KABARBURSA.COM – Pakar otomotif Yannes Martinus Pasaribu menilai, kasus kecelakaan maut yang terjadi karena Wuling BinguoEV menabrak bagian belakang truk disebabkan karena masalah fitur keamanan.
“Wuling BinguoEV bisa menyeruduk bagian belakang truk karena memang belum dipasangi fitur anti-collision yang bertujuan membantu mencegah atau mengurangi dampak tabrakan dengan kendaraan lain atau objek di sekitarnya,” kata Yannes ketika dihubungi Kabar Bursa, Rabu, 21 Agustus 2024.
Sementara untuk baterai Wuling BinguoEV, kata dia, tidak terhantam frontal sehingga baterainya tetap aman dan tidak berpotensi terbakar. Mobil listrik ini menggunakan baterai LFP yang tergolong paling aman terhadap berbagai permasalahan lingkungan.
Yannes menuturkan bahwa mobil listrik butuh fitur keamanan yang lengkap untuk meminimalisasi risiko kecelakaan. Kelengkapan fitur keamanan berpengaruh yang ada di mobil listrik dapat memberi perlindungan maksimum kepada penumpang.
Agar lebih aman digunakan, fitur anti-collision wajib ada di kendaraan terbaru. Ia mengungkapkan, cara kerja fitur keselamatan ini adalah menggunakan sensor, radar atau kamera untuk mendeteksi potensi tabrakan.
“Jika sistem mendeteksi adanya potensi tabrakan, maka sistem akan memberikan peringatan kepada pengemudi. Bahkan dalam beberapa kasus, sistem dapat melakukan pengereman otomatis atau intervensi lainnya untuk membantu menghindari atau mengurangi dampak tabrakan,” jelasnya.
Kendati demikian, akademisi dari Institut Teknologi Bandung ini menilai sistem keamanan Wuling BinguoEV sudah cukup baik untuk sebuah mobil listrik di kelasnya.
Mobil asal Tiongkok ini telah dilengkapi dengan anti lock braking system (ABS), electronic brake distribution (EBD), vehicle stability control system, pengingat pintu terbuka, crash sensor, airbag, curtain airbag, pengingat sabuk pengaman, child safety lock, ISOFIX child seat mounts, spion tengah lipat dan sensor parkir.
Fitur kemanan lain yang tersemat di mobil listrik ini adalah front parking sensors, rear parking sensors, kamera belakang, pelindung benturan depan, pelindung benturan samping, engine check warning, pengukur tekanan ban dan electric parking brake.
“Fitur-fitur seperti ABS, EBD, airbag, dan sabuk pengaman merupakan standar yang penting untuk keselamatan penumpang,” ujarnya.
Mengacu dari hasil riset Korps Lalu Lintas Kepolisian Republik Indonesia (Korlantas Polri) menyebutkan bahwa presentase kecelakaan akibat human error mencapai 61 persen. Korlantas menyebut, human error dalam hal ini terkait dengan kecakapan berkendara, kebiasaan mengemudi seperti halnya ugal-ugalan, ceroboh, lalai dan malas.
Sedangkan faktor lainnya adalah lingkungan dan prasarana sebanyak 30 persen. Sementara 9 persen sisanya adalah karena faktor kendaraan atau laik jalan. Sebanyak 9 persen tersebut berkaitan dengan fitur keselamatan kendaraan dan kondisi kendaraan.
Sementara itu, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengeluarkan riset terkait dengan kecelakaan di jalan raya dan menemukan 80 persen penyebab laka di Indonesia terjadi karena human error atau kelalaian manusia. Oleh karena itu, infrastruktur jalan yang baik dan kecanggihan teknologi atau fitur keselamatan yang tersemat di dalam mobil hanya mengurangi risiko yang ditimbulkan.
“Untuk mengantisipasi kasus human error, diperlukan sensor forward collision warning untuk mendeteksi kendaraan di depan dan memberi peringatan visual atau suara jika ada potensi tabrakan,” kata Yannes.
Fitur automatic emergency braking atau yang dikenal dengan AEB berfungsi lebih jauh lagi ketika fitur forward collision warning tidak direspon. Fitur canggih ini juga bekerja mengantisipasi risiko kecelakaan akibat human error.
“AEB akan secara otomatis mengaktifkan rem untuk mengurangi kecepatan kendaraan atau bahkan menghentikannya sepenuhnya,” jelasnya.
Fitur keselamatan lain yang harus terpasang adalah driver monitoring system atau lebih dikenal dengan DMS. Fitur canggih ini dapat mengidentifikasi kondisi pengemudi. Sistem ini bekerja dengan memantau wajah dan mata pengemudi untuk melihat tanda kelelahan atau gangguan.
Jika ada indikasi pengemudi sedang mengantuk, maka sistem ini akan memberikan peringatan tanda bahaya. Karena kelelahan berpotensi membawa dampak fatal.
“Meski teknologi-teknologi ini sangat membantu, mereka bukan pengganti kewaspadaan dan keterampilan mengemudi yang baik. Pengemudi tetap harus selalu fokus dan bertanggung jawab saat berkendara. Kecelakaan terbesar adalah selalu akibat human error,” ujarnya.
Terkait dengan standar keamanan mobil di Indonesia, lanjut dia, masih berpegang pada standar dari ASEAN NCAP (New Car Assessment Program). Standar ini menjadi tolak ukur mobil-mobil baru untuk diuji keamanannya. Apabila mobil tidak memiliki standar ini maka tidak boleh beroperasi. (*)