Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Reshuffle Kabinet jadi Angin Segar buat Emiten Migas?

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 20 August 2024 | Penulis: Syahrianto | Editor: Redaksi
Reshuffle Kabinet jadi Angin Segar buat Emiten Migas?

KABARBURSA.COM - Analis memprediksi bahwa perombakan kabinet Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan penurunan target lifting minyak dan gas bumi (migas) tidak akan menjadi katalisator signifikan bagi saham sektor migas. Pada Senin, 19 Agustus 2024, Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi melantik Bahlil Lahadalia sebagai Menteri ESDM, menggantikan Arifin Tasrif yang telah memimpin selama lima tahun di periode kedua pemerintahan Jokowi.

Menurut Kepala Riset Praus Capital, Alfred Nainggolan, pergantian Menteri lebih dilihat sebagai pertimbangan politik, terutama mengingat masa pemerintahan yang hanya tersisa dua bulan. Selain itu, pemerintah juga menurunkan target lifting minyak bumi menjadi 600 ribu barel per hari (bph) untuk asumsi makro 2025, lebih rendah dari target tahun sebelumnya yang sebesar 635 ribu bph. Target lifting gas bumi juga dipangkas menjadi 1,005 juta barel setara minyak per hari (boepd), turun dari target tahun sebelumnya yang sebesar 1,033 juta boepd.

Alfred menambahkan bahwa perubahan ini tidak akan berdampak signifikan terhadap saham sektor migas di Bursa Efek Indonesia (BEI). Meskipun demikian, saham-saham di sektor migas telah menunjukkan kinerja yang positif sepanjang tahun ini.

Misalnya, saham PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) milik keluarga Panigoro, yang telah meningkat 12,02 persen secara year-to-date (ytd). Saham entitas usaha Pertamina, seperti PT Elnusa Tbk (ELSA) dan PT Pertamina Gas Negara Tbk atau PGN (PGAS), juga mencatatkan kenaikan masing-masing sebesar 24,87 persen dan 43,42 persen secara ytd. Selain itu, saham PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) naik 0,67 persen, sementara saham PT Surya Eka Perkasa Tbk (ESSA) meningkat sebesar 40,18 persen. Kenaikan saham-saham tersebut lebih dipengaruhi oleh ketegangan geopolitik di Timur Tengah yang memanas, yang mendorong harga minyak naik.

Lebih lanjut, mayoritas emiten di industri migas sudah merilis laporan keuangan semester I-2024 dengan sebagian mencatatkan pertumbuhan pendapatan dan laba bersih yang positif. PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC), misalnya, membukukan pendapatan sebesar USD 1,16 miliar, meningkat 4,50 persen secara tahunan (YoY) dari USD 1,11 miliar pada semester I-2023. Laba bersih MEDC juga melonjak 68,24 persen (YoY) menjadi USD 200,99 juta. Kinerja yang kuat ini mendukung laju saham MEDC yang secara ytd telah naik 11,26 persen.

PT Elnusa Tbk (ELSA) juga mencatatkan peningkatan pendapatan sebesar 7,67 persen menjadi Rp 6,31 triliun pada semester I-2024, sementara laba bersihnya melonjak 77,12 persen menjadi Rp 442,98 miliar. Saham ELSA naik 25,77 persen (ytd). PT Wintermar Offshore Marine Tbk (WINS) dan PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) juga mencatatkan peningkatan pendapatan dan laba bersih yang signifikan. Namun, saham ENRG masih mencatatkan penurunan sebesar 8,18 persen (ytd).

Research Analyst Phintraco Sekuritas, Arsita Budi Rizqi, menilai bahwa kinerja emiten migas pada semester pertama 2024 telah memenuhi ekspektasi pasar. Arsita mencatat bahwa kenaikan harga komoditas minyak dan gas sepanjang periode ini menjadi faktor utama yang mendorong peningkatan kinerja tersebut. Dalam pandangannya, harga minyak dan gas yang lebih tinggi memberikan dorongan kuat bagi pendapatan dan laba perusahaan-perusahaan di sektor ini, terutama bagi mereka yang telah berhasil memaksimalkan produksi dan efisiensi operasional mereka.

