KABARBURSA.COM - Rupiah terus menunjukkan kekuatannya dalam perdagangan Selasa, 20 Agustus 2024 ini, bertepatan dengan dimulainya rapat dua hari Bank Indonesia (BI) untuk menetapkan kebijakan suku bunga yang akan diumumkan besok.
Rupiah spot menguat 0,74 persen, menjadi mata uang dengan kenaikan terbesar di Asia, ditutup pada level Rp15.436/USD. Penguatan ini hampir sepenuhnya menghapus penurunan rupiah sepanjang tahun ini, menyisakan hanya 0,25 persen. Sebagai perbandingan, rupiah ditutup pada level Rp15.397/USD pada akhir tahun lalu.
Penguatan rupiah tidak terjadi sendirian; mata uang Asia lainnya juga mengalami peningkatan nilai. Baht Thailand naik 0,65 persen, dong Vietnam naik 0,22 persen, dan dolar Taiwan menguat 0,20 persen. Sementara itu, peso Filipina dan won Korea Selatan masing-masing naik 0,15 persen dan 0,13 persen. Namun, beberapa mata uang Asia lainnya melemah, seperti yuan offshore yang turun 0,08 persen, serta dolar Singapura, dolar Hong Kong, dan yuan Tiongkok yang masing-masing turun 0,01 persen.
Kenaikan tajam rupiah selama bulan ini mencapai 5,07 persen, menjadikannya mata uang dengan kinerja terbaik di Asia bersama ringgit, yang naik 4,69 persen month-to-date. Penguatan ini didukung oleh lonjakan arus pembelian di pasar saham dan obligasi negara. IHSG mencatat rekor tertinggi sepanjang masa di level 7.533,98, naik 0,9 persen.
Di pasar sekunder, yield surat utang negara sore ini turun di hampir semua tenor, dengan penurunan terbesar pada SBN-10Y yang turun 3,9 bps ke 6,636 persen. Yield untuk tenor 30Y juga turun 4,4 bps ke 6,887 persen. Sementara itu, tenor 5Y turun 4,3 bps ke 6,477 persen, dan tenor 2Y turun 0,7 bps ke 6,430 persen. Yield untuk tenor panjang 15Y dan 20Y masing-masing turun 2,8 bps dan 2,3 bps ke 6,720 persen dan 6,833 persen.
Penguatan rupiah juga didorong oleh sentimen pasar yang optimis, yang memicu arus masuk modal asing ke pasar surat utang negara dan pasar saham semakin deras.
Dalam lelang Surat Utang Negara hari ini, jumlah penawaran yang masuk mencetak rekor tertinggi sepanjang tahun, mencapai Rp104,07 triliun. Ini adalah pertama kalinya nilai penawaran mencapai ratusan triliun, bahkan mungkin sejak tahun 2023.
Investor sangat tertarik dengan seri baru yang dilelang, yaitu FR0104 yang jatuh tempo pada tahun 2030. Untuk seri ini saja, investor mengajukan permintaan hingga Rp50,58 triliun, dengan yield yang diminta berada di kisaran 6,54 persen-6,70 persen.
Sedangkan untuk seri FR0103 yang jatuh tempo pada tahun 2035, investor mengajukan penawaran sebesar Rp30,61 triliun, dengan permintaan imbal hasil di kisaran 6,63 persen-6,78 persen.
Tingginya minat investor dalam lelang SUN hari ini mendorong pemerintah untuk menetapkan nilai penjualan di atas target indikatif, yaitu mencapai Rp27 triliun dari target awal Rp22 triliun.
Untuk seri baru FR0104, yield tertinggi yang diberikan adalah 6,51 persen, dengan yield rata-rata yang dimenangkan di 6,50 persen dan kupon sebesar 6,50 persen. Sebagai perbandingan, yield SBN-5Y di pasar sekunder saat ini berada di 6,50 persen.
Sementara itu, untuk seri kedua yang banyak diminati, yaitu FR0103, yield tertinggi yang diberikan adalah 6,67 persen, dengan yield rata-rata yang dimenangkan di 6,65 persen.
Sentimen optimis di pasar tidak hanya terjadi di Indonesia, hampir semua pasar negara berkembang saat ini mengalami peningkatan arus modal global. Meningkatnya ekspektasi terhadap arah suku bunga The Fed menjelang pidato Gubernur The Fed Jerome Powell di Jackson Hole pada Jumat nanti, menyebabkan dolar AS banyak ditinggalkan.
Indeks dolar AS siang ini berada di kisaran 101,84 setelah tadi malam melemah 0,6 persen. Arus modal yang keluar dari dolar AS kini beralih ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
Lonjakan modal asing di pasar surat utang telah menurunkan yield SBN ke level terendah sejak April, dengan yield tenor 10 tahun mencapai 6,69 persen.
"Aset-aset pasar negara berkembang menikmati keuntungan ganda, yaitu pelemahan dolar AS dan penurunan suku bunga AS yang signifikan. Obligasi Indonesia, dengan imbal hasil yang lebih tinggi dan Bank Indonesia yang cenderung lebih dovish, akan menjadi salah satu yang paling diuntungkan dalam situasi ini," kata Eugene Leow, Strategis Obligasi di DBS Bank Singapura, dikutip dari BloombergNews.
Investor asing tidak hanya mengincar pasar Indonesia. Pasar keuangan di Korea Selatan, India, Thailand, Malaysia, dan Filipina juga menjadi tujuan modal global.
Menurut data yang dikompilasi oleh BloombergEconomics, investor asing membeli obligasi senilai USD922,7 juta yang tercatat di bursa Korea pada 16 Agustus lalu.
Di India, modal global membeli surat utang senilai USD54,8 juta pada Jumat lalu, melanjutkan tren pembelian selama tujuh hari berturut-turut. Saham di bursa India juga diminati, dengan total pembelian senilai USD142,5 juta.
Di Thailand, investor asing membeli obligasi senilai USD148 juta pada 19 Agustus lalu. Sementara di Malaysia, investor asing memborong saham senilai USD131,2 juta pada hari yang sama, pembelian terbesar sejak 17 Maret 2017 dan melanjutkan tren pembelian selama lima hari berturut-turut.
Di Filipina, modal global membeli saham senilai USD24,8 juta pada 19 Agustus, yang merupakan nilai tertinggi sejak pertengahan Mei, serta mencatatkan delapan hari pembelian berturut-turut tanpa henti.
Di Indonesia, investor global mencatatkan pembelian surat utang senilai USD165,7 juta pada 15 Agustus, yang menandai reli pembelian selama enam hari berturut-turut. Sementara di bursa saham, investor asing membeli senilai USD38,5 juta pada 19 Agustus, melanjutkan reli pembelian oleh investor asing selama sembilan hari berturut-turut. (*)