MWh pada tanggal 30 November, tetapi di atas batu bara untuk kuartal-I 2024, menurut penilaian Platts untuk S&P Global Commodity Insights.
Meskipun harga gas Eropa saat ini lebih murah dibandingkan dengan batu bara, kemungkinan adanya kebijakan pematokan dapat mempengaruhi pergerakan harga secara sementara. Namun, perhatian terhadap pemulihan posisi kepemilikan batu bara kemungkinan akan meningkat seiring dengan perubahan kebijakan.
Faktor lain yang memainkan peran penting dalam kenaikan harga batu bara adalah kekhawatiran terhadap musim dingin Eropa yang akan datang. Cuaca dan pasokan gas tetap menjadi aspek utama yang harus diwaspadai dalam konteks batu bara, menurut seorang pedagang di sebuah perusahaan energi Eropa yang dikutip dari Montel News.
Pernyataan tersebut mencerminkan kekhawatiran akan peningkatan kebutuhan batu bara sebagai pilihan utama untuk pembangkit listrik dalam rangka pemanasan ruangan. Ini mungkin membuka peluang bagi Eropa untuk kembali mengandalkan pembangkit batu bara, meskipun langkah-langkah menuju bebas emisi telah dimulai dengan mengurangi penggunaannya. Musim dingin di belahan bumi bagian utara secara historis terkait erat dengan kenaikan harga batu bara, mempertimbangkan konsumsi listrik yang lebih tinggi untuk pemanasan ruangan.