Arsita juga mencatat bahwa kinerja positif ini tidak hanya didorong oleh faktor harga, tetapi juga oleh strategi perusahaan yang berhasil mengelola biaya operasional dengan efektif serta melakukan diversifikasi portofolio produksi. Menurut Arsita, perusahaan-perusahaan yang memiliki portofolio yang terdiversifikasi, baik dari segi produk maupun wilayah operasional, cenderung lebih mampu bertahan menghadapi fluktuasi harga komoditas, sehingga mereka dapat mempertahankan kinerja yang stabil bahkan di tengah volatilitas pasar. Ia memperkirakan bahwa prospek emiten migas masih tetap positif pada semester kedua tahun ini, terutama bagi emiten yang memiliki diversifikasi portofolio produksi yang kuat dan mampu menekan biaya operasional dengan baik.

Sementara itu, Financial Expert Ajaib Sekuritas, Ratih Mustikoningsih, juga memberikan pandangan serupa terkait dinamika pasar migas. Menurut Ratih, lonjakan harga minyak dunia pada awal Agustus dipicu oleh kekhawatiran yang meningkat di kalangan pelaku pasar terhadap eskalasi geopolitik di Timur Tengah, yang selalu menjadi kawasan yang sensitif bagi pasokan minyak global. Ketidakpastian politik dan potensi konflik di wilayah ini sering kali mengakibatkan gangguan pasokan yang tidak terduga, yang pada gilirannya mendorong harga minyak mentah naik.

Selain itu, Ratih juga menyoroti bahwa penurunan persediaan minyak mentah global, yang disebabkan oleh berbagai faktor termasuk pemangkasan produksi oleh negara-negara produsen utama, turut berkontribusi pada kenaikan harga ini. Melihat tren tersebut, Ratih memproyeksikan bahwa harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) akan berada pada kisaran USD 70-80 per barel hingga akhir tahun 2024. Meski demikian, Ratih mengingatkan bahwa meskipun masih ada peluang bagi kinerja emiten migas untuk tumbuh, ruang pertumbuhannya mungkin akan lebih terbatas dibandingkan dengan semester pertama, terutama jika volatilitas pasar semakin meningkat.

Di sisi lain, Analis RHB Sekuritas Indonesia, Muhammad Wafi, menambahkan bahwa harga minyak mentah rata-rata masih berpotensi untuk terus mendaki hingga akhir tahun 2024. Wafi memperkirakan bahwa harga minyak bisa mencapai rata-rata USD 85-86 per barel, dengan skenario bullish yang memungkinkan harga menyentuh angka USD 90 per barel.

Ia menjelaskan bahwa prediksi ini didasarkan pada beberapa faktor utama, termasuk kebijakan pemangkasan produksi yang dilakukan oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC+) dan sekutunya, serta berlanjutnya ketegangan geopolitik di berbagai kawasan penghasil minyak. Selain itu, Wafi juga menyoroti potensi pemangkasan suku bunga oleh The Federal Reserve (The Fed) yang dapat memberikan sentimen positif tambahan bagi harga minyak.

Namun, ia juga memperingatkan bahwa meskipun prospek kenaikan harga minyak ini memberikan peluang bagi emiten migas untuk terus meningkatkan kinerjanya, investor harus tetap waspada terhadap potensi risiko yang dapat muncul, terutama yang berkaitan dengan fluktuasi harga komoditas dan perubahan kebijakan ekonomi global.

Dengan demikian, meskipun ada reshuffle Menteri ESDM dan penurunan target lifting migas, sektor migas di Indonesia masih menunjukkan performa yang solid, didukung oleh kenaikan harga komoditas dan ketegangan geopolitik yang terus berlangsung. (*)